"Sudah selesai mandi?" Arka melepas pegangan di ponselnya saat Liona ke luar memakai handuk berjenis kimono setelah sesi mandinya. Wajah lelah begitu transparan tercetak di wajah kecil istrinya yang kini sedang memilah pakaiannya untuk ia masukan ke dalam lemari sementara mereka tinggal di sini."Kamu kelelahan?"Tangan Arka yang meraih pinggang Liona membuatnya sedikit tersentak dengan gerakan yang tiba- tiba."I-iya" kemudian kembali melanjutkan aktifitasnya."Sepertinya aku memang sangat payah dalam bepergian, aku masih jet lag. Kepalaku juga pusing" Arka menekan lebih dekat tubuhnya untuk lebih meraup banyak aroma sabun mandi yang bercampur dengan aroma vanila yang memabukkan, hidungnya tenggelam di celah leher Liona menghirupnya dengan nyaman. Sampai pada suatu titik, Arka menggiring tubuh dalam pelukannya berjalan mundur sampai ke ranjang milik mereka berdua."A-apa?" Liona masih belum terbiasa dengan sikap suaminya yang sangat lengket akhir- akhir ini, hanya itu membuat jant
"Lucu seperti bayi"Kalimat itu spontan ke luar dari bibir Arka yang sedang mengamati wajah istrinya yang masih tertidur.Jarinya gemas menyentuh hidung yang lancip di hadapannya kemudian beralih ke bibir yang sedikit mengerucut karena rangsangan yang mengganggu tidurnya, Arka terkekeh melihat reaksi itu."Apa aku membuat kamu kelelahan sayang?" setelah mencuri ciuman kecilnya, Arka segera turun dari ranjang untuk membersihkan diri.Setelah hampir setengah jam, Arka selesai mandi dan masih melihat istrinya yang masih belum bergerak. Ia hanya tersenyum tanpa membangunkannya, tahu betul bahwa dialah yang membuat istrinya sangat kewalahan sampai tertidur selama ini. Oleh karena itu dirinya pergi ke dapur membiarkan sang istri untuk cukup tidur..."Maaf, bolehkan aku bertemu Liona? Aku- aku temannya dan aku khawatir karna aku tidak bisa menghubunginya beberapa hari ini. Apa dia ada di sini?" Resepsionis itu mengangguk samar menyelami setiap kalimat yang terlontar."Baik, tunggu sebentar
"Kamu gak keberatan kan kita pulang? Aku minta maaf"Liona memilih diam dan berkemas, apa dia kecewa? Tentu saja. Kenapa dia harus mengetahui mertuanya sakit dari orang yang begitu membuatnya iri dalam dunia ini, Casie sang mantan terindah dari suaminya. Kepala Liona berputar apakah di belakangnya Arka masih punya hubungan dengan wanita itu atau tidak, itu begitu menyiksa batinnya. Apalagi saat Liona ingat betul beberapa kali Arka sangat posesif pada ponsel miliknya. Liona yakin banyak hal yang ia tidak tahu tentang sesuatu yang ia belum siap mendengarnya."Biar aku bawa koper-""Aku bisa sendiri, lebih baik kita bergegas" timpal Liona dengan wajah yang tak ramah lalu segera ke luar menuju mobil sambil menyeret koper miliknya.Tak ada yang bicara di mobil, bahkan setelah mereka mendapatkan kursi pesawat pun belum ada yang memulai percakapan.Baiklah, lupakan kencan indah, pantai di malam romantis dengan bintang, semuanya bulshit dan Liona harus menelan semua kekecewaan itu dalam teng
"Kado apa yang kamu inginkan di hari anniversary pernikahan kita?" Arka mencium aroma sabun di leher belakang istrinya selagi bibirnya berucap mantra yang mengirim sensasi sihir ke kulit Liona."A-aku gak tahu" cicit Liona samar, sekali lagi nafas hangat di lehernya membuat semua perhatiannya kabur."Mmm kalau begitu, apa yang belum kamu punya? Kalung berlian?" Arka menebak, sambil memainkan kunci rambut Liona dan memutarnya dengan gerakan main- main."Kamu memberi itu satu bulan lalu Arka" jawab Liona enteng. "Kalau begitu mobil?"Dagunya yang runcing di simpan di bahu istrinya, Liona menikmati bagaimana ia bisa merasakan hangat tubuh Arka saat dada suaminya itu menempel di punggungnya, itu memberikan efek menenangkan."Sejak kapan kamu membiarkan aku pakai mobil? Motor aku aja nganggur di rumah kan." Liona memutar matanya, ingat betul saat suaminya begitu posesif pada dirinya."Oke.. oke, sekarang aku menyerah. Aku kehilangan akal untuk memberikan kamu kado. Aku memang orang yang t
"Aunty, kapan Papa pulang? Key kangen Papa"Liona mendekati makhluk mungil itu dan memeluknya pelan tanpa memberi tekanan pada tubuhnya yang kecil."Sabar ya sayang, nanti kita telpon Papa"Gadis kecil mengangguk setuju dan kembali bermain dengan bonekanya.Liona ke luar untuk menyiram tanaman di halaman depan rumah, ia tak sengaja melihat sesuatu yang membuat tangannya secara otomatis mengusap perutnya yang masih rata. Seorang wanita hamil dan pria yang ia tebak adalah suami dari wanita tersebut sedang memanjakan istrinya dengan mencium perutnya yang seperti lingkaran besar."S-sayang, kamu baik- baik saja kan di sana?" Sambil terus mengelus menciptakan gerakan memutar di perutnya yang tertutup pakaian. Kalimat ambigu itu membuat gemuruh kecil di hatinya, ia tidak tahu apakah kalimatnya barusan tertuju untuk janinnya atau suaminya.Lembaran bulu matanya terbuka, kepalanya yang berat mengantarkan sakit yang mengejutkan."Ahggghh.. sial, apa- apaan ini"Sakit yang menyengat bukan hanya
[FLASHBACK]"Liona, a-apa yang terjadi?"Gavin menatap khawatir pada sosok yang bergetar di depan pintu rumahnya. Jejak air mata di pipinya kini mengulas jejak baru dari bulir yang terus turun dari kelopak yang penuh air. "Na, siapa yang buat kamu kaya gini? Ayo masuk, kamu bisa cerita di dalam" Belum sampai tangan Gavin menggapai tangan di depannya, Liona tak bisa lagi menopang dirinya dan limbung ke dalam pelukan Gavin yang dengan sigap menangkapnya sehingga lantai tidak mengenai tubuh tak sadarkan diri itu."LIONA BANGUN NA.." Tubuh lemas Liona segera di pindahkan ke atas kasur milik Gavin di kamar utama. Ia tidak banyak berpikir untuk memilih kamar saat Liona pingsan di tangannya.Dengan cekatan ia segera memanggil dokter dan mengambil handuk basah untuk membersihkan area wajah dan lengan Liona."Bagaimana Dok? Apa dia baik- baik saja?" tanya Gavin, bergeser dari ujung tempat tidur ke samping wajah Liona yang masih senantiasa menutup matanya."Selamat Pak, istri bapak hamil. Di
"ARKA .. TIDAK..."Matanya otomatis terbuka, keringat dingin menuruni setiap kelenjar kulitnya. Dadanya turun naik menstabilkan pernafasannya yang terbatas. "Astaga Na, aku khawatir sama kamu" Gavin yang sedari tadi mencoba membangunkan Liona segera menangkap tubuh berkeringat itu ke pelukannya. "Kamu gakpapa?" Liona tak merespon, ia masih mencari kewarasan dengan mata liarnya. Arka datang padanya, dia yakin bertemu dengan Arka beberapa menit lalu."A-arka.. Gavin, dia- dia datang. Arka kecelakaan karena aku" Bibirnya kesulitan menata kalimat yang benar. Matanya penuh dengan air mata, membasahi kaos tipis milik Gavin yang sedang terdiam seperti batu. Dari mana Liona tahu semua ini, ia bahkan tidak mengatakan apapun tentang keadaan Arka saat Liona terakhir bertanya padanya."A-apa maksud kamu?" Gavin mendorong pelan tubuh dalam pelukannya untuk melihat mata berair itu yang sekarang malah tambah bertambah kacau."A-aku bertemu dia di mimpiku.. dia.."Liona berusaha mengatur pernapasa
"Terima kasih" Senyuman Gavin yang semula terpacu pada gadis kecilnya yang sedang bernyanyi di panggung kini beralih ke wajah menyenangkan di sampingnya. "Terima kasih sudah datang ke acara Keyla" tegas Liona lagi, ia bertepuk tangan di samping Gavin saat dari kejauhan Keyla telah selesai pentas dan berjalan ke arah mereka duduk."Kamu berterima kasih sama aku? Papanya?" ungkap Gavin tak percaya. "Ya, karna kamu sangat sibuk akhir- akhir ini jadi aku sangat berterima kasih" Gavin duduk miring untuk melihat wajah manis itu sepenuhnya, dengan jarak sedekat ini ia juga bisa melihat bahwa perut Liona kini sudah menggunung khas orang hamil yang tidak mengubah sedikitpun kecantikan dari wajah dan tubuhnya, Liona masih memukau meski sedang hamil seperti sekarang."Aku Papanya Na, sesibuk apapun aku pasti akan menyempatkan waktu untuk putriku. Justru aku yang harus berterima kasih sama kamu dengan apa yang sudah kamu beri ke Keyla. Kamu sangat menyayanginya seperti dia adalah anakmu, aku
"Cerai?" Kosa kata itu sangat berat ke luar dari mulut Liona."T-tapi kenapa Arka? A-aku melakukan kesalahan?" Liona seperti pengemis ulung yang memohon agar Arka menatap matanya untuk setidaknya bersuara. Tapi tidak, suaminya itu bahkan memalingkan wajahnya menghadap tembok."Apa kamu bosan denganku? A-apa--""Cukup" satu kata tidak membuat Liona berhenti mempertanyakan arti secarik kertas dalam genggamannya."Apa ada wanita lain? Apa kamu menyesal kita bersama? Kita--"Kalimat selanjutnya hanya menggantung di tenggorokan Liona setelah Arka menyumpal mulut itu dengan lidahnya. Ciuman itu membuat Liona pusing dan kewalahan, seakan isi mulutnya di jelajah dengan semua kehangatan. Ia perlu bicara lebih banyak tapi bibir Arka di bibirnya terasa begitu menggairahkan. Liona lumpuh oleh cumbuan suaminya. "Huhh hnggh" suara itu lolos dari celah bibirnya.Tapi, ada sesuatu yang salah dalam ciuman ini. Liona merasa pipinya mulai basah, tapi ia tidak menangis. Saat ia membuka matanya, ia me
"Arka, apa kamu serius?" Ini pertanyaan ke tiga kalinya dari Adit semenjak Arka menelponnya beberapa menit yang lalu."Kerjakan saja dan berikan padaku kalau sudah selesai" cengkraman di ponselnya kini semakin erat."Tapi--"Arka menutup sepihak panggilan telpon tanpa repot- repot mendengar kelanjutan dari suara asistennya.Ia mengusap wajahnya yang berkeringat, lalu berbalik menuju kamarnya dan Liona."Ar--""Vio sudah tidur?" Arka mendahului kalimat Liona yang menggantung di udara."Ya." Liona mengangguk meski Arka tak sedang melihatnya.Liona mengunyah bibir bawahnya saat merasa Arka tak akan melanjutkan kalimat apapun."Sayang, Adit bilang kamu belum sempat makan malam. Mau aku masak sesuatu sebelum tidur?" Liona bergerak selangkah lebih maju dan duduk di ujung kasur miliknya berdua."Aku lelah sekali, aku akan langsung tidur" Liona menatap jarinya yang tertaut di pangkuannya, ini lebih menakutkan melihat Arka menjadi pendiam seperti sekarang. Bahkan Arka tak bereaksi seperti bi
"DI MANA KALIAN SEMUA?! CEPAT DATANG!"Arka berteriak di seluruh ruangan, tanpa sadar bahwa tak ada orang lain selain pembantu rumah tangga yang baru saja datang baru- baru ini. Dirinya lupa bahwa itu adalah rumahnya dan Liona yang terisolasi, bukan di rumah Mamanya yang penuh dengan security."I-iya tuan." Melihat wanita paruh baya itu hanya membuat kemarahannya semakin meledak."SIALAN, CEPAT PANGGIL AMBULANCE!!"Dengan nafas yang sepuluh kali lebih cepat, wanita itu mengangkat gagang telpon dengan suara bergetar. Ia melakukan apa yang di minta tuannya."Akhh.. A- Arka.. S-sakit" Mata khawatir Arka jatuh kembali ke pangkuannya dimana sang istri yang tengah meringis memegangi perutnya membuat pria berbadan tegap itu kelimpungan."Sayang, bertahan sedikit lagi. Ambulance akan segera datang. Tolong sayang, bernafas dengan baik. Jangan panik, pegang tanganku. Aku akan ada di sampingmu. H-hanya tolong bertahan.." Arka menyuarakan kalimat terakhirnya dengan sedikit bergetar melihat kon
"A-apa yang terjadi Dokter, kenapa- k-kenapa dia menutup matanya?" Liona lolos masuk di antara celah tubuh yang berbaring dan Dokter di sampingnya. Gavin, sang mantan kekasih sekaligus jiwa penolongnya kemarin tengah terbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan kepala di perban, mata halusnya tertutup membuat Liona benar- benar ketakutan dengan pikirannya."Tenang nyonya, dia hanya tidur setelah lukanya di jahit. Semuanya baik- baik saja" Terdengar helaan nafas lega dari mulut Liona, ia mengelus dadanya sedikit merasa tenang. Dia tidak yakin lagi apa yang akan dia lakukan jika sesuatu terjadi dengan orang lain demi menyelamatkan dirinya."Terima kasih Dokter" kepalanya menunduk sopan, berterima kasih terhadap kerja keras Dokter yang menangani Gavin.Hatinya terus merasa bersalah, karena beberapa jam yang lalu dirinya bahkan hampir melupakan Gavin karena sibuk menangis di kamar suaminya yang juga sama- sama terluka."Aku selalu membuat orang- orang di sekitarku terluka, kenapa aku
Cekitttt... Pedal rem bergesekan dengan aspal di parkiran basement apartment."CASIE.. TUNGGU.." Gavin melakukan hal yang sama dengan mobilnya, ia memarkir dengan sembarang dan langsung mengejar wanita setengah mabuk itu yang tengah masuk ke dalam lift apartment."Dia gila, astaga" dia terus mengutuk sepanjang kakinya berlari. Setelah memutuskan untuk kembali ke Indonesia untuk mengurusi beberapa hal mengenai pekerjaannya, Gavin di datangi Casie yang menuntut padanya tentang dirinya yang di nilai tidak kompeten terhadap kesepakatan mereka. "Bagaimana kamu bisa membiarkan Arka membawa Liona? Kamu tahu aku sedang mencoba mendapat Arka kembali. Apa kamu lupa?" Kalimat itu yang terlempar dari bibir setengah mabuk wanita itu. Setidaknya sebelum dirinya hilang kendali saat Gavin menjelaskan tentang kehamilan Liona yang baru di ketahui oleh Casie."D-dia hamil? dia hamil anak Arka? Tidak. Tidak.. aku tidak akan membiarkan mereka bersama apapun yang terjadi, aku tidak rela. Liona mengamb
Lenguhan samar tak tertahankan saat sarafnya di ambil alih. Lidah Arka menjelajah ke area yang sudah di kenali, melesak mencari celah untuk menggedor kewarasan Liona yang sedang berperang dengan egonya."Aku.. rindu.. mendengar suaramu, jangan menahannya sayang.."Liona terus menggeliat sambil membungkam bibirnya dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya berusaha memberikan dorongan yang sama sekali tak berarti pada tubuh Arka yang menempel begitu mengikat."Keluarkan.. aku ingin mendengarnya.." Arka menggusur lidahnya semakin dalam, jarinya dengan tanpa di instruksi membantunya membuka jalan untuk membuka dua kancing baju Liona untuk memudahkan aksesnya sampai lidahnya bertemu dengan kedua puting yang merekah seakan siap menjadi hidangan."Hhnggghhh.. akhh..mmff" suara lenguhan dari bibir istrinya membuat Arka tersenyum di sela- sela aktifitas sedangkan Liona justru mengutuk diri karena jebol dari pertahanannya. Tubuhnya rindu dengan sentuhan hangat Arka yang memabukan. Gelen
Kepalanya menoleh ke jendela pesawat, ia tak peduli bahwa lehernya mungkin akan patah karena saking lamanya. Dirinya hanya tidak ingin melihat sosok yang duduk di sampingnya, kesal dan benci saling mendominasi di hatinya saat ini."Sayang.." Pria yang terduduk itu dengan leluasa menyentuh tangan yang mengepal di pangkuan istrinya, namun semua itu tak lain hanya mendapat penolakan dan menjatuhkan tangannya ke sisi lain.[Beberapa jam lalu di rumah Gavin]"Kalau kamu tidak ikut aku pulang sekarang maka aku akan membawa hal ini ke ranah hukum, kamu masti istriku secara sah" Liona mengunyah kulit pipi bagian dalam, menahan semua tekanan yang sedikit membuat nyalinya ciut. Gavin juga tidak menyalak seperti sebelumnya, kalimat Arka barusan cukup membuatnya berpikir ulang untuk menahan Liona untuk tinggal bersamanya."Tapi aku.. tapi aku tidak mau hidup denganmu lagi" cicit Liona meredam semua keinginannya untuk marah.Liona bersikeras untuk cerai, tapi jangan lupakan Arka yang akan jauh l
"Kamu mantan Liona kan?" Gavin menghentikan langkahnya, membalik tubuh tegapnya penuh ke arah wanita berambut coklat terang di belakangnya."Kamu lagi, selain arogan dan pemarah kamu juga ternyata suka mengusik kehidupan orang rupanya." balas Gavin masih di tempat."Apa itu adalah jawaban YA untuk pertanyaanku? Aku gak mungkin salah, kamu mantan Liona." senyum mencurigakan dengan alisnya yang tidak lagi presisi setelah yang satunya terangkat dengan sengaja."Aku punya penawaran yang bagus dan saling menguntungkan" Gavin tak tertarik dengan kalimat wanita yang sekarang menangkap langkahnya dengan berdiri di depan dirinya itu."Apa yang kamu mau? anakku menungguku di mobil." Sekali lagi Casie menghentikan langkah Gavin."Percaya padaku bahwa dalam hitungan hari mantanmu itu akan tersakiti, dan itulah saatnya kamu mengambil posisi untuk mendapatkan kembali hatinya. Lebih tepatnya, bawa dia jauh dari Arka, selamanya" kalimat terakhirnya sengaja ditekankan ke telinga Gavin yang merasa ke
"Mama bilang apa Sya?" Bily memecah keheningan di antara tarikan nafas berat di sampingnya."Kenapa dengan Arka?" Kini Liona angkat suara, tapi Tasya terlihat kesulitan menyusun kalimat yang tepat.Memangnya kenapa dengan suaminya, jelas dia pasti bahagia kembali bersama dengan mantan kekasihnya kan. Apalagi saat dirinya pergi, Arka bisa lebih leluasa kembali bersama tanpa ada penghalang, itulah yang coba Liona pikirkan untuk mengusir ke khawatirannya."Kakak di bawa ke rumah sakit lagi" terang Tasya yang bagai kilatan petir untuk Liona di sampingnya."Lagi? Apa maksudnya? A- arka sakit?" Liona tidak tahu kalimat itu ke luar begitu saja dari bibirnya, seperti semua serat di tubuhnya bekerja keras untuk melawan pikirannya sendiri, dia mulai khawatir saat ini."Itu yang mau aku bilang sama kamu Na, Kakak gak baik- baik aja selama kamu pergi. Dia sakit bahkan sampai kecelakaan-""Sya.." itu suara Bily yang menghentikan kalimat Tasya, lalu melihat Liona yang perlahan menekan jantungnya de