"Kamu gak keberatan kan kita pulang? Aku minta maaf"Liona memilih diam dan berkemas, apa dia kecewa? Tentu saja. Kenapa dia harus mengetahui mertuanya sakit dari orang yang begitu membuatnya iri dalam dunia ini, Casie sang mantan terindah dari suaminya. Kepala Liona berputar apakah di belakangnya Arka masih punya hubungan dengan wanita itu atau tidak, itu begitu menyiksa batinnya. Apalagi saat Liona ingat betul beberapa kali Arka sangat posesif pada ponsel miliknya. Liona yakin banyak hal yang ia tidak tahu tentang sesuatu yang ia belum siap mendengarnya."Biar aku bawa koper-""Aku bisa sendiri, lebih baik kita bergegas" timpal Liona dengan wajah yang tak ramah lalu segera ke luar menuju mobil sambil menyeret koper miliknya.Tak ada yang bicara di mobil, bahkan setelah mereka mendapatkan kursi pesawat pun belum ada yang memulai percakapan.Baiklah, lupakan kencan indah, pantai di malam romantis dengan bintang, semuanya bulshit dan Liona harus menelan semua kekecewaan itu dalam teng
"Kado apa yang kamu inginkan di hari anniversary pernikahan kita?" Arka mencium aroma sabun di leher belakang istrinya selagi bibirnya berucap mantra yang mengirim sensasi sihir ke kulit Liona."A-aku gak tahu" cicit Liona samar, sekali lagi nafas hangat di lehernya membuat semua perhatiannya kabur."Mmm kalau begitu, apa yang belum kamu punya? Kalung berlian?" Arka menebak, sambil memainkan kunci rambut Liona dan memutarnya dengan gerakan main- main."Kamu memberi itu satu bulan lalu Arka" jawab Liona enteng. "Kalau begitu mobil?"Dagunya yang runcing di simpan di bahu istrinya, Liona menikmati bagaimana ia bisa merasakan hangat tubuh Arka saat dada suaminya itu menempel di punggungnya, itu memberikan efek menenangkan."Sejak kapan kamu membiarkan aku pakai mobil? Motor aku aja nganggur di rumah kan." Liona memutar matanya, ingat betul saat suaminya begitu posesif pada dirinya."Oke.. oke, sekarang aku menyerah. Aku kehilangan akal untuk memberikan kamu kado. Aku memang orang yang t
"Aunty, kapan Papa pulang? Key kangen Papa"Liona mendekati makhluk mungil itu dan memeluknya pelan tanpa memberi tekanan pada tubuhnya yang kecil."Sabar ya sayang, nanti kita telpon Papa"Gadis kecil mengangguk setuju dan kembali bermain dengan bonekanya.Liona ke luar untuk menyiram tanaman di halaman depan rumah, ia tak sengaja melihat sesuatu yang membuat tangannya secara otomatis mengusap perutnya yang masih rata. Seorang wanita hamil dan pria yang ia tebak adalah suami dari wanita tersebut sedang memanjakan istrinya dengan mencium perutnya yang seperti lingkaran besar."S-sayang, kamu baik- baik saja kan di sana?" Sambil terus mengelus menciptakan gerakan memutar di perutnya yang tertutup pakaian. Kalimat ambigu itu membuat gemuruh kecil di hatinya, ia tidak tahu apakah kalimatnya barusan tertuju untuk janinnya atau suaminya.Lembaran bulu matanya terbuka, kepalanya yang berat mengantarkan sakit yang mengejutkan."Ahggghh.. sial, apa- apaan ini"Sakit yang menyengat bukan hanya
[FLASHBACK]"Liona, a-apa yang terjadi?"Gavin menatap khawatir pada sosok yang bergetar di depan pintu rumahnya. Jejak air mata di pipinya kini mengulas jejak baru dari bulir yang terus turun dari kelopak yang penuh air. "Na, siapa yang buat kamu kaya gini? Ayo masuk, kamu bisa cerita di dalam" Belum sampai tangan Gavin menggapai tangan di depannya, Liona tak bisa lagi menopang dirinya dan limbung ke dalam pelukan Gavin yang dengan sigap menangkapnya sehingga lantai tidak mengenai tubuh tak sadarkan diri itu."LIONA BANGUN NA.." Tubuh lemas Liona segera di pindahkan ke atas kasur milik Gavin di kamar utama. Ia tidak banyak berpikir untuk memilih kamar saat Liona pingsan di tangannya.Dengan cekatan ia segera memanggil dokter dan mengambil handuk basah untuk membersihkan area wajah dan lengan Liona."Bagaimana Dok? Apa dia baik- baik saja?" tanya Gavin, bergeser dari ujung tempat tidur ke samping wajah Liona yang masih senantiasa menutup matanya."Selamat Pak, istri bapak hamil. Di
"ARKA .. TIDAK..."Matanya otomatis terbuka, keringat dingin menuruni setiap kelenjar kulitnya. Dadanya turun naik menstabilkan pernafasannya yang terbatas. "Astaga Na, aku khawatir sama kamu" Gavin yang sedari tadi mencoba membangunkan Liona segera menangkap tubuh berkeringat itu ke pelukannya. "Kamu gakpapa?" Liona tak merespon, ia masih mencari kewarasan dengan mata liarnya. Arka datang padanya, dia yakin bertemu dengan Arka beberapa menit lalu."A-arka.. Gavin, dia- dia datang. Arka kecelakaan karena aku" Bibirnya kesulitan menata kalimat yang benar. Matanya penuh dengan air mata, membasahi kaos tipis milik Gavin yang sedang terdiam seperti batu. Dari mana Liona tahu semua ini, ia bahkan tidak mengatakan apapun tentang keadaan Arka saat Liona terakhir bertanya padanya."A-apa maksud kamu?" Gavin mendorong pelan tubuh dalam pelukannya untuk melihat mata berair itu yang sekarang malah tambah bertambah kacau."A-aku bertemu dia di mimpiku.. dia.."Liona berusaha mengatur pernapasa
"Terima kasih" Senyuman Gavin yang semula terpacu pada gadis kecilnya yang sedang bernyanyi di panggung kini beralih ke wajah menyenangkan di sampingnya. "Terima kasih sudah datang ke acara Keyla" tegas Liona lagi, ia bertepuk tangan di samping Gavin saat dari kejauhan Keyla telah selesai pentas dan berjalan ke arah mereka duduk."Kamu berterima kasih sama aku? Papanya?" ungkap Gavin tak percaya. "Ya, karna kamu sangat sibuk akhir- akhir ini jadi aku sangat berterima kasih" Gavin duduk miring untuk melihat wajah manis itu sepenuhnya, dengan jarak sedekat ini ia juga bisa melihat bahwa perut Liona kini sudah menggunung khas orang hamil yang tidak mengubah sedikitpun kecantikan dari wajah dan tubuhnya, Liona masih memukau meski sedang hamil seperti sekarang."Aku Papanya Na, sesibuk apapun aku pasti akan menyempatkan waktu untuk putriku. Justru aku yang harus berterima kasih sama kamu dengan apa yang sudah kamu beri ke Keyla. Kamu sangat menyayanginya seperti dia adalah anakmu, aku
"Mama bilang apa Sya?" Bily memecah keheningan di antara tarikan nafas berat di sampingnya."Kenapa dengan Arka?" Kini Liona angkat suara, tapi Tasya terlihat kesulitan menyusun kalimat yang tepat.Memangnya kenapa dengan suaminya, jelas dia pasti bahagia kembali bersama dengan mantan kekasihnya kan. Apalagi saat dirinya pergi, Arka bisa lebih leluasa kembali bersama tanpa ada penghalang, itulah yang coba Liona pikirkan untuk mengusir ke khawatirannya."Kakak di bawa ke rumah sakit lagi" terang Tasya yang bagai kilatan petir untuk Liona di sampingnya."Lagi? Apa maksudnya? A- arka sakit?" Liona tidak tahu kalimat itu ke luar begitu saja dari bibirnya, seperti semua serat di tubuhnya bekerja keras untuk melawan pikirannya sendiri, dia mulai khawatir saat ini."Itu yang mau aku bilang sama kamu Na, Kakak gak baik- baik aja selama kamu pergi. Dia sakit bahkan sampai kecelakaan-""Sya.." itu suara Bily yang menghentikan kalimat Tasya, lalu melihat Liona yang perlahan menekan jantungnya de
"Kamu mantan Liona kan?" Gavin menghentikan langkahnya, membalik tubuh tegapnya penuh ke arah wanita berambut coklat terang di belakangnya."Kamu lagi, selain arogan dan pemarah kamu juga ternyata suka mengusik kehidupan orang rupanya." balas Gavin masih di tempat."Apa itu adalah jawaban YA untuk pertanyaanku? Aku gak mungkin salah, kamu mantan Liona." senyum mencurigakan dengan alisnya yang tidak lagi presisi setelah yang satunya terangkat dengan sengaja."Aku punya penawaran yang bagus dan saling menguntungkan" Gavin tak tertarik dengan kalimat wanita yang sekarang menangkap langkahnya dengan berdiri di depan dirinya itu."Apa yang kamu mau? anakku menungguku di mobil." Sekali lagi Casie menghentikan langkah Gavin."Percaya padaku bahwa dalam hitungan hari mantanmu itu akan tersakiti, dan itulah saatnya kamu mengambil posisi untuk mendapatkan kembali hatinya. Lebih tepatnya, bawa dia jauh dari Arka, selamanya" kalimat terakhirnya sengaja ditekankan ke telinga Gavin yang merasa ke