"Kenapa HP suamiku bisa ada di kamu?"Tidak ada lagi sopan santun, kata manis atau salam akrab yang Liona beri pada wanita yang berdiri dengan santai di hadapannya sekarang."Maksudmu suamimu yang dulunya adalah kekasihku?" Tampilan elegant dari wanita itu tidak sepadan dengan kalimat yang ke luar dari mulutnya. Membuat Liona bergidik ngeri dengan resiko bahwa tangannya mungkin saja bisa segera melayang ke pipi sang lawan bicara. "Aku rasa kita harus membicarakan ini..." Liona sebenarnya tidak punya persiapan khusus untuk menghadapi wanita masa lalu suaminya itu, ia hanya bergerak cepat untuk datang ke kantornya hanya karna telpon sialan suaminya tiba- tiba di angkat oleh wanita lain yang membuat darahnya mendidih."Jadi apa yang ingin kamu bicarakan? Menyuruhku meninggalkan Arka? Bukankah kamu yang harusnya meninggalkan dia mengingat akulah peran utama dalam hubungan aku dan Arka." Liona marasa idiot, wanita di depannya ini jauh dari kata lemah lembut seperti yang di bicarakan or
"Say~""Aku~"Mereka bicara dalam satu waktu. Setelah menyisakan dentingan alat makan yang saling bersentuhan, makan malam yang terlalu tenang untuk pasangan muda ini, mereka saling menatap satu sama lain untuk beberapa detik."Kamu bisa bicara lebih dulu." Istrinya lebih menyerahkan waktu pada suaminya, ia kembali menyendok makan malamnya yang telah lama dia aduk dengan enggan."Sayang, bagaimana kalau kita liburan akhir pekan ini. Seperti quality time, kita sudah lama tidak kencan kan?" Alisnya terangkat, menunggu respon positif dari meja sebrang. Jarinya mengetuk- ngetuk meja makan sebagai pelampiasan rasa canggung ini."Dan kemana itu? Lalu kerjaan kamu?" "Jangan khawatir tentang kantor, aku bisa mengambil cuti dan kita bisa bersenang- senang, oke. Bagaimana kalau lusa? Itu hari jumat dan besoknya weekend, kita bisa punya lebih banyak waktu." Arka antusias menjelaskan runtutan rencananya. Kehidupan rumah tangganya sudah lama dalam masa tegang, perlu waktu untuk kencan seperti ha
"Uncle jahat, Papa kenapa dia di sini?" Keyla, gadis kecil itu memeluk tubuh Papanya ketika Liona dan suaminya memasuki ruangan tempat ia di rawat."Key bersikap sopan ya, Papa gak pernah ajarin Key kaya gitu." Gavin sedikit menegur putrinya yang terlihat cemberut masih memegangi sebelah lengan besarnya untuk bersembunyi."Tapi Uncle pukul Papa, kata Bu guru kalau orang yang pukul kita itu jahat." "Key.." Papanya semakin tidak enak dengan kalimat jujur anaknya."Sayang, Aunty datang jenguk Key. Putri cantik seneng kan Aunty datang?" Liona mendekat ke ranjang yang membuat putri kecil itu beralih dari lengan Papanya ke wanita dewasa di sampingnya."Aunty kenapa bawa Uncle jahat, Key takut, Key gak mau ada Uncle itu." Liona mengigit bibirnya, menatap ketakutan di wajah Keyla sekilas kemudian ke wajah suaminya yang tak ramah. Mungkin pertemuan pertama suaminya dan putri kecil Gavin menjadi terlalu tak terkendali, dan pasti meninggalkan trouma untuk di lihat gadis sekecil Keyla.Liona men
Wajah gelap itu menggasak rambut hitamnya sedangkan tangan kirinya meraih kunci mobil di sudut meja bersiap untuk ke luar pintu rumahnya melanjutkan pencarian, namun langkahnya terhenti oleh handle pintu yang naik turun dan kemudian terbuka.Tak butuh waktu lama saat sosok itu terlihat penuh di mata Arka, dirinya langsung menarik lengan di depannya sampai tenggelam ke dadanya."Dari mana saja? Kenapa baru pulang? Ohh astaga" Liona tak bisa bicara saat Arka semakin erat menekan tubuhnya, kedekatan itu membuatnya bisa mendengar seberapa jelas jantung Arka memompa dengan keras dan cepat."A-aku.." Sadar bahwa Liona menerima tekanan dengan suaranya yang teredam, Arka menarik diri dan mengangkat wajah istrinya meminta penjelasan. Memegang kedua sisi wajahnya yang masih kebingungan."Katakan, kenapa kamu membuatku khawatir. Dan... sial.. kenapa aku tidak bisa menghubungimu." Arka tidak marah, hanya benar- benar khawatir."Maaf, HP aku kehabisan baterai tadi sore. Mereka tidak memberi aku
"Tidak ada ponsel hari ini sayang, hanya kita yang artinya kamu dan aku." Liona bergerak kebingungan saat perangkat satu- satunya yang ia pegang telah menghilang di balik jaket tebal suaminya."K-kenapa?" alis Liona berkerut samar, yang segera menjadi tempat pendaratan oleh bibir lembut Arka di dahinya."Quality time." Cukup dengan dua kata dan Liona merasa tak harus bertanya lebih lanjut lagi, menyamankan dirinya dalam pelukan suaminya di kursi pesawat.'Padahal aku hanya ingin sedikit pamer' batin Liona dengan otak kecilnya.Perjalanan yang tidak sebentar membuat bibir Liona tanpa sadar mengerucut, ia bosan . Liona hanya bermain dengan kancing kemeja suaminya, membuat gerakan memutar di dada bidang itu sambil menatap ke samping jendela pesawat yang tidak lagi membuatnya antusias. Dia tidak sadar gerakan sederhana dari jemari kecilnya membuat masalah besar untuk suaminya."Jangan menggodaku sayang" Liona linglung dan mendongak dengan mata kucingnya bertemu dengan mata gelap Arka ya
"Sudah selesai mandi?" Arka melepas pegangan di ponselnya saat Liona ke luar memakai handuk berjenis kimono setelah sesi mandinya. Wajah lelah begitu transparan tercetak di wajah kecil istrinya yang kini sedang memilah pakaiannya untuk ia masukan ke dalam lemari sementara mereka tinggal di sini."Kamu kelelahan?"Tangan Arka yang meraih pinggang Liona membuatnya sedikit tersentak dengan gerakan yang tiba- tiba."I-iya" kemudian kembali melanjutkan aktifitasnya."Sepertinya aku memang sangat payah dalam bepergian, aku masih jet lag. Kepalaku juga pusing" Arka menekan lebih dekat tubuhnya untuk lebih meraup banyak aroma sabun mandi yang bercampur dengan aroma vanila yang memabukkan, hidungnya tenggelam di celah leher Liona menghirupnya dengan nyaman. Sampai pada suatu titik, Arka menggiring tubuh dalam pelukannya berjalan mundur sampai ke ranjang milik mereka berdua."A-apa?" Liona masih belum terbiasa dengan sikap suaminya yang sangat lengket akhir- akhir ini, hanya itu membuat jant
"Lucu seperti bayi"Kalimat itu spontan ke luar dari bibir Arka yang sedang mengamati wajah istrinya yang masih tertidur.Jarinya gemas menyentuh hidung yang lancip di hadapannya kemudian beralih ke bibir yang sedikit mengerucut karena rangsangan yang mengganggu tidurnya, Arka terkekeh melihat reaksi itu."Apa aku membuat kamu kelelahan sayang?" setelah mencuri ciuman kecilnya, Arka segera turun dari ranjang untuk membersihkan diri.Setelah hampir setengah jam, Arka selesai mandi dan masih melihat istrinya yang masih belum bergerak. Ia hanya tersenyum tanpa membangunkannya, tahu betul bahwa dialah yang membuat istrinya sangat kewalahan sampai tertidur selama ini. Oleh karena itu dirinya pergi ke dapur membiarkan sang istri untuk cukup tidur..."Maaf, bolehkan aku bertemu Liona? Aku- aku temannya dan aku khawatir karna aku tidak bisa menghubunginya beberapa hari ini. Apa dia ada di sini?" Resepsionis itu mengangguk samar menyelami setiap kalimat yang terlontar."Baik, tunggu sebentar
"Kamu gak keberatan kan kita pulang? Aku minta maaf"Liona memilih diam dan berkemas, apa dia kecewa? Tentu saja. Kenapa dia harus mengetahui mertuanya sakit dari orang yang begitu membuatnya iri dalam dunia ini, Casie sang mantan terindah dari suaminya. Kepala Liona berputar apakah di belakangnya Arka masih punya hubungan dengan wanita itu atau tidak, itu begitu menyiksa batinnya. Apalagi saat Liona ingat betul beberapa kali Arka sangat posesif pada ponsel miliknya. Liona yakin banyak hal yang ia tidak tahu tentang sesuatu yang ia belum siap mendengarnya."Biar aku bawa koper-""Aku bisa sendiri, lebih baik kita bergegas" timpal Liona dengan wajah yang tak ramah lalu segera ke luar menuju mobil sambil menyeret koper miliknya.Tak ada yang bicara di mobil, bahkan setelah mereka mendapatkan kursi pesawat pun belum ada yang memulai percakapan.Baiklah, lupakan kencan indah, pantai di malam romantis dengan bintang, semuanya bulshit dan Liona harus menelan semua kekecewaan itu dalam teng