Leonardo berlarian ke arah kantor Damian. Napasnya memburu, dia mengedarkan pandangan dan tidak melihat Angel. Leon menoleh ke kiri, sepeda bunga milik Angel ada di sana. Leon menghampirinya. Leon tidak juga menemukan Angel. Diteleponnya berkali-kali tidak juga tersambung.
"Permisi, Anda cari apa, Pak?" Satpam menghampiri Leon yang terlihat gelisah sejak tadi. Leon menoleh, lalu bertanya, "Pemilik sepeda ini ada di mana, Pak? Dia kekasihku."
"Oh, wanita yang menabrak Pak Damian lalu dengan lancang bicara kasar tadi? Ah, dia tidak waras apa begitu berani dengan pemimpin baru kami."
Lontaran tidak sopan dari satpam tersebut membuat Leon naik pitam. "Kurang ajar sekali dirimu menghina kekasihku! Kau tidak tahu siapa aku? Bahkan aku bisa membeli harga dirimu sekarang juga!"
Satpam itu sedikit terkejut dengan ucapan Leon. Sebelumnya memang, dia tidak pernah bertemu Leon. "Memang An
Angel sangat gugup saat ini, Leon mengajaknya untuk berkenalan dengan keluarga Valenzo. Hal ini sudah Angel tolak sebelumnya. Namun, Leon terus saja mendesaknya untuk mengizinkan Leon menjemput nanti malam.Di dalam mobil, Angel terlihat gelisah. Leon menangkap kegelisahan Angel. Pria itu memegang tangan Angel lalu tersenyum begitu hangat berharap Angel merasa baikan. "Keluargaku tidak ada yang keturunan harimau. Jadi, mereka tidak akan menggigit dagingmu, Angel," kata Leon. Angel memukul tangan Leon yang memeganginya sejak tadi."Aku juga tidak berpikir sampai begitunya, Leon. Aku hanya gugup. Bagaimana jika aku tidak diterima dan diusir di sana? Lalu kamu disuruh masuk dan aku pulang sendiri? Aish aku tidak bisa membayangkan," kelakar Angel."Kalau begitu jangan membayangkannya. Kamu hanya boleh membayangkan hal-hal baik saja. Seperti ketika kamu datang, kamu akan dijadikan seperti tuan putri?""Itu terlalu berlebihan, Leon! Kamu selal
Angel melakukan jalan pagi. Kedai bunganya tutup sementara, karena persediaannya hanya tinggal sedikit. Harus menunggu pengiriman berlangsung. Yolanda sendiri, dia sebenarnya libur hari ini. Namun, seorang ibu dari muridnya meminta Yolanda untuk mengajarkannya di rumah. Ya bisa dibilang les privat.Udara pagi begitu segar. Angel bahkan menghirupnya dengan nikmat. Dia merentangkan tangannya, mengayunkannya perlahan. Pagi di London begitu dingin. Dia harus mengenakan sweater tebal dan sapu tangan.Di depan sana disediakan kursi panjang. Angel memilih untuk istirahat. Rasanya telapak kakinya begitu pegal. Dia meregangkan otot-otot kakinya.Seorang anak laki-laki menghampiri Angel. Dia duduk, lalu tanpa suara memberikan permen pada Angel. "Untuk Nona. Permen ini enak, tapi aku sudah mengunyahnya tiga. Gigiku bisa berlubang. Tersisa satu, ambilah," katanya. Angel tersenyum. Dia menerima pemberian permen itu.
"Kamu hamil?" Pertanyaan Damian membuat keduanya—Angel dan Yolanda terdiam saling pandang. Melihat kediaman mereka, Damian kembali bertanya dengan kerutan di keningnya."Kamu hamil?" ulangnya lagi.Damian yang tak kunjung mendapatkan jawabannya, pria itu tersenyum sinis sambil memandangi Angel dari bawah hingga atas. "Leon benar-benar berkuasa atas dirimu ternyata. See, setelah menghancurkan kehidupan saya, lalu pergi dan sekarang sudah berbadan dua dengan orang lain. Cih, murahan sekali." Dada Angel sesak mendengarnya. Dia tidak bersuara. Hanya memandangi Damian saja. Mendengar tuturan begitu kasar dari Damian, Yolanda ingin maju rasanya. Namun, Angel menahan tangannya. Yolanda menoleh dan Angel menggeleng pelan."Kenapa hanya diam? Kamu banyak berubah ya sekarang. Namun, di mata saya kamu akan tetap sama. Orang jahat. Oh salah, yang benar. Perempuan jahat!""Iya aku ja
Angel tidak menanggapi pesan tidak dikenal itu. Mungkin saja pesan itu hanya keisengan atau salah nomor. Namun, sikap tidak menanggapi Angel, membuatnya gelisah. Sebenarnya dia ingin sekali membalas pesan itu hanya sekadar menanyakan, ini siapa? Dan untuk apa mengajaknya bertemu? Tetapi Angel mengurungkannya. Dia hanya meread saja.Angel meletakkan ponselnya di nakas. Dia berbaring menatap langit-langit kamarnya. Angel membuang napas berat. Dia mengingat perkataan Damian yang terus mencekiknya perlahan."Angel, kau sudah tidur belum?" Yolanda mengetuk pintunya. Angel menoleh, lalu bergumam sedikit keras."Oh, aku buka pintunya ya? Aku belum mengantuk. Lagi pula aku ingin membicarakan sesuatu.""Ya sudah masuk, lalu katakan apa yang kau ingin bicarakan."Yolanda masuk. Kembali menutup pintunya, lalu melangkah pelan dan menaiki kasur Angel dengan keras
Damian menatap seseorang di depannya. Matanya menyorot elang, tanpa seulas senyum. Berbeda dengan pria di depannya itu. Dia tersenyum begitu menjijikkan menurut Damian, lalu menaikkan alisnya."Damian Rajendra. Ada apa kau ingin menemui ku?" tanyanya. Dia maju mendekati Damian."Apa urusanmu dengan perempuan itu?""Maksudmu Ang ... oh, perempuan itu. Dia sudah menghancurkan keluargaku!""Dengan mengenakan topeng kelinci dan menakutinya?""Ya, itu belum seberapa. Kenapa, kau pikir aku takut?""Silakan saja. Saya tidak peduli. Gadis itu memang pantas mendapatkannya," kata Damian."Well, kenapa kita tidak bekerja sama? Kau juga membencinya bukan?""Saya punya cara sendiri untuk membuatnya hancur.""Bagus, aku pikir kau akan menghalangi pekerjaanku." Pri
Leon dan Angel memilih untuk berbicara di restoran yang tidak jauh dari butik. Mereka berdua memesan milk shake dengan kentang goreng. Angel tetap memilih diam tidak bersuara, menunggu Leon yang angkat bicara.Leon menyeruput minumannya. Dia memangku wajah, lalu berkata, "Bagaimana hari-hari mu saat ini Angel? Baik-baik saja, kan? Bagaimana dengan bayimu itu, tidak menyusahkan dirimu kan?"Angel tersenyum mendengar betapa cerewetnya Leon. Dia mengelus perutnya lalu menjawab, "Aku baik-baik saja, dan mungkin lebih baik karena ada kamu. Soal bayiku, dia benar-benar membuatku merasa kenikmatan dunia yang sesungguhnya.""Baguslah. Aku pikir kamu akan terbebani dengan pikiran-pikiran yang buruk," ujar Leon."Tidak ada, Le. Oh ya, kamu mau bicara soal apa?"Leon menghela napas berat. Dia menatap Angel dengan lekat. "Aku ... bagaimana jika kita tidak mengundang Damian saat menikah nanti?" tanya Leon. Angel mengerutkan keningn
Leon memainkan rubik. Senyumnya begitu puas saat melihat seseorang yang dia inginkan sengsara. Dibolak-balik rubik itu hingga sempurna. Selesai, dan ia hancurkan lalu dibanting."Kau sudah menghancurkan keluargaku Angelia. Hidupmu benar-benar harus kacau. Sama seperti rubik jelek itu!" Leon memaki. Lalu tertawa jahat.Dulu sekali, Leon berusia 20 tahun, masih tengah belajar mengkoordinir perusahaan terjadi permasalahan besar. Di mana Johnson Abraham melakukan pembunuhan yang sama, seperti keluarga Angel.Valenzo kehilangan sosok ayah dan ibunya. Maka dari itu, mulai di mana pembunuhan terjadi, Valenzo bersumpah untuk melakukan hal yang sama dengan keluarga Johnson.Dan sekarang waktunya. Valenzo dengar, Angel memiliki ikatan saudara dengan Johnson. Ini jauh lebih baik. Dengan datangnya Angel di negaranya, membuat sumpah mereka terselesaikan.Mulai da
Angel menatap Yolanda yang sudah berkemas untuk pulang ke Indonesia. Harusnya sudah seminggu yang lalu dia pulang, tetapi sekolahnya belum mengajukan libur dan Yolanda masih guru honorer. Jadi, ketika libur begini, Yolanda segera izin. Yolanda sudah mengajak Angel sebelumnya untuk pulang bersama. Namun, Angel menolak. Katanya Leon dan dirinya akan bertemu dan mempercepat hari pernikahannya. Yolanda merasa sedih, dia sahabatnya, tetapi sepertinya dia tidak bisa datang karena akan lama di sana. Terlebih dikabarkan ibunya sakit. Tentu Yolanda lebih memberatkan sana."Nda." Suara Angel memberhentikan aktivitas Yolanda yang melipat baju-bajunya. Perempuan itu menoleh, lalu menaikkan alisnya."Aku boleh tanya?" Angel terlalu basa-basi sepertinya. Yolanda hanya mengangguk saja."Soal kertas yang aku temui beberapa hari lalu. Maaf sebelumnya, aku belum cerita mengenai isi kertas itu. Namun, aku mencurigai dirim