Leon semakin mempererat genggaman tangannya pada Angel. Angel, perempuan itu sedikit mendongak untuk melirik Leon. Leon juga sedang menatap Angel ternyata. Melihat Angel juga menatapnya, Leon tersenyum. Lalu mengangguk, meminta Angel untuk melangkah masuk.
"Kenapa semua melihat kita?" Angel berbisik pada Leon. Leon mendekati telinga Angel lalu berucap, "Mereka kagum denganku. Aku punya wanita cantik sepertimu."
"Ih, aku tanya benar-benar. Kamu menjawabnya selalu buat aku salah tingkah."
"Karena melihatmu salah tingkah aku suka. Gimana dong?"
"Tapi serius deh. Kenapa mereka melihat kita dengan begitu? Maksudku, bukan tatapan sinis sih, hanya saja aku tidak nyaman."
"Mungkin mereka sedan bertanya-tanya. Aku mendapatkan bidadari cantik ini dari mana?" Angel sedikit menyenggol pinggang Leon. Lalu meliriknya dengan kesal. "Ah, bercanda mulu."
 
Angel hanya diam saja sejak pulang dari pesta pernikahan. Leon beberapa kali meliriknya, tetapi tidak mendapat respon. Perempuan itu terlihat menunduk, bermain-main dengan tangannya."Angel."Angel menoleh pada Leon yang baru saja memanggilnya. Perempuan itu menaikkan satu alis sebagai tanda pertanyaan dari panggilannya."Are you okay?" tanya Leon. Angel tersenyum tipis. Dia mengangguk dan memegang tangan Leon yang tengah menyetir."Aku baik-baik saja. Kulihat kamu memerhatikan diriku sejak tadi. Ada apa? Padahal kamu sedang menyetir, Le," ujar Angel."Aku hanya khawatir kamu sedih soal di pesta tadi.""Untuk apa aku bersedih eh? Aku diam saja karena sedikit kedinginan." Angel mengusap-usap tangannya sendiri untuk menghangatkan."Kamu dingin? Kenapa tidak bilang. Ini pakai." Leon menyampirkan jasnya.&nb
Angel terkulai lemas akibat mual-mual yang dia alami. Wajahnya memucat, keringat bercucuran. Dia baru ingin melahap bubur ketan yang Yolanda beli di pasar. Namun, semuanya menjadi tidak selera di lidah Angel."Angel, istirahat saja. Aku akan berangkat sekolah. Kau bisa istirahat sembari menunggu pelanggan," kata Yolanda. Dia mengurut tengkuk Angel agar merasa baikan.Angel mengangguk. "Iya, nanti aku istirahat. Ya sudah pergilah. Ini sudah siang, kau bisa telat nanti. Guru itu cerminan muridnya. Kalau suka telat, muridnya bakal ikutan telat," cerocosnya."Iya, Angel. Ini mau berangkat. Ya sudah, aku berangkat ya. Hati-hati di rumah, sepertinya aku akan pulang terlambat nanti.""Its okay.""Oh, ya satu lagi. Kalau kau tidak bisa mengantar bunga, kau tolak saja," kata Yolanda."Mana bisa aku tolak rezeki? Lagi pula sekalian aku ola
Leonardo berlarian ke arah kantor Damian. Napasnya memburu, dia mengedarkan pandangan dan tidak melihat Angel. Leon menoleh ke kiri, sepeda bunga milik Angel ada di sana. Leon menghampirinya. Leon tidak juga menemukan Angel. Diteleponnya berkali-kali tidak juga tersambung."Permisi, Anda cari apa, Pak?" Satpam menghampiri Leon yang terlihat gelisah sejak tadi. Leon menoleh, lalu bertanya, "Pemilik sepeda ini ada di mana, Pak? Dia kekasihku.""Oh, wanita yang menabrak Pak Damian lalu dengan lancang bicara kasar tadi? Ah, dia tidak waras apa begitu berani dengan pemimpin baru kami."Lontaran tidak sopan dari satpam tersebut membuat Leon naik pitam. "Kurang ajar sekali dirimu menghina kekasihku! Kau tidak tahu siapa aku? Bahkan aku bisa membeli harga dirimu sekarang juga!"Satpam itu sedikit terkejut dengan ucapan Leon. Sebelumnya memang, dia tidak pernah bertemu Leon. "Memang An
Angel sangat gugup saat ini, Leon mengajaknya untuk berkenalan dengan keluarga Valenzo. Hal ini sudah Angel tolak sebelumnya. Namun, Leon terus saja mendesaknya untuk mengizinkan Leon menjemput nanti malam.Di dalam mobil, Angel terlihat gelisah. Leon menangkap kegelisahan Angel. Pria itu memegang tangan Angel lalu tersenyum begitu hangat berharap Angel merasa baikan. "Keluargaku tidak ada yang keturunan harimau. Jadi, mereka tidak akan menggigit dagingmu, Angel," kata Leon. Angel memukul tangan Leon yang memeganginya sejak tadi."Aku juga tidak berpikir sampai begitunya, Leon. Aku hanya gugup. Bagaimana jika aku tidak diterima dan diusir di sana? Lalu kamu disuruh masuk dan aku pulang sendiri? Aish aku tidak bisa membayangkan," kelakar Angel."Kalau begitu jangan membayangkannya. Kamu hanya boleh membayangkan hal-hal baik saja. Seperti ketika kamu datang, kamu akan dijadikan seperti tuan putri?""Itu terlalu berlebihan, Leon! Kamu selal
Angel melakukan jalan pagi. Kedai bunganya tutup sementara, karena persediaannya hanya tinggal sedikit. Harus menunggu pengiriman berlangsung. Yolanda sendiri, dia sebenarnya libur hari ini. Namun, seorang ibu dari muridnya meminta Yolanda untuk mengajarkannya di rumah. Ya bisa dibilang les privat.Udara pagi begitu segar. Angel bahkan menghirupnya dengan nikmat. Dia merentangkan tangannya, mengayunkannya perlahan. Pagi di London begitu dingin. Dia harus mengenakan sweater tebal dan sapu tangan.Di depan sana disediakan kursi panjang. Angel memilih untuk istirahat. Rasanya telapak kakinya begitu pegal. Dia meregangkan otot-otot kakinya.Seorang anak laki-laki menghampiri Angel. Dia duduk, lalu tanpa suara memberikan permen pada Angel. "Untuk Nona. Permen ini enak, tapi aku sudah mengunyahnya tiga. Gigiku bisa berlubang. Tersisa satu, ambilah," katanya. Angel tersenyum. Dia menerima pemberian permen itu.
"Kamu hamil?" Pertanyaan Damian membuat keduanya—Angel dan Yolanda terdiam saling pandang. Melihat kediaman mereka, Damian kembali bertanya dengan kerutan di keningnya."Kamu hamil?" ulangnya lagi.Damian yang tak kunjung mendapatkan jawabannya, pria itu tersenyum sinis sambil memandangi Angel dari bawah hingga atas. "Leon benar-benar berkuasa atas dirimu ternyata. See, setelah menghancurkan kehidupan saya, lalu pergi dan sekarang sudah berbadan dua dengan orang lain. Cih, murahan sekali." Dada Angel sesak mendengarnya. Dia tidak bersuara. Hanya memandangi Damian saja. Mendengar tuturan begitu kasar dari Damian, Yolanda ingin maju rasanya. Namun, Angel menahan tangannya. Yolanda menoleh dan Angel menggeleng pelan."Kenapa hanya diam? Kamu banyak berubah ya sekarang. Namun, di mata saya kamu akan tetap sama. Orang jahat. Oh salah, yang benar. Perempuan jahat!""Iya aku ja
Angel tidak menanggapi pesan tidak dikenal itu. Mungkin saja pesan itu hanya keisengan atau salah nomor. Namun, sikap tidak menanggapi Angel, membuatnya gelisah. Sebenarnya dia ingin sekali membalas pesan itu hanya sekadar menanyakan, ini siapa? Dan untuk apa mengajaknya bertemu? Tetapi Angel mengurungkannya. Dia hanya meread saja.Angel meletakkan ponselnya di nakas. Dia berbaring menatap langit-langit kamarnya. Angel membuang napas berat. Dia mengingat perkataan Damian yang terus mencekiknya perlahan."Angel, kau sudah tidur belum?" Yolanda mengetuk pintunya. Angel menoleh, lalu bergumam sedikit keras."Oh, aku buka pintunya ya? Aku belum mengantuk. Lagi pula aku ingin membicarakan sesuatu.""Ya sudah masuk, lalu katakan apa yang kau ingin bicarakan."Yolanda masuk. Kembali menutup pintunya, lalu melangkah pelan dan menaiki kasur Angel dengan keras
Damian menatap seseorang di depannya. Matanya menyorot elang, tanpa seulas senyum. Berbeda dengan pria di depannya itu. Dia tersenyum begitu menjijikkan menurut Damian, lalu menaikkan alisnya."Damian Rajendra. Ada apa kau ingin menemui ku?" tanyanya. Dia maju mendekati Damian."Apa urusanmu dengan perempuan itu?""Maksudmu Ang ... oh, perempuan itu. Dia sudah menghancurkan keluargaku!""Dengan mengenakan topeng kelinci dan menakutinya?""Ya, itu belum seberapa. Kenapa, kau pikir aku takut?""Silakan saja. Saya tidak peduli. Gadis itu memang pantas mendapatkannya," kata Damian."Well, kenapa kita tidak bekerja sama? Kau juga membencinya bukan?""Saya punya cara sendiri untuk membuatnya hancur.""Bagus, aku pikir kau akan menghalangi pekerjaanku." Pri