"Damian, persediaan makanan habis. Padahal, gue lagi mood masak. Jadi, nggak masak nih gue?"
Damian menutup koran paginya. Dia menatap Angel yang menatapnya santai. "Nggak masak, Dam," ulang Angel.
Damian berdiri. Dia berkata sebelum pergi ke kamarnya, "Siap-siap. Kita ke pasar beli sayuran dan lainnya. Saya temani."
Angel menghentakkan kakinya. Padahal tadi hanya alasannya saja. Dia mau Damian mengajaknya makan di luar. Eh, ini hanya ekspetasinya saja. Memang ya, laki-laki itu jarang ada yang peka.
Angel lantas masuk ke dalam kamar untuk bersiap. Dia hanya menjepit rambutnya, dan ditutupi topi. Lalu, mengenakan jaket.
Angel keluar. Dia menatap Damian yang sudah berganti baju. Padahal tadi dirinya mengenakan baju santai, sekarang dia mengenakan kemeja kotak-kotak panjang yang lengannya digulung sampai siku. Dia menyisir rambutnya ke atas, dan tentu m
Satu Minggu berlalu ....Angel baru saja masuk ke dalam apartemennya. Dia keluar untuk mencari suasana saja. Ya, minimal bisa menyesap beberapa batang rokok, tanpa ketahuan Damian. Sekarang, pikirannya sedang kacau. Terlebih lagi, dia hampir ditampar pamannya. Iya, Angel menemui pamannya sebelum mengakhiri untuk pergi ke cafe sebentar. Dia menolak mentah-mentah mau pamannya. Dia tidak bisa. Sungguh, padahal dia sudah memaki-maki dirinya sendiri. Namun, dia berakhir memilih kata hatinya. Angel berjalan gontai ke dapur. Seingatnya, Damian menyimpan beberapa minum beralkohol. Tidak tinggi, tetapi Angel bisa baikan setidaknya. Dia duduk di kursi, lalu membuka kaleng soda. Meminumnya perlahan, hingga tanpa sadar habis. Dia mengelap bibirnya. Lalu, melempar bekas kaleng tersebut ke kotak sampah. Perempuan itu menunduk. Wajahnya tertutup rambut yang ia gerai bebas. Apa dia sudah jatuh cinta dengan Damian? Musuhnya sendiri. Apa dia kalah sekarang? Angel menghela napas p
Sejak hari di mana mereka melakukan adegan itu, Angel menjadi lebih pendiam. Tepatnya, dia malu. Entah mau bertingkah bagaimana di depan Damian. Jujur ... Dia menyukainya. Bahkan kalau disuruh terus terang, Angel menginginkan sentuhan itu lagi.Angel menatap pintu kamar di depannya. Kamar yang terus membuat Angel penasaran akan isinya. Dia menggenggam erat perekam kecil yang ia ambil dari kancing baju Damian. Iya, Angel sengaja menaruhnya. Dia hanya ingin tahu apa yang sebenarnya tidak ia tahu. Paham tidak? Semacam, Damian itu susah ditebak, dan Angel ingin perlahan memecahkannya sendiri. Saat di mana Angel benar-benar memutuskan untuk tidak menghubungi pamannya lagi, sejak saat itulah Angel merasa ada ketakutan. Takut, jika suatu saat Damian tahu kekejamannya. Damian tahu siapa yang dinikahinya. Damian tahu segalanya. Dan sekarang, bukan lagi hanya Damian yang hancur. Namun, juga Angel.Angel menekan tombol sandi pintu itu. Kala
Dulu, ada sebuah kisah ular dan naga. Mereka sama, tetapi berbeda. Yang sama adalah ketika mereka lahir dan yang berbeda adalah ketika mereka hidup. Ular, dia lahir dan dipercaya banyak orang. Sedangkan naga, dia lahir, hidup dan ada benarnya, tetapi tidak dipercaya orang tentang kehadirannya.Sepertinya sekarang kisah itu ada lagi di kehidupan Damian. Sekarang Damian benar-benar dibuat mematung dengan apa yang dilihatnya sekarang. Dia sungguh tidak percaya. Sungguh sangat tidak percaya. Bahkan buku-buku tangannya bergetar. Jari-jari kakinya membungkuk. Menatap penuh lekat. Dia tidak percaya sekali lagi."Kenapa? Kaget?" Seseorang di hadapannya maju beberapa langkah hingga menyisakan satu jengkal di antara mereka."Siapa dirimu?" Suara Damian begitu dingin. Dia mundur ingin menjauh. Namun seseorang itu mencekal tangannya untuk tetap setia menatapnya."Saya Damian. Lalu, siapa dengan
Angel sudah menghabiskan tiga gelas alkoholnya. Dia datang ke tempat terkutuk ini sekali lagi setelah dulu menemui Gerald. Siapa sangka, Gerald kekasihnya ternyata pendusta yang hebat. Angel sudah memiliki firasat tidak enak saat Gerald tak kunjung memberinya kabar. Sekarang, Angel tahu sebabnya. Gerald ganti nomor. Ganti sosial media. Cukup mudah untuk Angel tahu. Dia sadar, ketika mantan temannya di Amerika me-repost status wa Gerald. Foto keduanya terlihat dekat. Dan kalian harus tahu. Yang paling parah di sini adalah ketika status Gerald dengan caption, 'My love' tidak lupa dengan emoticon love membuntutinya. Sangat menjijikan! Maksudnya apa?Angel me-reply status mantan temannya itu. Dia bertanya, ada hubungan apa dengan Gerald. Dan kalian harus tahu jawaban dari perempuan songong itu. Dia jawab, [Hi, Angel. Apa kabarmu? Maaf, setelah hubunganmu berakhir dengan Gerald. Laki-laki itu datang dan akan serius denganku] Dengan bahasa Inggris. Perempuan sia
Angel memilih untuk jalan pagi. Dia akan menemui Desember. Biarpun anak itu ngeselin, tetapi tak urung membuat Angel merasa rindu juga. Terlebih pada ocehannya yang begitu panjang tanpa jeda. Damian sudah pergi ke kantor pagi sekali. Dia bahkan tidak membangunkan Angel untuk sekadar pamit. Ya, baguslah. Angel bukan tipe orang yang sabar. Dia pasti marah jika diganggu saat tidur pulasnya.Angel mengeratkan genggaman tangannya pada plastik berisi ketoprak yang ia beli untuk anak-anak di sana. Tentu yang dirinya beli dari uang sendiri, bukan uang Damian."Desember!" Angel sedikit berteriak. Anak itu tengah berdiri di ujung peron stasiun. Desember, anak itu menoleh saat namanya disebut. Senyum terukir manis di wajahnya. Dia melambaikan tangan pada Angel."Wah Kak Angel ke sini. Naik apa?" Desember mulai bertanya-tanya. Angel menunjukkan plastik bawaannya lalu menggandeng pundak Desember. "Sarapan dulu yuk.
Damian baru saja keluar dari bandara. Dia menjemput seseorang. Masih ingat dengan Arabella? Iya, perempuan itu datang kembali ke Indonesia. Urusannya sudah selesai di Jepang. Damian tidak mau banyak komentar. Toh, Ara juga tidak mau menjawabnya betul-betul."Damian."Damian berdeham. Dia melirik pada pelaku yang baru saja memanggilnya. Ara menggaruk pipinya, sambil menyengir lebar."Kak Damian," ulangnya. Sekarang sopan."Iya, Ara. Kenapa?"Ara itu sepupu kesayangannya. Sejak kecil begitu dimanjakan oleh keluarga Rajendra. Bahkan kedekatan Ara dengan keluarga Rajendra tidak sedekat bersama keluarganya kalau dipikir-pikir. Begitu pun dengan keluarga Rajendra. Mereka semua begitu menyayangi Ara. Tidak ada satu pun yang tidak mengiyakan kemauan gadis kesayangannya itu."Eum, bagaimana sekarang?" Pertanyaan Ara mengundang ambigu untu
Damian berlarian di lorong rumah sakit. Tidak peduli pada siapapun yang ia dorong karena menghalangi jalannya. Bahkan Ara tertinggal jauh di belakang sana. Mendengar Angel kecelakaan, membuat darah Damian mendidih. Napasnya memburu, jantungnya berdebar tidak karuan.Sampai di tempat administrasi, Damian bertanya soal kecelakaan wanita yang baru saja terjadi. Pegawai itu memberi tahu jika Nona Angelia dirawat di ruang Lily.Damian segera menuju ke ruangan itu. Saat sampai, Damian berhenti di depan pintu. Tubuhnya bergetar. Rasanya dia lemah untuk masuk sekarang. Namun, dia juga ingin tahu keadaan Angel. Damian masuk, dan langsung menghampiri Angel.Di matanya, Angel tidur pulas. Bibirnya pucat, kepalanya diperban serta diberi bantuan oksigen. Dada Damian terhimpit sesak. "Angel, bagaimana ini bisa terjadi?" Damian mengusap kening Angel. Air matanya jatuh di pipi Angel. Dia begitu terpukul. Padahal kepergiannya
Damian memasuki kantornya dengan tergesa-gesa. Dia harus menemui Fara. Rekaman yang disembunyikan Fara mungkin akan menyelesaikan pertanyaan di otaknya. Sampai di kantor, Damian tidak bisa menemukan Fara. Laki-laki itu mengacak rambutnya. Di mana sekretarisnya itu?"Kamu tahu di mana Fara?" Damian bertanya pada salah satu pegawainya."Maaf, Pak. Bukankah Bapak yang datang dan menarik paksa Bu Fara untuk ikut dengan Bapak?"Damian tersentak mendengarnya. Dia saja baru datang. Mana mungkin dia memaksa Fara ikut dengannya? "Yang benar saja kamu. Saya baru datang," kata Damian."Benar, Pak. Tapi, anehnya kenapa Bapak berganti pakaian dengan cepat? Maksud saya, tadi Bapak memakai kemeja hitam dengan topi. Sekarang, kok sudah ganti pakai jas caramel?"Damian mengumpat. Sepertinya yang datang ke sini adalah kembarannya. Kenapa juga dengan wajah kembar harus