Damian menatap seseorang di depannya. Matanya menyorot elang, tanpa seulas senyum. Berbeda dengan pria di depannya itu. Dia tersenyum begitu menjijikkan menurut Damian, lalu menaikkan alisnya.
"Damian Rajendra. Ada apa kau ingin menemui ku?" tanyanya. Dia maju mendekati Damian.
"Apa urusanmu dengan perempuan itu?"
"Maksudmu Ang ... oh, perempuan itu. Dia sudah menghancurkan keluargaku!"
"Dengan mengenakan topeng kelinci dan menakutinya?"
"Ya, itu belum seberapa. Kenapa, kau pikir aku takut?"
"Silakan saja. Saya tidak peduli. Gadis itu memang pantas mendapatkannya," kata Damian.
"Well, kenapa kita tidak bekerja sama? Kau juga membencinya bukan?"
"Saya punya cara sendiri untuk membuatnya hancur."
"Bagus, aku pikir kau akan menghalangi pekerjaanku." Pri
Leon dan Angel memilih untuk berbicara di restoran yang tidak jauh dari butik. Mereka berdua memesan milk shake dengan kentang goreng. Angel tetap memilih diam tidak bersuara, menunggu Leon yang angkat bicara.Leon menyeruput minumannya. Dia memangku wajah, lalu berkata, "Bagaimana hari-hari mu saat ini Angel? Baik-baik saja, kan? Bagaimana dengan bayimu itu, tidak menyusahkan dirimu kan?"Angel tersenyum mendengar betapa cerewetnya Leon. Dia mengelus perutnya lalu menjawab, "Aku baik-baik saja, dan mungkin lebih baik karena ada kamu. Soal bayiku, dia benar-benar membuatku merasa kenikmatan dunia yang sesungguhnya.""Baguslah. Aku pikir kamu akan terbebani dengan pikiran-pikiran yang buruk," ujar Leon."Tidak ada, Le. Oh ya, kamu mau bicara soal apa?"Leon menghela napas berat. Dia menatap Angel dengan lekat. "Aku ... bagaimana jika kita tidak mengundang Damian saat menikah nanti?" tanya Leon. Angel mengerutkan keningn
Leon memainkan rubik. Senyumnya begitu puas saat melihat seseorang yang dia inginkan sengsara. Dibolak-balik rubik itu hingga sempurna. Selesai, dan ia hancurkan lalu dibanting."Kau sudah menghancurkan keluargaku Angelia. Hidupmu benar-benar harus kacau. Sama seperti rubik jelek itu!" Leon memaki. Lalu tertawa jahat.Dulu sekali, Leon berusia 20 tahun, masih tengah belajar mengkoordinir perusahaan terjadi permasalahan besar. Di mana Johnson Abraham melakukan pembunuhan yang sama, seperti keluarga Angel.Valenzo kehilangan sosok ayah dan ibunya. Maka dari itu, mulai di mana pembunuhan terjadi, Valenzo bersumpah untuk melakukan hal yang sama dengan keluarga Johnson.Dan sekarang waktunya. Valenzo dengar, Angel memiliki ikatan saudara dengan Johnson. Ini jauh lebih baik. Dengan datangnya Angel di negaranya, membuat sumpah mereka terselesaikan.Mulai da
Angel menatap Yolanda yang sudah berkemas untuk pulang ke Indonesia. Harusnya sudah seminggu yang lalu dia pulang, tetapi sekolahnya belum mengajukan libur dan Yolanda masih guru honorer. Jadi, ketika libur begini, Yolanda segera izin. Yolanda sudah mengajak Angel sebelumnya untuk pulang bersama. Namun, Angel menolak. Katanya Leon dan dirinya akan bertemu dan mempercepat hari pernikahannya. Yolanda merasa sedih, dia sahabatnya, tetapi sepertinya dia tidak bisa datang karena akan lama di sana. Terlebih dikabarkan ibunya sakit. Tentu Yolanda lebih memberatkan sana."Nda." Suara Angel memberhentikan aktivitas Yolanda yang melipat baju-bajunya. Perempuan itu menoleh, lalu menaikkan alisnya."Aku boleh tanya?" Angel terlalu basa-basi sepertinya. Yolanda hanya mengangguk saja."Soal kertas yang aku temui beberapa hari lalu. Maaf sebelumnya, aku belum cerita mengenai isi kertas itu. Namun, aku mencurigai dirim
Damian melempar satu batang rokok pada laki-laki di depannya. Dia cukup menunjukkan senyum menariknya. Saat tahu maksud dari laki-laki itu, Damian sedikit marah, sebab dia memang berjanji. Yang seharusnya menghancurkan Angel itu bukan orang lain, tetapi dia.Sebelum Damian datang ke London, anak buahnya yang mengikuti Angel pergi mengabari tentang ini. Jika Angel diterima di suatu perusahaan dan sedang dimata-matai. Leonardo Valenzo. Bos dari orang-orang yang disuruh untuk memantau Angel dari jauh.Sejak itu, Damian mengulik kehidupan Leon. Ternyata, pria itu punya niat terselubung di dalamnya. Damian mengepalkan tangan, dan berkata pada anak buahnya untuk menyiapkan waktu pergi ke London dan menetap di sana segera."Ada apa menemui diriku, Tuan Damian yang terhormat." Leon menyulut api rokoknya. Lalu mengepulkan asap. Damian juga sama. Dia tidak mau kalah"Tidak perlu basa-ba
Saat Damian ingin membuka kenop pintu, tangannya tertahan saat mendengar sesuatu yang terjatuh. Laki-laki itu menoleh, dan mendapati Angel jatuh pingsan tepat di mana dia merintih, tetapi tidak dipedulikan olehnya.Damian berbalik dan berjalan cepat mengarah ke Angel. Lalu duduk, menepuk pipi perempuan itu. "Angel, jangan akting. Saya tidak peduli dengan kamu. Bangun lah, kalau mau tidur, di kamarmu sendiri," kata Damian. Namun, Angel tidak bereaksi apapun. Perempuan itu hanya diam, dengan air mata yang masih basah di pipinya serta keringat yang bercucuran di dahinya. Melihat reaksi Angel yang hanya diam saja, jantung Damian berdegup kencang. Dia menepuk pipi Angel lebih keras, dan tetap tidak menghasilkan apa-apa."Angel, bangun ...." Tetap tidak ada balasan. Akhirnya Damian menggendong Angel, dia akan membawa perempuan itu ke rumah sakit. Sialan, seharusnya dia tidak peduli seperti ini. Kenapa hatinya tiba-tiba melunak melihat
Tubuh Angel menegang saat mendengar bisikan Damian yang begitu menyakitkan. Seolah-olah dirinya tidak ada harga diri bicara seperti itu. Angel mendorong Damian keras hingga jatuh. Dia menangis, lalu saat Damian berdiri dengan tatapan amarah, Angel dengan cepat menamparnya."Kamu pikir aku wanita apa, Damian?!"Damian memegangi pipinya yang panas akibat tamparan Angel. Dia tersenyum tipis, mengejek Angel, lalu dengan sigap memutar tangan Angel hingga berada di cengkraman nya. Angel ketakutan, sekarang Damian seperti devil yang tidak ia kenal sama sekali. Damian begitu kasar. Angel merintih sakit. Damian tidak peduli. Laki-laki itu mendekatkan bibirnya di telinga Angel. "Kamu bertanya soal keberadaan mu bukan, Angelia? Maka akan aku tunjukkan." Damian memutar tubuh Angel, lalu tanpa basa-basi menyerang bibir Angel.Angel memberontak. Dia terkejut, Damian melakukan begitu kasar hingga bibirnya berdarah. Angel menangis menjadi-jadi. Damian menatap
Semenjak Capella memilih untuk segera pulang dari apartemennya, sejak itu juga Damian hanya diam di ruang tamu. Dia berbaring, sembari menutupi wajahnya dengan tangan. Dia merasa tidak enak. Capella wanita yang baik. Memang seharusnya sejak awal, Damian tidak memberikan omongan atau janji-janji manis untuknya."Angelia!" Damian berteriak. Angel yang baru saja menyisir rambutnya, langsung berlari terburu-buru menghampiri Damian."Iya, Dam ... maksudku, Tuan. Ada apa?""Pijat tubuhku. Pegal sekali rasanya." Damian memunggungi Angel. Perempuan itu diam sejenak, lalu duduk di samping Damian.Angel gugup. Ini untuk pertama kalinya, sungguh dia benar-benar menyentuh Damian. "Pijat dengan sungguh-sungguh," kata Damian."Iya."Beberapa saat, setelah Angel lama memijat Damian. Laki-laki itu tertidur pulas. Angel tetap memijatnya. Namun, Angel sedikit miring untuk dapat melihat wajah Damian. Wajah yang kembali mengi
Damian menatap mamanya dan Ara yang sudah tiba di bandara. Memang, Lina meminta Damian untuk menjemputnya. Lina—wanita itu langsung memeluk putranya begitu erat. Senyumnya lebar, lalu Damian mendapatkan pelukan dari Ara."Damian, kabarmu baik kan di sini?" Lina mulai bertanya. Damian menggenggam tangan mamanya, lalu berjalan bersama."Damian baik, Ma. Mama sendiri gimana? Apa Ara merawat Mama dengan benar-benar?"Ara yang menjawabnya, "Ara kan anak yang baik, Kak. Tentu merawat mama dengan baik. Ya nggak, Ma?"Lina mengusap rambut Ara yang berjalan di sampingnya. "Iya, Ara anak yang baik.""Oh, iya, Ma. Hanya Mama yang datang ke sini?" tanya Damian."Iya, kakakmu sibuk. Tidak apa-apa, Mama juga tidak mau kamu repot nantinya. Mama datang ke sini saja sepertinya kami terlihat keberatan." Lina menggoda putranya sendiri. Damian mengg