Damian memasuki kantornya dengan tergesa-gesa. Dia harus menemui Fara. Rekaman yang disembunyikan Fara mungkin akan menyelesaikan pertanyaan di otaknya. Sampai di kantor, Damian tidak bisa menemukan Fara. Laki-laki itu mengacak rambutnya. Di mana sekretarisnya itu?
"Kamu tahu di mana Fara?" Damian bertanya pada salah satu pegawainya.
"Maaf, Pak. Bukankah Bapak yang datang dan menarik paksa Bu Fara untuk ikut dengan Bapak?"
Damian tersentak mendengarnya. Dia saja baru datang. Mana mungkin dia memaksa Fara ikut dengannya? "Yang benar saja kamu. Saya baru datang," kata Damian.
"Benar, Pak. Tapi, anehnya kenapa Bapak berganti pakaian dengan cepat? Maksud saya, tadi Bapak memakai kemeja hitam dengan topi. Sekarang, kok sudah ganti pakai jas caramel?"
Damian mengumpat. Sepertinya yang datang ke sini adalah kembarannya. Kenapa juga dengan wajah kembar harus
Angel sudah sedikit membaik. Dia bahkan sedang menonton acara televisi. Sebenarnya, Angel begitu bosan berada di sini. Sejak kemarin, Damian tidak menemuinya. Ara sudah memberi tahu Damian padahal.Angel menghela napas panjang. Hari ini, tidak ada siapapun yang mampir untuk sekadar menemaninya di ruangan. Dia suntuk, sungguh. Ponselnya hilang pasca kecelakaan. Sekarang, tidak ada kegiatannya selain makan, nonton TV, dan istirahat. Bahkan untuk sekadar keluar menghirup udara segar saja Dokter belum memperbolehkannya.Angel mematikan tv-nya. Siaran itu membosankan. Hanya ada film India yang ditayangkan. Apa rumah sakit ini gemar menonton India? Padahal kalau ingin request, Angel ingin menonton Drama Korea.Saat pintu diketuk, Angel segera menoleh. Sudut bibirnya terangkat menggambarkan sebuah senyuman. Seseorang yang datang adalah seseorang yang dirinya tunggu ketika baru sadar kemarin. Laki-laki itu data
Mentari memperlihatkan jati dirinya. Bersinar tidak terlalu terang akibat tertutup embun pagi yang begitu dingin. Daun-daun saling lambai terbawa arus angin. Pagi ini, semua orang beraktivitas seperti biasa. Ada yang sekolah, bekerja, atau bahkan bermalas-malasan di rumah.Angelia. Sejak hari di mana Damian memutuskan hubungan dengannya, sejak saat itu juga hidupnya seperti bayi yang baru lahir. Dia harus menata kembali puzzle yang sudah berantakan untuk tertata rapi. Sudah dua Minggu, sekarang Angel memilih tinggal di London setelah menjual rumah, dan aset-asetnya di Indonesia. Angel dengar, pamannya dan Dami dijebloskan ke dalam penjara. Lalu, bibinya. Bibi yang begitu sayangnya dengan Angel, memilih bercerai dan meminta maaf perihal kediamannya sejak lama. Dia tertutup dengan cinta. Ah, Angel rasa sekarang tidak perlu saling menyalahkan. Angel juga salah di sini. Seharusnya, wanita berpendidikan seperti dirinya tahu, dan harus mencari kebenarannya terle
Angel melotot saat mendengar penuturan dokter baru saja. Sepulang dari kantor, Leon mengajaknya untuk makan siang. Namun, tiba-tiba Angel merasa mual dengan makanan yang dirinya pesan. Angel merasa pusing, sampai mereka pulang. Angel jatuh pingsan. Leon, terkejut saat melihat Angel limbung. Segera dia membawa Angel ke rumah sakit."Apa dok? S-saya hamil?" Angel berbicara terbata-bata. Diliriknya Leon, pria itu tak kalah terkejutnya. Iya, Angel tidak pernah memberi tahu soal dirinya pernah menikah. Mungkin Leon syok. Dan, oh, apa Leon akan memecatnya? Bahkan dia baru saja merasakan naik jabatan karena sekretaris Leon resign."Iya, Nona Angel. Anda hamil. Selamat ya. Kalian akan menjadi ayah dan ibu." Dokter tersebut tersenyum sambil memberikan selembar kertas pada Angel."Tapi, dok. Ini tidak mungkin. Saya tidak melakukan hal itu sebelumnya. Bagaimana saya bisa hamil?" Tentu Angel akan bertanya. Seingatn
Leon mendekap erat tubuh Angel dalam pelukannya. Jujur, Leon begitu terkejut dengan cerita yang dijelaskan Angel baru saja padanya. Namun, itu bukan total kesalahan Angel. Angel korban, dijebak, meskipun dia juga andil dalam kejahatan tersebut.Leon mengelusi lengan Angel. Berharap Angel berhenti menangis sekarang. Leon memang tidak ahli dekat dengan wanita. Namun, dia pernah dengar kalau wanita sedang bersedih. Tandanya butuh sebuah pelukan."Its okay, Angelia. Jangan sedih. Kau bukan penjahat utamanya di sini," kata Leon."Tapi, saya bersalah. Saya dosa sudah membunuh tiga orang. Tangan saja ini kotor, Pak. Pantas dia benar-benar memutuskan untuk berpisah dengan wanita ular seperti saya."Leon melepas pelukannya. Dia memegang pundak Angel dan menatapnya intens. "Dengar. Kalau kau ingin bersedih, silakan. Saya tidak melarangnya. Hanya saja, saya mohon. Bisakah untuk tidak menyalahkan diri
Hari libur. Itu artinya Yolanda tidak mengajar di sekolah. Sesuai kesepakatan mereka, akan membuka kedai bunganya sekarang. Syukurlah Yolanda sudah mengirim beberapa tukang kemarin untuk membuat atap kecil di depan. Serta menaruh rak-rak juga bunga-bunga yang dibeli.Angel sibuk mengelap kaca, vas-vas bunga. Sedang Yolanda disibukkan merangkai beberapa bunga yang akan dijual nanti.Ngomong-ngomong, beberapa hari lalu yang datang malam-malam itu Leon. Dia datang hanya untuk membawa jus alpukat. Padahal Angel tidak memintanya."Ngel, kalau aku mengajar. Kau tak apa kutinggal sendiri?" tanya Yolanda."Tidak apa-apa. Kenapa kau takut aku kenapa-kenapa eh?""Tidak, aku hanya bertanya.""Ya sudah."Mereka kembali menyibukkan diri. Sampai beberapa saat, ternyata membuka kedai bunga tidak seburuk yang mer
Angel mengetuk-ngetuk meja dengan tangannya. Dia bimbang, Leon mengajaknya untuk menjadi pasangan dalam menghadiri acara pernikahan partner bisnisnya. Bagaimana nanti pandangan orang tentang dirinya? Dia bukan siapa-siapa Leon. Dan kenapa Leon tetap kukuh mengajaknya? Padahal Angel juga sibuk untuk bunga-bunga yang akan dikirim di tempat pestanya nanti."Bagaimana Angel?" tanya Leon."Aku tidak yakin. Bagaimana kata orang nanti? Kita bukan suami istri. Lagi pula orang tahu kamu tidak memiliki kekasih," ujar Angel."Justru karena itu aku mengajakmu. Kamu tidak mengasihani diriku? Datang sendiri tanpa pasangan," kata Leon."Hem, tapi masih banyak wanita lain di sana. Mungkin saja mommy mu akan memilihkannya nanti.""Aku tidak mau. Bukankah sudah ku bilang, aku hanya ingin datang bersamamu." Leon bersikeras. Sampai Angel bingung bagaimana menolaknya ini
Leon semakin mempererat genggaman tangannya pada Angel. Angel, perempuan itu sedikit mendongak untuk melirik Leon. Leon juga sedang menatap Angel ternyata. Melihat Angel juga menatapnya, Leon tersenyum. Lalu mengangguk, meminta Angel untuk melangkah masuk."Kenapa semua melihat kita?" Angel berbisik pada Leon. Leon mendekati telinga Angel lalu berucap, "Mereka kagum denganku. Aku punya wanita cantik sepertimu.""Ih, aku tanya benar-benar. Kamu menjawabnya selalu buat aku salah tingkah.""Karena melihatmu salah tingkah aku suka. Gimana dong?""Tapi serius deh. Kenapa mereka melihat kita dengan begitu? Maksudku, bukan tatapan sinis sih, hanya saja aku tidak nyaman.""Mungkin mereka sedan bertanya-tanya. Aku mendapatkan bidadari cantik ini dari mana?" Angel sedikit menyenggol pinggang Leon. Lalu meliriknya dengan kesal. "Ah, bercanda mulu." 
Angel hanya diam saja sejak pulang dari pesta pernikahan. Leon beberapa kali meliriknya, tetapi tidak mendapat respon. Perempuan itu terlihat menunduk, bermain-main dengan tangannya."Angel."Angel menoleh pada Leon yang baru saja memanggilnya. Perempuan itu menaikkan satu alis sebagai tanda pertanyaan dari panggilannya."Are you okay?" tanya Leon. Angel tersenyum tipis. Dia mengangguk dan memegang tangan Leon yang tengah menyetir."Aku baik-baik saja. Kulihat kamu memerhatikan diriku sejak tadi. Ada apa? Padahal kamu sedang menyetir, Le," ujar Angel."Aku hanya khawatir kamu sedih soal di pesta tadi.""Untuk apa aku bersedih eh? Aku diam saja karena sedikit kedinginan." Angel mengusap-usap tangannya sendiri untuk menghangatkan."Kamu dingin? Kenapa tidak bilang. Ini pakai." Leon menyampirkan jasnya.&nb
Angelia. Di London namanya benar-benar sudah tidak disebut lagi oleh semua orang. Damian tidak pernah mendengarnya, Damian tidak pernah melihatnya. Bahkan, yang paling mengejutkan Damian. Ketika mengajak Delvira mengunjungi Skala, rumah itu sudah dikontrakkan oleh orang lain. Wanita itu benar-benar seperti orang yang tak sengaja bertemu di jalan. Damian bertanya pada Yolanda, pada teman-temannya yang lain. Nihil. Semua seolah menutup mulut. Layaknya mereka memang orang-orang yang tak saling mengenali.Sudah satu bulan, Damian menjalani kehidupannya yang baru bersama istri tercintanya—Delvira. Meski Delvira tidak seperti wanita di luaran sana, tetapi Damian begitu bangga. Setidaknya, Delvira tidak manja. Untuk memakaikan dasi, memberi nasi dan lauk di piring Damian, serta hal-hal sederhana lainnya masih ia lakukan sebagaimana istri sebenarnya. Satu bulan, pernikahannya, Damian dan Delvira belum berhubungan. Delvira menolak untuk melakukannya, lantaran dia b
Angel memandang surat gugatan cerai yang dirinya kirim pada Damian silam. Awalnya Damian yang bersikukuh untuk tidak menceraikannya, tetapi sekarang, justru menandatangani surat itu. Angel hancur. Apa ini balasan untuk wanita jahat sepertinya? Hidup dalam lubang kepedihan. Kalaupun iya, Angel berharap jangan bawa anak-anaknya. Jangan bawa Skala putra manisnya. Jangan bawa calon bayi mungilnya. Ini sungguh rumit. Tanpa alasan, tanpa penjelasan Damian benar-benar memutuskannya sepihak. Padahal Damian orang yang menyakinkan Angel jika mereka berdua harus memiliki kesempatan kedua. Memperbaiki keadaan. Menjalin hidup bahagia bersama buah hatinya.Hatinya remuk. Sama seperti dadanya yang sesak. Air matanya meluruh begitu saja, membasahi pipi mulusnya. Wajahnya kian pucat akibat hamil muda. Ditambah masalah begini, Angel rasanya ingin mati saja. Sejak di mana Damian mengusirnya mentah-mentah, Angel tak lagi bisa bertemu dengannya. Di kantor, Angel dihadang satpam. Di rumah, ger
Angel membocorkan haru pada alat tes kehamilan yang di genggamnya. Benar-benar tidak percaya jika dirinya akan hamil kembali. Tanpa sadar air jatuh begitu saja. Entah harus bagaimana entah bagaimana. Apa Tuhan ingin mereka memperbaiki keadaan. Di sela-selanya, Angel kabar kabar Damian. Sudah seminggu-laki itu tidak lagi film diri. Seperti hilang ditelan bumi. Malaikat benar-benar tidak tahu dengan perasaannya. Seperti dirinya itu plin-plan. ingin ingin segalanya. Namun sekarang melihat, melihat dirinya mengandung anak Damian kembali, Angel jadi membayangkan mau Damian kemarin. Mau Damian jika mereka memang harus diberi kesempatan untuk berulang kali lagi. Mengulangi hal-hal yang manis tanpa ada racun."Ibu! Apakah kamu baik-baik saja?" Malaikat sampai lupa, Skalanya untuk menunggu di luar sana. Angel melacak air matanya, lalu keluar dari kamar mandi.Dilihatnya bocah mungil itu, berdiri sambil mengemuti permen lolipop. Wajahnya merah kesal k
"Harusnya kamu tidak perlu beli ini semua untuk Skala, Mas." Angel membocorkan banyak sekali mainan yang baru dikirim oleh pekerja Damian. Angel sudah melarangnya. Namun, Damian itu kekeh. Dia tetap mau pada keinginannya untuk membeli Skala mainan yang banyak agar mendapat perhatian dari anak kecil itu—putranya sendiri."Angel, please. Beri saya kesempatan. Saya ingin menjalin hubungan baik dengan putra saya sendiri," balas Damian.Angel membocorkan Damian lekat. Tidak ada senyuman yang menghampiri dirinya. Lalu Angel bertanya, "Kenapa kamu bisa percaya kalau skala anak kamu? Bahkan kamu belum buktiin itu semua.""Tidak ada lagi yang perlu dibuktikan. Maaf, saya pernah hampir memaki. Saya begitu menyesal. Apa di sini sakit?" Damian menyentuh hati Angel. Malaikat hanya diam. Damian menatapnya dengan sendu, lalu memeluknya erat. "Beri saya kesempatan untuk memperbaiki semuanya.""Ja
Damian membuka matanya yang begitu terasa lengket. Dia masih mengantuk, tetapi cahaya matahari membuatnya harus bangun sekarang. Damian bangun. Kepalanya terasa begitu berat. Bahkan Damian memukul pelan kepalanya. Dia mengingat-ingat kejadian semalam. Saat sepenuhnya Damian sadar, laki-laki itu langsung berdiri dan berbalik menatap kasurnya.Ini bukan kasurnya? Benarkah dia ada di tempat Angelia? Seingat Damian, semalam dia pergi ke bar dan mabuk saat perjalanan pulang."Kalau Anda benar-benar tulus dengan Angelia. Saya akan memberi tahu di mana dia." Fanya akhirnya memberi peluang Damian untuk menebus kesalahannya."Ya, saya benar-benar tulus padanya," kata Damian.Fanya duduk. Dia menulis alamat di mana Angel tinggal selama ini. Lalu, Fanya memberikan sobekan kertas itu pada Damian. "Saya minta Bapak jaga Angelia. Ingat, Pak. Sesuatu yang salah tidak kemungkinan bisa dimaafkan. Sa
Damian tidak menerbitkan senyuman sependek pun pada pegawainya di kantor. Sejak dia masuk, dia hanya berjalan angkuh dan melirik begitu tajam pada mereka yang justru sibuk memandangi penampilannya. Cih, begitu membuat Damian risih."Maaf, Pak. Ada satu berkas yang dari kemarin belum Bapak tanda tangani juga. Berkas itu sangat penting. Jika Bapak tidak menandatangi segera, kantor ini akan kehilangan untung besar.""Kamu sedang mengajari saya?" Fanya terlonjak saat Damian bertanya padanya. Yang justru pertanyaannya, membuat Fanya ketakutan. Tatapan Damian seakan membunuhnya. Sialan. Jika bukan bosnya saja, Fanya sudah melemparkan tatapan yang sama. Melayangkan satu pasang sepatu yang dirinya pakai. Modal bos saja sombong sekali. Padahal dulu, banyak karyawan yang memujanya. Baik dari mana eh? Fanya bahkan akhir-akhir ini hanya dibentaknya saja."Ma-maaf, Pak. Saya hanya sekadar bicara. Kalau begitu ini be
Damian mengambil kertas yang sempat jatuh tadi. Tanpa basa-basi, dirinya langsung merobek habis hingga tidak tersisa. Damian tidak menginginkan ini.matanya basah, pipinya digenangi air. Hatinya sesak, mengapa dia juga menjadi orang yang menghancurkan segalanya? Dia jahat?Damian terduduk, mencengkeram kertas hancur itu dan berteriak. Wajahnya memerah, dia marah. Bukan kepada orang lain. dirinya sendiri yang begitu bodoh. Bahkan Damian berpikir dia seperti tidak punya akal.Damian segera mengambil ponselnya. Dia menelepon anak buahnya yang sampai sekarang tidak menemukan dua orang saja. Tidak mungkin Angel pergi jauh, atau keluar dari negara ini. Dia punya apa? Itu hanya sebatas asumsi Damian saja."Bagaimana? Sudah kalian temukan?" Damian bersuara sangat berat. Laki-laki itu memberikan waktu tiga hari lagi untuk menemukan Angelia juga Skala. Kalau sampai hari itu, belum juga ditemukan. Damian akan mencarinya send
"Asal kamu tahu. Anak yang kamu anggap tidak diinginkan ini. Anak kamu, Mas! Darah daging kamu sendiri!"Damian seperti dipukul palu yang begitu besar. Tubuhnya seakan tersengat listrik. Telinganya seakan tersumbat air yang diminta untuk mengulangi suaranya lagi agar jelas. Melihat Angelia yang berderai air mata, Damian enggan bergerak. Dia tetap diam, tubuhnya seperti membatu.Sementara, Angel. Napasnya tidak teratur, dia ikut marah saat anaknya disebut sebagai anak ... Angel tak kuasa mengingatnya lagi. Mendengarkannya lagi. Itu terlalu menyakitkan. Sungguh. Angel tidak bisa. Perempuan itu mengelap air matanya, lalu mengeratkan gendongannya pada Skala yang hanya diam saja. Mungkin, putranya itu dibayangi rasa kantuk meski sempat sadar akan percekcokan antara orang tuanya."Untuk apa aku di sini kalau tidak dihargai. Aku memang manusia penuh dosa, Tuan Damian. Tapi, apa dirimu juga bisa disebut manusia
Minggu pagi, Angelia mengajak Skala pergi ke gereja untuk beribadah. Cuacanya begitu cerah. Oleh karena itu, setelah dari gereja, Angel akan mengunjungi Yolanda.Angel berdoa begitu khusuk. Setiap minggunya selalu dengan doa yang sama. Meminta berkat Tuhan agar kehidupannya bahagia. Tidak ada lagi kesedihan. Berharap, Skala putranya bisa membuat Damian sadar dan kembali menjadi seperti dulu.Skala menatap Angel yang hanya diam saja sambil menautkan kedua tangannya. Hal itu dilakukan sama oleh Skala. Dia tidak tahu menahu soal ini, hanya memejamkan mata saja dan menggerakkan bibirnya."Skala." Angel sudah duduk sejajar dengannya. Skala membuka matanya, lalu mencium pipi Angel. "Mommy ngapain tadi?" tanya Skala."Berdoa. Bukankah Skala juga ikut berdoa tadi?"Skala menggeleng polos. "Tidak. Skala hanya ikut-ikutan mommy saja. Kalau begitu doa mommy apa?"&nbs