Angel terus saja merutuki dirinya yang tiba-tiba saja bersikap menjadi perempuan yang cemburu dengan suami. Padahal jika dibilang suami, Angel juga malas menghormatinya. Sejak tadi, yang dilakukan Angel hanya mondar-mandir sambil mengetuki dahinya. Bagaimana jika Damian pulang nanti? Apa yang akan dilakukan oleh Angel nanti? Alasan apa yang akan dirinya buat?
Angel rasanya ingin tenggelam di Palung Mariana saja. Melihat balasan dari Damian yang sungguh memalukan itu, seolah sedang mengejeknya mentah-mentah. Sialan, sekali. Kalau saja Angel bisa menghapus ingatan seseorang seperti film duyung yang dirinya tonton. Sudah Angel lakukan sejak dulu. Namun, kembali. Dia hanya manusia biasa.
"Lebih baik gue pura-pura tidur. Lagi pula Damian kan langsung ke atas. Mana mungkin masuk ke kamar?" Angel berhenti. Dia bergumam sendirian. Lalu melihat jam yang ada di dinding. Sebentar lagi adalah waktu di mana Damian pulang. Tak menunggu lama, A
"Apa yang kamu inginkan sebenarnya?" Damian berdiri, melipat kedua tangan sambil memandang serius seseorang di hadapannya. Ini untuk pertama kalinya Damian mengajaknya bertemu. Damian sebenarnya sedikit menyesal, kenapa tidak saat papanya masih hidup dia memberanikan diri untuk bertemu. Namun, mungkin ini memang sudah jalannya. Sekarang, mereka berdua dipertemukan.Seseorang di hadapan Damian mengenakan masker. Dari matanya tercetak jelas, jika orang itu tengah tersenyum penuh licik. Dia mengambil korek antiknya, lalu memutar-mutar dan menghidupkannya. Disulutnya api itu pada rokok yang ada di tangannya. "Kamu ingin tahu mau saya? Mau saya, kamu dan keluargamu seperti ini." Orang itu menjatuhkan rokok yang hidup, dan menginjaknya dengan tragis hingga hancur."Ingin menghancurkan saya?" Damian maju perlahan. Senyumnya penuh arti kebencian. Lalu menepuk pundak orang itu, "kamu tidak akan menghancurkan saya. Bahkan ketika akhir ceri
Angel merasakan ada seseorang di sampingnya. Perempuan itu menoleh. Seulas senyuman terpampang manis di wajahnya. Angel, menatap penuh lekat, cinta yang begitu tulus tanpa ujung untuk laki-laki di sampingnya ini. Iya, Damian. Suaminya, benar-benar mengganggu tidurnya. Bersembunyi di ceruk leher, sambil mengeratkan pelukannya. Angel merasa berat dan sesak sendiri karenanya.Angel bergerak sedikit pelan agar Damian tidak terbangun dari tidurnya. Sekarang Angel memilih untuk memiringkan tubuhnya. Dia sedikit geli saat melihat hidung Damian kembang kempis. Angel jadi ingin berniat jahil. Dia akhirnya duduk. Lalu menangkup pipi Damian dan mengecupnya dengan sweet."Sayang, jangan buat aku ingin melahap dirimu pagi ini." Damian menggeliat. Dia membuka mata, dan melihat Angel tertawa kecil karena aksinya baru saja."Semalam masih kurang kah?" tanya Angel. Nadanya terdengar menggoda
Angel menatap dirinya di depan kaca untuk saat ini. Tangannya tak henti memegang degup jantung yang terus mengencang sejak tadi. Ini aneh, dia pasti sedang sakit. Kenapa Angel berpikir dia akan mengakhiri semuanya? Dan jujur pada perasaannya sekarang, bahwa dia sudah terpikat cinta seorang Damian?Angel menggeleng. Dia memukuli kepalanya dengan sedikit tenaga. Sakit, tetapi membuatnya kembali sadar. Damian bukan sosok yang baik. Dia adalah iblis yang menyamar menjadi malaikat. Jangan sampai terbuai oleh senyuman piciknya, jangan sampai terbuai oleh wajah rupawan-nya, jangan sampai terlena dengan apapun yang bergantung dengannya. Jangan sampai!Angel memilih duduk. Dia menjambak rambutnya sendiri. Pikiran-pikiran itu terus mengganggunya. Sampai Angel tiba-tiba teringat oleh rencana Paman Johnson beberapa hari lalu. Waktu itu, mendengar rencana gila pamannya, Angel langsung memutuskan sambungan telepon. Entah kenapa, dia seperti me
"Damian, persediaan makanan habis. Padahal, gue lagi mood masak. Jadi, nggak masak nih gue?"Damian menutup koran paginya. Dia menatap Angel yang menatapnya santai. "Nggak masak, Dam," ulang Angel.Damian berdiri. Dia berkata sebelum pergi ke kamarnya, "Siap-siap. Kita ke pasar beli sayuran dan lainnya. Saya temani."Angel menghentakkan kakinya. Padahal tadi hanya alasannya saja. Dia mau Damian mengajaknya makan di luar. Eh, ini hanya ekspetasinya saja. Memang ya, laki-laki itu jarang ada yang peka.Angel lantas masuk ke dalam kamar untuk bersiap. Dia hanya menjepit rambutnya, dan ditutupi topi. Lalu, mengenakan jaket.Angel keluar. Dia menatap Damian yang sudah berganti baju. Padahal tadi dirinya mengenakan baju santai, sekarang dia mengenakan kemeja kotak-kotak panjang yang lengannya digulung sampai siku. Dia menyisir rambutnya ke atas, dan tentu m
Satu Minggu berlalu ....Angel baru saja masuk ke dalam apartemennya. Dia keluar untuk mencari suasana saja. Ya, minimal bisa menyesap beberapa batang rokok, tanpa ketahuan Damian. Sekarang, pikirannya sedang kacau. Terlebih lagi, dia hampir ditampar pamannya. Iya, Angel menemui pamannya sebelum mengakhiri untuk pergi ke cafe sebentar. Dia menolak mentah-mentah mau pamannya. Dia tidak bisa. Sungguh, padahal dia sudah memaki-maki dirinya sendiri. Namun, dia berakhir memilih kata hatinya. Angel berjalan gontai ke dapur. Seingatnya, Damian menyimpan beberapa minum beralkohol. Tidak tinggi, tetapi Angel bisa baikan setidaknya. Dia duduk di kursi, lalu membuka kaleng soda. Meminumnya perlahan, hingga tanpa sadar habis. Dia mengelap bibirnya. Lalu, melempar bekas kaleng tersebut ke kotak sampah. Perempuan itu menunduk. Wajahnya tertutup rambut yang ia gerai bebas. Apa dia sudah jatuh cinta dengan Damian? Musuhnya sendiri. Apa dia kalah sekarang? Angel menghela napas p
Sejak hari di mana mereka melakukan adegan itu, Angel menjadi lebih pendiam. Tepatnya, dia malu. Entah mau bertingkah bagaimana di depan Damian. Jujur ... Dia menyukainya. Bahkan kalau disuruh terus terang, Angel menginginkan sentuhan itu lagi.Angel menatap pintu kamar di depannya. Kamar yang terus membuat Angel penasaran akan isinya. Dia menggenggam erat perekam kecil yang ia ambil dari kancing baju Damian. Iya, Angel sengaja menaruhnya. Dia hanya ingin tahu apa yang sebenarnya tidak ia tahu. Paham tidak? Semacam, Damian itu susah ditebak, dan Angel ingin perlahan memecahkannya sendiri. Saat di mana Angel benar-benar memutuskan untuk tidak menghubungi pamannya lagi, sejak saat itulah Angel merasa ada ketakutan. Takut, jika suatu saat Damian tahu kekejamannya. Damian tahu siapa yang dinikahinya. Damian tahu segalanya. Dan sekarang, bukan lagi hanya Damian yang hancur. Namun, juga Angel.Angel menekan tombol sandi pintu itu. Kala
Dulu, ada sebuah kisah ular dan naga. Mereka sama, tetapi berbeda. Yang sama adalah ketika mereka lahir dan yang berbeda adalah ketika mereka hidup. Ular, dia lahir dan dipercaya banyak orang. Sedangkan naga, dia lahir, hidup dan ada benarnya, tetapi tidak dipercaya orang tentang kehadirannya.Sepertinya sekarang kisah itu ada lagi di kehidupan Damian. Sekarang Damian benar-benar dibuat mematung dengan apa yang dilihatnya sekarang. Dia sungguh tidak percaya. Sungguh sangat tidak percaya. Bahkan buku-buku tangannya bergetar. Jari-jari kakinya membungkuk. Menatap penuh lekat. Dia tidak percaya sekali lagi."Kenapa? Kaget?" Seseorang di hadapannya maju beberapa langkah hingga menyisakan satu jengkal di antara mereka."Siapa dirimu?" Suara Damian begitu dingin. Dia mundur ingin menjauh. Namun seseorang itu mencekal tangannya untuk tetap setia menatapnya."Saya Damian. Lalu, siapa dengan
Angel sudah menghabiskan tiga gelas alkoholnya. Dia datang ke tempat terkutuk ini sekali lagi setelah dulu menemui Gerald. Siapa sangka, Gerald kekasihnya ternyata pendusta yang hebat. Angel sudah memiliki firasat tidak enak saat Gerald tak kunjung memberinya kabar. Sekarang, Angel tahu sebabnya. Gerald ganti nomor. Ganti sosial media. Cukup mudah untuk Angel tahu. Dia sadar, ketika mantan temannya di Amerika me-repost status wa Gerald. Foto keduanya terlihat dekat. Dan kalian harus tahu. Yang paling parah di sini adalah ketika status Gerald dengan caption, 'My love' tidak lupa dengan emoticon love membuntutinya. Sangat menjijikan! Maksudnya apa?Angel me-reply status mantan temannya itu. Dia bertanya, ada hubungan apa dengan Gerald. Dan kalian harus tahu jawaban dari perempuan songong itu. Dia jawab, [Hi, Angel. Apa kabarmu? Maaf, setelah hubunganmu berakhir dengan Gerald. Laki-laki itu datang dan akan serius denganku] Dengan bahasa Inggris. Perempuan sia
Angelia. Di London namanya benar-benar sudah tidak disebut lagi oleh semua orang. Damian tidak pernah mendengarnya, Damian tidak pernah melihatnya. Bahkan, yang paling mengejutkan Damian. Ketika mengajak Delvira mengunjungi Skala, rumah itu sudah dikontrakkan oleh orang lain. Wanita itu benar-benar seperti orang yang tak sengaja bertemu di jalan. Damian bertanya pada Yolanda, pada teman-temannya yang lain. Nihil. Semua seolah menutup mulut. Layaknya mereka memang orang-orang yang tak saling mengenali.Sudah satu bulan, Damian menjalani kehidupannya yang baru bersama istri tercintanya—Delvira. Meski Delvira tidak seperti wanita di luaran sana, tetapi Damian begitu bangga. Setidaknya, Delvira tidak manja. Untuk memakaikan dasi, memberi nasi dan lauk di piring Damian, serta hal-hal sederhana lainnya masih ia lakukan sebagaimana istri sebenarnya. Satu bulan, pernikahannya, Damian dan Delvira belum berhubungan. Delvira menolak untuk melakukannya, lantaran dia b
Angel memandang surat gugatan cerai yang dirinya kirim pada Damian silam. Awalnya Damian yang bersikukuh untuk tidak menceraikannya, tetapi sekarang, justru menandatangani surat itu. Angel hancur. Apa ini balasan untuk wanita jahat sepertinya? Hidup dalam lubang kepedihan. Kalaupun iya, Angel berharap jangan bawa anak-anaknya. Jangan bawa Skala putra manisnya. Jangan bawa calon bayi mungilnya. Ini sungguh rumit. Tanpa alasan, tanpa penjelasan Damian benar-benar memutuskannya sepihak. Padahal Damian orang yang menyakinkan Angel jika mereka berdua harus memiliki kesempatan kedua. Memperbaiki keadaan. Menjalin hidup bahagia bersama buah hatinya.Hatinya remuk. Sama seperti dadanya yang sesak. Air matanya meluruh begitu saja, membasahi pipi mulusnya. Wajahnya kian pucat akibat hamil muda. Ditambah masalah begini, Angel rasanya ingin mati saja. Sejak di mana Damian mengusirnya mentah-mentah, Angel tak lagi bisa bertemu dengannya. Di kantor, Angel dihadang satpam. Di rumah, ger
Angel membocorkan haru pada alat tes kehamilan yang di genggamnya. Benar-benar tidak percaya jika dirinya akan hamil kembali. Tanpa sadar air jatuh begitu saja. Entah harus bagaimana entah bagaimana. Apa Tuhan ingin mereka memperbaiki keadaan. Di sela-selanya, Angel kabar kabar Damian. Sudah seminggu-laki itu tidak lagi film diri. Seperti hilang ditelan bumi. Malaikat benar-benar tidak tahu dengan perasaannya. Seperti dirinya itu plin-plan. ingin ingin segalanya. Namun sekarang melihat, melihat dirinya mengandung anak Damian kembali, Angel jadi membayangkan mau Damian kemarin. Mau Damian jika mereka memang harus diberi kesempatan untuk berulang kali lagi. Mengulangi hal-hal yang manis tanpa ada racun."Ibu! Apakah kamu baik-baik saja?" Malaikat sampai lupa, Skalanya untuk menunggu di luar sana. Angel melacak air matanya, lalu keluar dari kamar mandi.Dilihatnya bocah mungil itu, berdiri sambil mengemuti permen lolipop. Wajahnya merah kesal k
"Harusnya kamu tidak perlu beli ini semua untuk Skala, Mas." Angel membocorkan banyak sekali mainan yang baru dikirim oleh pekerja Damian. Angel sudah melarangnya. Namun, Damian itu kekeh. Dia tetap mau pada keinginannya untuk membeli Skala mainan yang banyak agar mendapat perhatian dari anak kecil itu—putranya sendiri."Angel, please. Beri saya kesempatan. Saya ingin menjalin hubungan baik dengan putra saya sendiri," balas Damian.Angel membocorkan Damian lekat. Tidak ada senyuman yang menghampiri dirinya. Lalu Angel bertanya, "Kenapa kamu bisa percaya kalau skala anak kamu? Bahkan kamu belum buktiin itu semua.""Tidak ada lagi yang perlu dibuktikan. Maaf, saya pernah hampir memaki. Saya begitu menyesal. Apa di sini sakit?" Damian menyentuh hati Angel. Malaikat hanya diam. Damian menatapnya dengan sendu, lalu memeluknya erat. "Beri saya kesempatan untuk memperbaiki semuanya.""Ja
Damian membuka matanya yang begitu terasa lengket. Dia masih mengantuk, tetapi cahaya matahari membuatnya harus bangun sekarang. Damian bangun. Kepalanya terasa begitu berat. Bahkan Damian memukul pelan kepalanya. Dia mengingat-ingat kejadian semalam. Saat sepenuhnya Damian sadar, laki-laki itu langsung berdiri dan berbalik menatap kasurnya.Ini bukan kasurnya? Benarkah dia ada di tempat Angelia? Seingat Damian, semalam dia pergi ke bar dan mabuk saat perjalanan pulang."Kalau Anda benar-benar tulus dengan Angelia. Saya akan memberi tahu di mana dia." Fanya akhirnya memberi peluang Damian untuk menebus kesalahannya."Ya, saya benar-benar tulus padanya," kata Damian.Fanya duduk. Dia menulis alamat di mana Angel tinggal selama ini. Lalu, Fanya memberikan sobekan kertas itu pada Damian. "Saya minta Bapak jaga Angelia. Ingat, Pak. Sesuatu yang salah tidak kemungkinan bisa dimaafkan. Sa
Damian tidak menerbitkan senyuman sependek pun pada pegawainya di kantor. Sejak dia masuk, dia hanya berjalan angkuh dan melirik begitu tajam pada mereka yang justru sibuk memandangi penampilannya. Cih, begitu membuat Damian risih."Maaf, Pak. Ada satu berkas yang dari kemarin belum Bapak tanda tangani juga. Berkas itu sangat penting. Jika Bapak tidak menandatangi segera, kantor ini akan kehilangan untung besar.""Kamu sedang mengajari saya?" Fanya terlonjak saat Damian bertanya padanya. Yang justru pertanyaannya, membuat Fanya ketakutan. Tatapan Damian seakan membunuhnya. Sialan. Jika bukan bosnya saja, Fanya sudah melemparkan tatapan yang sama. Melayangkan satu pasang sepatu yang dirinya pakai. Modal bos saja sombong sekali. Padahal dulu, banyak karyawan yang memujanya. Baik dari mana eh? Fanya bahkan akhir-akhir ini hanya dibentaknya saja."Ma-maaf, Pak. Saya hanya sekadar bicara. Kalau begitu ini be
Damian mengambil kertas yang sempat jatuh tadi. Tanpa basa-basi, dirinya langsung merobek habis hingga tidak tersisa. Damian tidak menginginkan ini.matanya basah, pipinya digenangi air. Hatinya sesak, mengapa dia juga menjadi orang yang menghancurkan segalanya? Dia jahat?Damian terduduk, mencengkeram kertas hancur itu dan berteriak. Wajahnya memerah, dia marah. Bukan kepada orang lain. dirinya sendiri yang begitu bodoh. Bahkan Damian berpikir dia seperti tidak punya akal.Damian segera mengambil ponselnya. Dia menelepon anak buahnya yang sampai sekarang tidak menemukan dua orang saja. Tidak mungkin Angel pergi jauh, atau keluar dari negara ini. Dia punya apa? Itu hanya sebatas asumsi Damian saja."Bagaimana? Sudah kalian temukan?" Damian bersuara sangat berat. Laki-laki itu memberikan waktu tiga hari lagi untuk menemukan Angelia juga Skala. Kalau sampai hari itu, belum juga ditemukan. Damian akan mencarinya send
"Asal kamu tahu. Anak yang kamu anggap tidak diinginkan ini. Anak kamu, Mas! Darah daging kamu sendiri!"Damian seperti dipukul palu yang begitu besar. Tubuhnya seakan tersengat listrik. Telinganya seakan tersumbat air yang diminta untuk mengulangi suaranya lagi agar jelas. Melihat Angelia yang berderai air mata, Damian enggan bergerak. Dia tetap diam, tubuhnya seperti membatu.Sementara, Angel. Napasnya tidak teratur, dia ikut marah saat anaknya disebut sebagai anak ... Angel tak kuasa mengingatnya lagi. Mendengarkannya lagi. Itu terlalu menyakitkan. Sungguh. Angel tidak bisa. Perempuan itu mengelap air matanya, lalu mengeratkan gendongannya pada Skala yang hanya diam saja. Mungkin, putranya itu dibayangi rasa kantuk meski sempat sadar akan percekcokan antara orang tuanya."Untuk apa aku di sini kalau tidak dihargai. Aku memang manusia penuh dosa, Tuan Damian. Tapi, apa dirimu juga bisa disebut manusia
Minggu pagi, Angelia mengajak Skala pergi ke gereja untuk beribadah. Cuacanya begitu cerah. Oleh karena itu, setelah dari gereja, Angel akan mengunjungi Yolanda.Angel berdoa begitu khusuk. Setiap minggunya selalu dengan doa yang sama. Meminta berkat Tuhan agar kehidupannya bahagia. Tidak ada lagi kesedihan. Berharap, Skala putranya bisa membuat Damian sadar dan kembali menjadi seperti dulu.Skala menatap Angel yang hanya diam saja sambil menautkan kedua tangannya. Hal itu dilakukan sama oleh Skala. Dia tidak tahu menahu soal ini, hanya memejamkan mata saja dan menggerakkan bibirnya."Skala." Angel sudah duduk sejajar dengannya. Skala membuka matanya, lalu mencium pipi Angel. "Mommy ngapain tadi?" tanya Skala."Berdoa. Bukankah Skala juga ikut berdoa tadi?"Skala menggeleng polos. "Tidak. Skala hanya ikut-ikutan mommy saja. Kalau begitu doa mommy apa?"&nbs