Seminggu sudah. Semuanya baik-baik saja. Damian tidak bersikap aneh seperti kemarin-kemarin. Hari ini, Damian mengajak Angel untuk menonton sebuah festival di sudut kota. Bahkan Damian sengaja membelikan sepasang baju couple untuk mereka berdua. Damian dengan kemeja biru dongkernya, dan Angel dengan blouse warna sama selutut lebih sedikit.
"Cantik." Angel menghentikan kegiatannya untuk memasangkan anting di telinga. Dia menoleh sudah ada Damian yang siap untuk mengajaknya segera pergi. Angel menatap dari ujung kaki sampai rambut Damian. Sangat berbeda. Terlebih rambutnya disisir ke atas memperlihatkan jidat paripurnanya. Damian menjentikkan jari saat Angel tidak berkedip sama sekali. Angel mengedipkan mata. Dia mengangkat dagu sebagai tanda sebuah tanya.
"Boleh saya pasangkan anting kamu?" pinta Damian. Laki-laki ini bertanya, tapi belum juga dijawab dia sudah mengambil anting di tangan kiri Angel. Angel terdiam, dia bahkan fokus
Angel memegang pipinya yang baru saja memanas akibat tamparan dari Paman Johnson. Siang ini, dia sudah berada di mansion mewah milik pamannya. Angel menoleh paksa, merasakan panasnya tamparan sang paman. Sungguh, mungkin saja pipinya sudah semerah tomat sekarang. Merah bukan karena malu, tetapi ngilu."Sudah tiga bulan Angel! Kamu baru berhasil membunuh Yura saja. Apa kamu tidak kasihan dengan orang tuamu yang dibunuh keluarga mereka?!" Paman sangat marah. Angel menunduk, tetap memegangi pipinya. Kedua mata gadis itu berkaca-kaca. Dia takut, ketika pamannya berteriak seperti ini."Dari awal Paman tidak pernah percaya kamu bis melakukan ini. Dengan entengnya kamu ber-iya-iya akan membunuh mereka. Tapi apa? Sampe sekarang nihil! Ibarat tong sampah yang masih bersih, belum dilempari telur busuk!"Angel tetap diam. Dia tidak mau membalas perkataan pamannya."Atau apa yang Paman pi
Berita meninggalnya Tuan Rajendra terdengar ke seluruh kota. Banyak kolega bisnis, reporter berdatangan memenuhi mansion. Suasana duka bertabur asa di dalam sana. Terlebih Lina, wanita itu sempat pingsan berkali-kali.Setelah pemakaman selesai. Seluruh keluarga berkumpul di ruang tamu seluas lapangan futsal itu. Angel, dia berdiri tidak melepas kacamatanya sejak tadi. Bibirnya berkedut, ingin tertawa kencang. Akhirnya dia bisa membunuh dua orang di sini. Namun, dia harus menahannya. Ini bukan waktu yang tepat.Di ruang tamu ini, Lina membuat semua orang terkejut. Tangannya melayang begitu saja ke pipi Ana dengan suara keras. Bahkan Angel bersuara kecil, seperti merasakan panas yang sama."Dasar menantu tidak tahu diuntungkan!" Lina menamparnya lagi. Ana terduduk, air matanya meluruh begitu saja.Sedang semua orang tak melepas pandangannya pada Lina dan Ana. Berbeda dengan Dami
Aneh, seminggu setelah insiden kematian Rajendra, Damian bersepakat untuk keluar dari mansion. Bahkan, ini lebih membingungkan Angel. Bingung dengan bagaimana rencana selanjutnya. Dendamnya belum terbalas semua. Damian memilih tinggal di apartemen yang Damian bangun sendiri. Wow, menakjubkan. Sudah kaya begini, tapi gila tahta.Angel menghela napas berat. Di dalam apartemen, yang begitu luasnya terdapat dua kamar. Angel tinggal di kamar bawah. Itu bukan kemauannya, ini mau Damian. Aneh kan? Biasanya dia ngotot ingin sekali sekamar bareng, maksudnya seranjang bersama. Namun ini? Dia mengatur semuanya.Yang lebih aneh lagi, kenapa Angel sulit tidur semalam? Seperti ada yang berbeda. Ketika kemarin-kemarin, ada yang sukarela menyelimutinya, mematikan AC untuknya, dan ini hanya khayalan Angel atau bukan, tetapi Angel rasa setiap mimpinya ada seseorang yang mengecup keningnya.Angel menaiki tangga. Dia yang
Minggu pagi, Angel mengelap keringat yang bercucuran di keningnya. Dia berada di taman, sedang maraton pagi. Semenjak tinggal di apartemen, Angel selalu bangun lebih awal. Bahkan dia juga yang memasak sarapan untuk dirinya juga Damian. Damian, laki-laki itu sendiri semakin terasa berbeda di mata Angel. Maksudnya, Damian semakin terlihat menyembunyikan sesuatu. Di dalam benak perempuan itu, apa Damian merencanakan suatu hal padanya? Kalau iya, maka Angel pasrah. Dirinya sudah tidak ada lagi rencana. Membunuh Damian di apartemennya sendiri? Mungkin ini jauh lebih sulit. Terlebih Damian adalah pion utama di sini.Beberapa hari yang lalu, Paman Johson bilang bahwa apartemen Damian begitu ketat. Bahkan ketika anak buahnya ingin meretas sandi untuk masuk dan memasang beberapa cctv atau bahkan mematikan cctv ketika mereka melanjutkan rencananya, mereka gagal. Paman Johson sendiri menyimpulkan, bahwa Damian juga orang pintar yang cukup sulit dibodohi.Angel memilih
Selesai mengisi perutnya, Damian berdiri dan menghampiri Pak Maman. Angel tidak berniat menguping, tetapi suara Damian berhasil ditangkap oleh pendengarannya."Pak, seperti biasa. Bungkus 10 ya. Jangan pedas," kata Damian. Angel ikut berdiri. Buburnya sudah habis, dia menghampiri Damian."Lo mau makan 10 bungkus sendiri? Hebat betul. Badan kaya gini makannya gotot!" sindir Angel. Damian menaikkan satu alisnya. Lalu menjawab, "Biar makin gede.""Apanya yang gede? Jawaban lo bikin ambigu tau!" Angel mengerutkan keningnya. Berkacak pinggang lalu mengeluarkan napas panjang."Kamu mikirnya negatif, makanya kamu kira saya semesum itu. Nanti ikut saya, ya.""Ke mana? Ungh, gue capek banget tau. Jalan terus dari tadi. Mana keringetan belum mandi. Mau ke mana si?""Kamu capek?" Angel mengangguk cepat. "ya udah saya gendong," kata Da
Angel mendudukkan dirinya di kursi goyang. Sambil memangku kepala dengan satu tangan. Dia begitu lelah, bahkan beberapa kali helaan napas berat dia keluarkan."Angel, kamu tidak mandi? Keringetan, nanti bau badan." Damian keluar dari kamar mandi. Laki-laki itu menyugar rambut basahnya tepat di wajah Angel. Membuat Angel berkedip-kedip terkena cipratan rambutnya. Angel mendengus. "Bisa nggak jangan di sini nganuin rambutnya?"Damian berhenti melakukannya. Lalu, dia mengerutkan kening. "Bahasa kamu ambigu. Saya berpikir ke hal yang bukan-bukan. Bagaimana, saya begitu tampan bukan?" Angel tertawa mendengarnya. Bahkan sampai terbahak-bahak. Menyeka air matanya yang menetes. Perutnya keram."Astaga, Damian. Lo berekspektasi jauh banget. Bahkan di mata gue lo cuma beleknya Taehyung," kata Angel."Taehyung. Laki-laki mana lagi dia? Ck, ck. Setelah dengan Gerald tidak ada kabar, kamu melaku
Angel berdiri menikmati semilir angin menerpa wajahnya. Dia menumpuk tangan di dada, memejamkan mata, lalu menghela napas panjang berkali-kali. Dia memilih untuk datang ke pantai malam-malam begini. Setelah Damian mengusirnya, dan itu membuat Angel merasakan nyeri di bagian dalam hatinya.Angin malam begitu dingin. Angel membuka matanya kembali, dia mengusap lengan untuk sekadar menghangatkan. Deru ombak, membasahi kakinya. Mungkin Angel rasa telapak kakinya sudah mengerut akibat air itu. Suasananya sepi, keadaan begitu gelap. Mungkin hanya ada pencahayaan lampu-lampu di seberang sana."Ma, Angel kangen banget sama mama. Sama papa juga. Angel tumbuh jadi gadis yang begitu jahat karena dendam, ma." Angel menjongkok. Dia memeluk lututnya yang perlahan menggigil. Tak terasa, buliran air jatuh dari matanya. Membasahi kulit pipi yang ikut dingin itu."Kenapa si, ma. Kenapa Angel hadepin hidup sesulit ini? Me
Angel terus saja merutuki dirinya yang tiba-tiba saja bersikap menjadi perempuan yang cemburu dengan suami. Padahal jika dibilang suami, Angel juga malas menghormatinya. Sejak tadi, yang dilakukan Angel hanya mondar-mandir sambil mengetuki dahinya. Bagaimana jika Damian pulang nanti? Apa yang akan dilakukan oleh Angel nanti? Alasan apa yang akan dirinya buat?Angel rasanya ingin tenggelam di Palung Mariana saja. Melihat balasan dari Damian yang sungguh memalukan itu, seolah sedang mengejeknya mentah-mentah. Sialan, sekali. Kalau saja Angel bisa menghapus ingatan seseorang seperti film duyung yang dirinya tonton. Sudah Angel lakukan sejak dulu. Namun, kembali. Dia hanya manusia biasa."Lebih baik gue pura-pura tidur. Lagi pula Damian kan langsung ke atas. Mana mungkin masuk ke kamar?" Angel berhenti. Dia bergumam sendirian. Lalu melihat jam yang ada di dinding. Sebentar lagi adalah waktu di mana Damian pulang. Tak menunggu lama, A