Aneh, seminggu setelah insiden kematian Rajendra, Damian bersepakat untuk keluar dari mansion. Bahkan, ini lebih membingungkan Angel. Bingung dengan bagaimana rencana selanjutnya. Dendamnya belum terbalas semua. Damian memilih tinggal di apartemen yang Damian bangun sendiri. Wow, menakjubkan. Sudah kaya begini, tapi gila tahta.
Angel menghela napas berat. Di dalam apartemen, yang begitu luasnya terdapat dua kamar. Angel tinggal di kamar bawah. Itu bukan kemauannya, ini mau Damian. Aneh kan? Biasanya dia ngotot ingin sekali sekamar bareng, maksudnya seranjang bersama. Namun ini? Dia mengatur semuanya.
Yang lebih aneh lagi, kenapa Angel sulit tidur semalam? Seperti ada yang berbeda. Ketika kemarin-kemarin, ada yang sukarela menyelimutinya, mematikan AC untuknya, dan ini hanya khayalan Angel atau bukan, tetapi Angel rasa setiap mimpinya ada seseorang yang mengecup keningnya.
Angel menaiki tangga. Dia yang
Minggu pagi, Angel mengelap keringat yang bercucuran di keningnya. Dia berada di taman, sedang maraton pagi. Semenjak tinggal di apartemen, Angel selalu bangun lebih awal. Bahkan dia juga yang memasak sarapan untuk dirinya juga Damian. Damian, laki-laki itu sendiri semakin terasa berbeda di mata Angel. Maksudnya, Damian semakin terlihat menyembunyikan sesuatu. Di dalam benak perempuan itu, apa Damian merencanakan suatu hal padanya? Kalau iya, maka Angel pasrah. Dirinya sudah tidak ada lagi rencana. Membunuh Damian di apartemennya sendiri? Mungkin ini jauh lebih sulit. Terlebih Damian adalah pion utama di sini.Beberapa hari yang lalu, Paman Johson bilang bahwa apartemen Damian begitu ketat. Bahkan ketika anak buahnya ingin meretas sandi untuk masuk dan memasang beberapa cctv atau bahkan mematikan cctv ketika mereka melanjutkan rencananya, mereka gagal. Paman Johson sendiri menyimpulkan, bahwa Damian juga orang pintar yang cukup sulit dibodohi.Angel memilih
Selesai mengisi perutnya, Damian berdiri dan menghampiri Pak Maman. Angel tidak berniat menguping, tetapi suara Damian berhasil ditangkap oleh pendengarannya."Pak, seperti biasa. Bungkus 10 ya. Jangan pedas," kata Damian. Angel ikut berdiri. Buburnya sudah habis, dia menghampiri Damian."Lo mau makan 10 bungkus sendiri? Hebat betul. Badan kaya gini makannya gotot!" sindir Angel. Damian menaikkan satu alisnya. Lalu menjawab, "Biar makin gede.""Apanya yang gede? Jawaban lo bikin ambigu tau!" Angel mengerutkan keningnya. Berkacak pinggang lalu mengeluarkan napas panjang."Kamu mikirnya negatif, makanya kamu kira saya semesum itu. Nanti ikut saya, ya.""Ke mana? Ungh, gue capek banget tau. Jalan terus dari tadi. Mana keringetan belum mandi. Mau ke mana si?""Kamu capek?" Angel mengangguk cepat. "ya udah saya gendong," kata Da
Angel mendudukkan dirinya di kursi goyang. Sambil memangku kepala dengan satu tangan. Dia begitu lelah, bahkan beberapa kali helaan napas berat dia keluarkan."Angel, kamu tidak mandi? Keringetan, nanti bau badan." Damian keluar dari kamar mandi. Laki-laki itu menyugar rambut basahnya tepat di wajah Angel. Membuat Angel berkedip-kedip terkena cipratan rambutnya. Angel mendengus. "Bisa nggak jangan di sini nganuin rambutnya?"Damian berhenti melakukannya. Lalu, dia mengerutkan kening. "Bahasa kamu ambigu. Saya berpikir ke hal yang bukan-bukan. Bagaimana, saya begitu tampan bukan?" Angel tertawa mendengarnya. Bahkan sampai terbahak-bahak. Menyeka air matanya yang menetes. Perutnya keram."Astaga, Damian. Lo berekspektasi jauh banget. Bahkan di mata gue lo cuma beleknya Taehyung," kata Angel."Taehyung. Laki-laki mana lagi dia? Ck, ck. Setelah dengan Gerald tidak ada kabar, kamu melaku
Angel berdiri menikmati semilir angin menerpa wajahnya. Dia menumpuk tangan di dada, memejamkan mata, lalu menghela napas panjang berkali-kali. Dia memilih untuk datang ke pantai malam-malam begini. Setelah Damian mengusirnya, dan itu membuat Angel merasakan nyeri di bagian dalam hatinya.Angin malam begitu dingin. Angel membuka matanya kembali, dia mengusap lengan untuk sekadar menghangatkan. Deru ombak, membasahi kakinya. Mungkin Angel rasa telapak kakinya sudah mengerut akibat air itu. Suasananya sepi, keadaan begitu gelap. Mungkin hanya ada pencahayaan lampu-lampu di seberang sana."Ma, Angel kangen banget sama mama. Sama papa juga. Angel tumbuh jadi gadis yang begitu jahat karena dendam, ma." Angel menjongkok. Dia memeluk lututnya yang perlahan menggigil. Tak terasa, buliran air jatuh dari matanya. Membasahi kulit pipi yang ikut dingin itu."Kenapa si, ma. Kenapa Angel hadepin hidup sesulit ini? Me
Angel terus saja merutuki dirinya yang tiba-tiba saja bersikap menjadi perempuan yang cemburu dengan suami. Padahal jika dibilang suami, Angel juga malas menghormatinya. Sejak tadi, yang dilakukan Angel hanya mondar-mandir sambil mengetuki dahinya. Bagaimana jika Damian pulang nanti? Apa yang akan dilakukan oleh Angel nanti? Alasan apa yang akan dirinya buat?Angel rasanya ingin tenggelam di Palung Mariana saja. Melihat balasan dari Damian yang sungguh memalukan itu, seolah sedang mengejeknya mentah-mentah. Sialan, sekali. Kalau saja Angel bisa menghapus ingatan seseorang seperti film duyung yang dirinya tonton. Sudah Angel lakukan sejak dulu. Namun, kembali. Dia hanya manusia biasa."Lebih baik gue pura-pura tidur. Lagi pula Damian kan langsung ke atas. Mana mungkin masuk ke kamar?" Angel berhenti. Dia bergumam sendirian. Lalu melihat jam yang ada di dinding. Sebentar lagi adalah waktu di mana Damian pulang. Tak menunggu lama, A
"Apa yang kamu inginkan sebenarnya?" Damian berdiri, melipat kedua tangan sambil memandang serius seseorang di hadapannya. Ini untuk pertama kalinya Damian mengajaknya bertemu. Damian sebenarnya sedikit menyesal, kenapa tidak saat papanya masih hidup dia memberanikan diri untuk bertemu. Namun, mungkin ini memang sudah jalannya. Sekarang, mereka berdua dipertemukan.Seseorang di hadapan Damian mengenakan masker. Dari matanya tercetak jelas, jika orang itu tengah tersenyum penuh licik. Dia mengambil korek antiknya, lalu memutar-mutar dan menghidupkannya. Disulutnya api itu pada rokok yang ada di tangannya. "Kamu ingin tahu mau saya? Mau saya, kamu dan keluargamu seperti ini." Orang itu menjatuhkan rokok yang hidup, dan menginjaknya dengan tragis hingga hancur."Ingin menghancurkan saya?" Damian maju perlahan. Senyumnya penuh arti kebencian. Lalu menepuk pundak orang itu, "kamu tidak akan menghancurkan saya. Bahkan ketika akhir ceri
Angel merasakan ada seseorang di sampingnya. Perempuan itu menoleh. Seulas senyuman terpampang manis di wajahnya. Angel, menatap penuh lekat, cinta yang begitu tulus tanpa ujung untuk laki-laki di sampingnya ini. Iya, Damian. Suaminya, benar-benar mengganggu tidurnya. Bersembunyi di ceruk leher, sambil mengeratkan pelukannya. Angel merasa berat dan sesak sendiri karenanya.Angel bergerak sedikit pelan agar Damian tidak terbangun dari tidurnya. Sekarang Angel memilih untuk memiringkan tubuhnya. Dia sedikit geli saat melihat hidung Damian kembang kempis. Angel jadi ingin berniat jahil. Dia akhirnya duduk. Lalu menangkup pipi Damian dan mengecupnya dengan sweet."Sayang, jangan buat aku ingin melahap dirimu pagi ini." Damian menggeliat. Dia membuka mata, dan melihat Angel tertawa kecil karena aksinya baru saja."Semalam masih kurang kah?" tanya Angel. Nadanya terdengar menggoda
Angel menatap dirinya di depan kaca untuk saat ini. Tangannya tak henti memegang degup jantung yang terus mengencang sejak tadi. Ini aneh, dia pasti sedang sakit. Kenapa Angel berpikir dia akan mengakhiri semuanya? Dan jujur pada perasaannya sekarang, bahwa dia sudah terpikat cinta seorang Damian?Angel menggeleng. Dia memukuli kepalanya dengan sedikit tenaga. Sakit, tetapi membuatnya kembali sadar. Damian bukan sosok yang baik. Dia adalah iblis yang menyamar menjadi malaikat. Jangan sampai terbuai oleh senyuman piciknya, jangan sampai terbuai oleh wajah rupawan-nya, jangan sampai terlena dengan apapun yang bergantung dengannya. Jangan sampai!Angel memilih duduk. Dia menjambak rambutnya sendiri. Pikiran-pikiran itu terus mengganggunya. Sampai Angel tiba-tiba teringat oleh rencana Paman Johnson beberapa hari lalu. Waktu itu, mendengar rencana gila pamannya, Angel langsung memutuskan sambungan telepon. Entah kenapa, dia seperti me