Angel memilih untuk jalan pagi. Dia akan menemui Desember. Biarpun anak itu ngeselin, tetapi tak urung membuat Angel merasa rindu juga. Terlebih pada ocehannya yang begitu panjang tanpa jeda. Damian sudah pergi ke kantor pagi sekali. Dia bahkan tidak membangunkan Angel untuk sekadar pamit. Ya, baguslah. Angel bukan tipe orang yang sabar. Dia pasti marah jika diganggu saat tidur pulasnya.
Angel mengeratkan genggaman tangannya pada plastik berisi ketoprak yang ia beli untuk anak-anak di sana. Tentu yang dirinya beli dari uang sendiri, bukan uang Damian.
"Desember!" Angel sedikit berteriak. Anak itu tengah berdiri di ujung peron stasiun. Desember, anak itu menoleh saat namanya disebut. Senyum terukir manis di wajahnya. Dia melambaikan tangan pada Angel.
"Wah Kak Angel ke sini. Naik apa?" Desember mulai bertanya-tanya. Angel menunjukkan plastik bawaannya lalu menggandeng pundak Desember. "Sarapan dulu yuk.
Damian baru saja keluar dari bandara. Dia menjemput seseorang. Masih ingat dengan Arabella? Iya, perempuan itu datang kembali ke Indonesia. Urusannya sudah selesai di Jepang. Damian tidak mau banyak komentar. Toh, Ara juga tidak mau menjawabnya betul-betul."Damian."Damian berdeham. Dia melirik pada pelaku yang baru saja memanggilnya. Ara menggaruk pipinya, sambil menyengir lebar."Kak Damian," ulangnya. Sekarang sopan."Iya, Ara. Kenapa?"Ara itu sepupu kesayangannya. Sejak kecil begitu dimanjakan oleh keluarga Rajendra. Bahkan kedekatan Ara dengan keluarga Rajendra tidak sedekat bersama keluarganya kalau dipikir-pikir. Begitu pun dengan keluarga Rajendra. Mereka semua begitu menyayangi Ara. Tidak ada satu pun yang tidak mengiyakan kemauan gadis kesayangannya itu."Eum, bagaimana sekarang?" Pertanyaan Ara mengundang ambigu untu
Damian berlarian di lorong rumah sakit. Tidak peduli pada siapapun yang ia dorong karena menghalangi jalannya. Bahkan Ara tertinggal jauh di belakang sana. Mendengar Angel kecelakaan, membuat darah Damian mendidih. Napasnya memburu, jantungnya berdebar tidak karuan.Sampai di tempat administrasi, Damian bertanya soal kecelakaan wanita yang baru saja terjadi. Pegawai itu memberi tahu jika Nona Angelia dirawat di ruang Lily.Damian segera menuju ke ruangan itu. Saat sampai, Damian berhenti di depan pintu. Tubuhnya bergetar. Rasanya dia lemah untuk masuk sekarang. Namun, dia juga ingin tahu keadaan Angel. Damian masuk, dan langsung menghampiri Angel.Di matanya, Angel tidur pulas. Bibirnya pucat, kepalanya diperban serta diberi bantuan oksigen. Dada Damian terhimpit sesak. "Angel, bagaimana ini bisa terjadi?" Damian mengusap kening Angel. Air matanya jatuh di pipi Angel. Dia begitu terpukul. Padahal kepergiannya
Damian memasuki kantornya dengan tergesa-gesa. Dia harus menemui Fara. Rekaman yang disembunyikan Fara mungkin akan menyelesaikan pertanyaan di otaknya. Sampai di kantor, Damian tidak bisa menemukan Fara. Laki-laki itu mengacak rambutnya. Di mana sekretarisnya itu?"Kamu tahu di mana Fara?" Damian bertanya pada salah satu pegawainya."Maaf, Pak. Bukankah Bapak yang datang dan menarik paksa Bu Fara untuk ikut dengan Bapak?"Damian tersentak mendengarnya. Dia saja baru datang. Mana mungkin dia memaksa Fara ikut dengannya? "Yang benar saja kamu. Saya baru datang," kata Damian."Benar, Pak. Tapi, anehnya kenapa Bapak berganti pakaian dengan cepat? Maksud saya, tadi Bapak memakai kemeja hitam dengan topi. Sekarang, kok sudah ganti pakai jas caramel?"Damian mengumpat. Sepertinya yang datang ke sini adalah kembarannya. Kenapa juga dengan wajah kembar harus
Angel sudah sedikit membaik. Dia bahkan sedang menonton acara televisi. Sebenarnya, Angel begitu bosan berada di sini. Sejak kemarin, Damian tidak menemuinya. Ara sudah memberi tahu Damian padahal.Angel menghela napas panjang. Hari ini, tidak ada siapapun yang mampir untuk sekadar menemaninya di ruangan. Dia suntuk, sungguh. Ponselnya hilang pasca kecelakaan. Sekarang, tidak ada kegiatannya selain makan, nonton TV, dan istirahat. Bahkan untuk sekadar keluar menghirup udara segar saja Dokter belum memperbolehkannya.Angel mematikan tv-nya. Siaran itu membosankan. Hanya ada film India yang ditayangkan. Apa rumah sakit ini gemar menonton India? Padahal kalau ingin request, Angel ingin menonton Drama Korea.Saat pintu diketuk, Angel segera menoleh. Sudut bibirnya terangkat menggambarkan sebuah senyuman. Seseorang yang datang adalah seseorang yang dirinya tunggu ketika baru sadar kemarin. Laki-laki itu data
Mentari memperlihatkan jati dirinya. Bersinar tidak terlalu terang akibat tertutup embun pagi yang begitu dingin. Daun-daun saling lambai terbawa arus angin. Pagi ini, semua orang beraktivitas seperti biasa. Ada yang sekolah, bekerja, atau bahkan bermalas-malasan di rumah.Angelia. Sejak hari di mana Damian memutuskan hubungan dengannya, sejak saat itu juga hidupnya seperti bayi yang baru lahir. Dia harus menata kembali puzzle yang sudah berantakan untuk tertata rapi. Sudah dua Minggu, sekarang Angel memilih tinggal di London setelah menjual rumah, dan aset-asetnya di Indonesia. Angel dengar, pamannya dan Dami dijebloskan ke dalam penjara. Lalu, bibinya. Bibi yang begitu sayangnya dengan Angel, memilih bercerai dan meminta maaf perihal kediamannya sejak lama. Dia tertutup dengan cinta. Ah, Angel rasa sekarang tidak perlu saling menyalahkan. Angel juga salah di sini. Seharusnya, wanita berpendidikan seperti dirinya tahu, dan harus mencari kebenarannya terle
Angel melotot saat mendengar penuturan dokter baru saja. Sepulang dari kantor, Leon mengajaknya untuk makan siang. Namun, tiba-tiba Angel merasa mual dengan makanan yang dirinya pesan. Angel merasa pusing, sampai mereka pulang. Angel jatuh pingsan. Leon, terkejut saat melihat Angel limbung. Segera dia membawa Angel ke rumah sakit."Apa dok? S-saya hamil?" Angel berbicara terbata-bata. Diliriknya Leon, pria itu tak kalah terkejutnya. Iya, Angel tidak pernah memberi tahu soal dirinya pernah menikah. Mungkin Leon syok. Dan, oh, apa Leon akan memecatnya? Bahkan dia baru saja merasakan naik jabatan karena sekretaris Leon resign."Iya, Nona Angel. Anda hamil. Selamat ya. Kalian akan menjadi ayah dan ibu." Dokter tersebut tersenyum sambil memberikan selembar kertas pada Angel."Tapi, dok. Ini tidak mungkin. Saya tidak melakukan hal itu sebelumnya. Bagaimana saya bisa hamil?" Tentu Angel akan bertanya. Seingatn
Leon mendekap erat tubuh Angel dalam pelukannya. Jujur, Leon begitu terkejut dengan cerita yang dijelaskan Angel baru saja padanya. Namun, itu bukan total kesalahan Angel. Angel korban, dijebak, meskipun dia juga andil dalam kejahatan tersebut.Leon mengelusi lengan Angel. Berharap Angel berhenti menangis sekarang. Leon memang tidak ahli dekat dengan wanita. Namun, dia pernah dengar kalau wanita sedang bersedih. Tandanya butuh sebuah pelukan."Its okay, Angelia. Jangan sedih. Kau bukan penjahat utamanya di sini," kata Leon."Tapi, saya bersalah. Saya dosa sudah membunuh tiga orang. Tangan saja ini kotor, Pak. Pantas dia benar-benar memutuskan untuk berpisah dengan wanita ular seperti saya."Leon melepas pelukannya. Dia memegang pundak Angel dan menatapnya intens. "Dengar. Kalau kau ingin bersedih, silakan. Saya tidak melarangnya. Hanya saja, saya mohon. Bisakah untuk tidak menyalahkan diri
Hari libur. Itu artinya Yolanda tidak mengajar di sekolah. Sesuai kesepakatan mereka, akan membuka kedai bunganya sekarang. Syukurlah Yolanda sudah mengirim beberapa tukang kemarin untuk membuat atap kecil di depan. Serta menaruh rak-rak juga bunga-bunga yang dibeli.Angel sibuk mengelap kaca, vas-vas bunga. Sedang Yolanda disibukkan merangkai beberapa bunga yang akan dijual nanti.Ngomong-ngomong, beberapa hari lalu yang datang malam-malam itu Leon. Dia datang hanya untuk membawa jus alpukat. Padahal Angel tidak memintanya."Ngel, kalau aku mengajar. Kau tak apa kutinggal sendiri?" tanya Yolanda."Tidak apa-apa. Kenapa kau takut aku kenapa-kenapa eh?""Tidak, aku hanya bertanya.""Ya sudah."Mereka kembali menyibukkan diri. Sampai beberapa saat, ternyata membuka kedai bunga tidak seburuk yang mer