Selesai mengisi perutnya, Damian berdiri dan menghampiri Pak Maman. Angel tidak berniat menguping, tetapi suara Damian berhasil ditangkap oleh pendengarannya.
"Pak, seperti biasa. Bungkus 10 ya. Jangan pedas," kata Damian. Angel ikut berdiri. Buburnya sudah habis, dia menghampiri Damian.
"Lo mau makan 10 bungkus sendiri? Hebat betul. Badan kaya gini makannya gotot!" sindir Angel. Damian menaikkan satu alisnya. Lalu menjawab, "Biar makin gede."
"Apanya yang gede? Jawaban lo bikin ambigu tau!" Angel mengerutkan keningnya. Berkacak pinggang lalu mengeluarkan napas panjang.
"Kamu mikirnya negatif, makanya kamu kira saya semesum itu. Nanti ikut saya, ya."
"Ke mana? Ungh, gue capek banget tau. Jalan terus dari tadi. Mana keringetan belum mandi. Mau ke mana si?"
"Kamu capek?" Angel mengangguk cepat. "ya udah saya gendong," kata Da
Angel mendudukkan dirinya di kursi goyang. Sambil memangku kepala dengan satu tangan. Dia begitu lelah, bahkan beberapa kali helaan napas berat dia keluarkan."Angel, kamu tidak mandi? Keringetan, nanti bau badan." Damian keluar dari kamar mandi. Laki-laki itu menyugar rambut basahnya tepat di wajah Angel. Membuat Angel berkedip-kedip terkena cipratan rambutnya. Angel mendengus. "Bisa nggak jangan di sini nganuin rambutnya?"Damian berhenti melakukannya. Lalu, dia mengerutkan kening. "Bahasa kamu ambigu. Saya berpikir ke hal yang bukan-bukan. Bagaimana, saya begitu tampan bukan?" Angel tertawa mendengarnya. Bahkan sampai terbahak-bahak. Menyeka air matanya yang menetes. Perutnya keram."Astaga, Damian. Lo berekspektasi jauh banget. Bahkan di mata gue lo cuma beleknya Taehyung," kata Angel."Taehyung. Laki-laki mana lagi dia? Ck, ck. Setelah dengan Gerald tidak ada kabar, kamu melaku
Angel berdiri menikmati semilir angin menerpa wajahnya. Dia menumpuk tangan di dada, memejamkan mata, lalu menghela napas panjang berkali-kali. Dia memilih untuk datang ke pantai malam-malam begini. Setelah Damian mengusirnya, dan itu membuat Angel merasakan nyeri di bagian dalam hatinya.Angin malam begitu dingin. Angel membuka matanya kembali, dia mengusap lengan untuk sekadar menghangatkan. Deru ombak, membasahi kakinya. Mungkin Angel rasa telapak kakinya sudah mengerut akibat air itu. Suasananya sepi, keadaan begitu gelap. Mungkin hanya ada pencahayaan lampu-lampu di seberang sana."Ma, Angel kangen banget sama mama. Sama papa juga. Angel tumbuh jadi gadis yang begitu jahat karena dendam, ma." Angel menjongkok. Dia memeluk lututnya yang perlahan menggigil. Tak terasa, buliran air jatuh dari matanya. Membasahi kulit pipi yang ikut dingin itu."Kenapa si, ma. Kenapa Angel hadepin hidup sesulit ini? Me
Angel terus saja merutuki dirinya yang tiba-tiba saja bersikap menjadi perempuan yang cemburu dengan suami. Padahal jika dibilang suami, Angel juga malas menghormatinya. Sejak tadi, yang dilakukan Angel hanya mondar-mandir sambil mengetuki dahinya. Bagaimana jika Damian pulang nanti? Apa yang akan dilakukan oleh Angel nanti? Alasan apa yang akan dirinya buat?Angel rasanya ingin tenggelam di Palung Mariana saja. Melihat balasan dari Damian yang sungguh memalukan itu, seolah sedang mengejeknya mentah-mentah. Sialan, sekali. Kalau saja Angel bisa menghapus ingatan seseorang seperti film duyung yang dirinya tonton. Sudah Angel lakukan sejak dulu. Namun, kembali. Dia hanya manusia biasa."Lebih baik gue pura-pura tidur. Lagi pula Damian kan langsung ke atas. Mana mungkin masuk ke kamar?" Angel berhenti. Dia bergumam sendirian. Lalu melihat jam yang ada di dinding. Sebentar lagi adalah waktu di mana Damian pulang. Tak menunggu lama, A
"Apa yang kamu inginkan sebenarnya?" Damian berdiri, melipat kedua tangan sambil memandang serius seseorang di hadapannya. Ini untuk pertama kalinya Damian mengajaknya bertemu. Damian sebenarnya sedikit menyesal, kenapa tidak saat papanya masih hidup dia memberanikan diri untuk bertemu. Namun, mungkin ini memang sudah jalannya. Sekarang, mereka berdua dipertemukan.Seseorang di hadapan Damian mengenakan masker. Dari matanya tercetak jelas, jika orang itu tengah tersenyum penuh licik. Dia mengambil korek antiknya, lalu memutar-mutar dan menghidupkannya. Disulutnya api itu pada rokok yang ada di tangannya. "Kamu ingin tahu mau saya? Mau saya, kamu dan keluargamu seperti ini." Orang itu menjatuhkan rokok yang hidup, dan menginjaknya dengan tragis hingga hancur."Ingin menghancurkan saya?" Damian maju perlahan. Senyumnya penuh arti kebencian. Lalu menepuk pundak orang itu, "kamu tidak akan menghancurkan saya. Bahkan ketika akhir ceri
Angel merasakan ada seseorang di sampingnya. Perempuan itu menoleh. Seulas senyuman terpampang manis di wajahnya. Angel, menatap penuh lekat, cinta yang begitu tulus tanpa ujung untuk laki-laki di sampingnya ini. Iya, Damian. Suaminya, benar-benar mengganggu tidurnya. Bersembunyi di ceruk leher, sambil mengeratkan pelukannya. Angel merasa berat dan sesak sendiri karenanya.Angel bergerak sedikit pelan agar Damian tidak terbangun dari tidurnya. Sekarang Angel memilih untuk memiringkan tubuhnya. Dia sedikit geli saat melihat hidung Damian kembang kempis. Angel jadi ingin berniat jahil. Dia akhirnya duduk. Lalu menangkup pipi Damian dan mengecupnya dengan sweet."Sayang, jangan buat aku ingin melahap dirimu pagi ini." Damian menggeliat. Dia membuka mata, dan melihat Angel tertawa kecil karena aksinya baru saja."Semalam masih kurang kah?" tanya Angel. Nadanya terdengar menggoda
Angel menatap dirinya di depan kaca untuk saat ini. Tangannya tak henti memegang degup jantung yang terus mengencang sejak tadi. Ini aneh, dia pasti sedang sakit. Kenapa Angel berpikir dia akan mengakhiri semuanya? Dan jujur pada perasaannya sekarang, bahwa dia sudah terpikat cinta seorang Damian?Angel menggeleng. Dia memukuli kepalanya dengan sedikit tenaga. Sakit, tetapi membuatnya kembali sadar. Damian bukan sosok yang baik. Dia adalah iblis yang menyamar menjadi malaikat. Jangan sampai terbuai oleh senyuman piciknya, jangan sampai terbuai oleh wajah rupawan-nya, jangan sampai terlena dengan apapun yang bergantung dengannya. Jangan sampai!Angel memilih duduk. Dia menjambak rambutnya sendiri. Pikiran-pikiran itu terus mengganggunya. Sampai Angel tiba-tiba teringat oleh rencana Paman Johnson beberapa hari lalu. Waktu itu, mendengar rencana gila pamannya, Angel langsung memutuskan sambungan telepon. Entah kenapa, dia seperti me
"Damian, persediaan makanan habis. Padahal, gue lagi mood masak. Jadi, nggak masak nih gue?"Damian menutup koran paginya. Dia menatap Angel yang menatapnya santai. "Nggak masak, Dam," ulang Angel.Damian berdiri. Dia berkata sebelum pergi ke kamarnya, "Siap-siap. Kita ke pasar beli sayuran dan lainnya. Saya temani."Angel menghentakkan kakinya. Padahal tadi hanya alasannya saja. Dia mau Damian mengajaknya makan di luar. Eh, ini hanya ekspetasinya saja. Memang ya, laki-laki itu jarang ada yang peka.Angel lantas masuk ke dalam kamar untuk bersiap. Dia hanya menjepit rambutnya, dan ditutupi topi. Lalu, mengenakan jaket.Angel keluar. Dia menatap Damian yang sudah berganti baju. Padahal tadi dirinya mengenakan baju santai, sekarang dia mengenakan kemeja kotak-kotak panjang yang lengannya digulung sampai siku. Dia menyisir rambutnya ke atas, dan tentu m
Satu Minggu berlalu ....Angel baru saja masuk ke dalam apartemennya. Dia keluar untuk mencari suasana saja. Ya, minimal bisa menyesap beberapa batang rokok, tanpa ketahuan Damian. Sekarang, pikirannya sedang kacau. Terlebih lagi, dia hampir ditampar pamannya. Iya, Angel menemui pamannya sebelum mengakhiri untuk pergi ke cafe sebentar. Dia menolak mentah-mentah mau pamannya. Dia tidak bisa. Sungguh, padahal dia sudah memaki-maki dirinya sendiri. Namun, dia berakhir memilih kata hatinya. Angel berjalan gontai ke dapur. Seingatnya, Damian menyimpan beberapa minum beralkohol. Tidak tinggi, tetapi Angel bisa baikan setidaknya. Dia duduk di kursi, lalu membuka kaleng soda. Meminumnya perlahan, hingga tanpa sadar habis. Dia mengelap bibirnya. Lalu, melempar bekas kaleng tersebut ke kotak sampah. Perempuan itu menunduk. Wajahnya tertutup rambut yang ia gerai bebas. Apa dia sudah jatuh cinta dengan Damian? Musuhnya sendiri. Apa dia kalah sekarang? Angel menghela napas p