Bab 3
***
"Yuk, jalan!" Ajak Riky.
"Gak ah, lagi males banget nih," jawab Nisa dengan santainya.
"Hmm..tadi aku lihat ada tas limited edition tuh. Kalau ada yang mau diajak jalan plus ngajak Sarah, kayaknya aku sanggup beliin tas itu," goda Riky, dan langsung saja Nisa tertarik dengan ajakan itu.
"Sar, sini," teriak Nisa saat melihat Sarah celingak-celinguk mencarinya. Ia memang pura-pura sok malas agar Riky memberikannya reward karena sudah mengajak Sarah bersamanya.
Sarah menghampiri Nisa saat ia mendengar namanya disebut.
"Nis, kenapa tiba-tiba ngajak nonton? Ada apa, kok mau ngebagi tiket buat orang lain?" tanya Sarah curiga. Ia paham kalau Nisa itu adalah wanita terhemat di dunia.
"Hehehe, aku engga ngajak kamu nonton tuh. Ih, mana mungkin aku nonton sama kamu. Mending aku ngajak cowok aja, enak dibayarin segala," jawab Nisa seenaknya.
"Terus, kenapa kamu maksa aku kemari, huh?" tanya Sarah, dan Nisa menunjuk ke arah datangnya Riky yang tadi langsung menghilang saat Nisa memanggil nama Sarah.
"Kamu tega, Nis," ucap Sarah pelan, dan dijawab dengan tawa oleh Nisa, yang dengan santunnya meninggalkan mereka berdua.
“Selamat berkencan, sahabat jomlo abadiku,” bisik Nisa dengan sengaja.
***
Hampir dua jam Sarah dan Riky hanya saling diam dan tak banyak bicara saat menonton, Nisa pergi tanpa bersalah meninggalkan mereka berdua. 'Dasar, Nisa sialan. Awas kamu kalau nangis patah hati dan curhat ke aku lagi. Aku tidak akan pernah membuka konsultasi patah hati lagi,' batin Sarah menggerutu.
"Maaf ya, gara-gara aku kamu jadi nonton," ucap Riky memecahkan keheningan di antara mereka.
"Enggak apa-apa kok. Santai saja," jawab Sarah seadanya.
"Makan yuk! Sebagai permintaan maaf aku karena aku minta Nisa buat ngajak kamu untuk nonton. Di sini ada cafe yang enak, dan aku harap kamu enggak bakal nolak," pinta Riky sambil menggandeng tangan Sarah masuk ke dalam cafe, dan dengan refleks Sarah melepaskan tangan Riky yang menggenggamnya.
"Maaf," Riky berkata kikuk, dan Sarah hanya tersenyum tipis.
Sarah dan Riky lama terdiam saat makan bersama, ada rasa canggung di antara mereka berdua. Riky berdehem dan memulai obrolannya dengan Sarah.
"Sarah, kamu tahu kan aku sudah lama menyukaimu. Sejak lama aku menunggu dan berharap padamu. Kemarin aku menyerah, karena kamu sepertinya memiliki seseorang yang spesial di hatimu. Tapi, saat aku tahu kabar bahwa kamu dan Andrew tak ada hubungan apa-apa, aku semakin bersemangat dan semakin berharap padamu. Bisakah aku menjadi pemilik hatimu mulai saat ini? Menjadikanmu sebagai yang terindah di hatiku?" Riky memohon dengan suara yang lembut.
Sarah menutup mata sejenak dan tersenyum.
"Riky, kamu lelaki baik, bahkan sangat baik. Aku yakin di luar sana banyak perempuan yang lebih baik dari aku, dan kamu tahu aku tak bisa membalas perasaanmu karena memang aku bukanlah yang terbaik untukmu," kata Sarah, memandang sayu wajah Riky.
"Kenapa kamu bilang kamu bukanlah yang terbaik sebelum kita memulai semuanya? Bagaimana kamu bisa tahu perempuan lain bisa lebih baik dari kamu? Apakah kamu menolakku lagi? Apa itu karena Andrew? Kamu masih mencintai pria bajingan itu?" tanya Riky, memendam rasa kecewa.
"Karena aku tahu dari awal meski kita memulai pun semua tidak akan seperti yang dibayangkan. Sebuah hubungan akan rumit jika hubungan diawali dengan mencoba. Hati manusia itu bukanlah ajang percobaan, dan satu-satunya hal yang tidak masuk akal bukan karena Andrew ataupun ada seseorang yang spesial di hatiku. Dia memang pernah menjadi yang berdebar di hati, tapi itu dulu. Sebab dengan seiringnya waktu dan akhirnya waktulah yang memulai membunuh sampai mati perasaanku padanya," ucap Sarah, dan Sarah beranjak dari tempat duduknya untuk pergi. Ia tak mau lagi membuat Sahabatnya kecewa dengan penolakan yang kedua kalinya.
"Aku pergi dulu, maaf untuk semuanya, ini semua demi kebaikan kita berdua. Aku benar-benar menganggapmu sahabat sampai kapanpun." Sarah berkata sambil pergi, dan secepat kilat Riky menahan tangan Sarah, ia tak ingin membiarkan Sarah meninggalkannya.
"Bisakah ada celah sedikit untukku?" harap Riky, dan Sarah menggeleng, melepaskan genggaman tangan Riky. Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang mengawasi mereka, dan itu adalah Kevin.
***
Saat Sarah sedang menunggu pesanan ojek online, tiba-tiba Kevin menghampirinya dengan wajah dingin dan datarnya bagaikan kulkas yang dibuat di kutub utara.
"Pak Kevin!" pekik Sarah kaget.
"Kamu lagi apa di sini?" tanya Kevin.
"Lagi nunggu ojek online," jawab Sarah dengan polos.
"Cancel," perintah Kevin.
"Lah, kenapa?" tanya Sarah bingung.
"Kamu ikut saya!" jawab Kevin.
"Kan ini hari libur, Pak! Saya harus kerja juga?" Sarah bertanya dengan heran.
"Cancel atau...." Sarah langsung mengiyakan dan mengikuti langkah kaki Kevin ke parkiran. Ia malas berdebat dengan atasannya itu.
"Memangnya kita mau kemana, Pak?" tanya Sarah sambil memasang sabuk pengaman.
"Makan."
"Hah, makan? Pak Kevin mau bikin saya gemuk? Saya baru makan tadi barusan," kata Sarah kaget, membayangkan isi perutnya yang akan meledak.
"Itu derita kamu," jawab Kevin.
"Pak, kalau saya gemuk nanti gimana, ya? Saya kan Personal Assistant Bapak, dan nanti apa kata orang kalau Personal Assistant dari Bapak Kevin Hadiwijaya itu gemuk," kata Sarah meyakinkan bossnya dengan semangat.
"Biarin, tidak peduli. Kenapa orang-orang harus usil mengomentari fisik seseorang, seperti mereka sempurna saja! Terus kenapa kamu menolak nemani saya makan? Karena kamu habis makan sama pacarmu tadi?" Kevin bertanya dengan sinis.
"Pacar?" Sarah bertanya dengan kebingungan, lalu ia mengingat dan menyadari bahwa yang dimaksud Kevin itu adalah Riky. Ia bingung, apakah Kevin melihatnya bersama Riky tadi?
"Oh, tadi itu hanya ketemu teman, Pak," sahut Sarah.
"Masa hanya teman? Anak zaman sekarang, temanan pun bisa saling memegang tangan, apalagi dengan pacar. Ckckk..," seloroh Kevin, dan ucapan Kevin sukses membuat Sarah kaget.
"Kadang, sesuatu yang kita lihat belum tentu itu adalah persis apa yang kita pikirkan, Pak," kata Sarah.
"Benarkah? Ternyata kamu pintar merangkai kata."
"Itulah salah satu kelebihan ku, Pak," jawab Sarah dengan santai.
Kevin tertawa mendengar jawaban dari Sarah. Padahal, ia dan Sarah baru bekerja selama tiga minggu, tapi Sarah tidak pernah menunjukkan sikap layaknya perempuan, tidak pernah merayunya seperti kebanyakan perempuan. Selama bekerja bersama gadis itu, Kevin takjub dengan kepribadian Sarah yang apa adanya, sifatnya yang natural, dan begitu ramahnya gadis itu pada siapapun. Sarah pun tak pernah protes dengan beban kerjaan yang ia berikan padanya, selalu mengerjakan dengan sepenuh hati.
Sarah, memang gadis yang berbeda. Disaat mengenal Sarah, meski itu hanya sebentar, hidup Kevin berubah menjadi lebih hidup. Apakah benar ia jatuh cinta setelah lupa bagaimana rasanya? Ah, tidak. Ini hanya perasaan rasa penasaran karena Sarah berbeda dari gadis lainnya. Kelak, ia juga akan bosan, jika sudah menemukan titik lemah dari gadis ini. Di sisi hati lainnya, Kevin berharap bahwa memang Sarah bukan gadis biasa, hingga ia tak akan pernah menyesali bahwa sejak hari pertama ia bertemu Sarah, pertama kalinya itu juga ia tertarik dan penasaran dengan seorang perempuan setelah sekian lama.
Apakah ia benar-benar tertarik atau hanya kesepian?
***
***Suasana di kantor sangat sibuk, Sarah pun tak henti-hentinya mengurus hal-hal yang diperintahkan Kevin, sampai-sampai ia tak menghiraukan jam makan siangnya. Tepat pukul dua siang, akhirnya Sarah bisa rehat karena Kevin sedang keluar tanpa dia, katanya ada keperluan mendadak. Yups, Sarah bahagia bukan main karena ia bisa bernafas sebentar dari cengkraman bosnya."Kenapa, Sar, lemes gitu?" tanya Nancy. Nancy adalah sekretaris Kevin yang dibawa dari kantor sebelumnya. Kevin tidak mau orang sembarangan di sekitarnya, dan yang membuat Sarah heran sampai detik ini adalah mengapa dia bisa dipercaya menjadi PA untuk Kevin, padahal dia tahu bahwa Kevin Hadiwijaya adalah salah satu orang yang sangat ketat dan tak mudah untuk ditebak.Lamunan Sarah buyar ketika Nancy menepuk bahunya."Mbak nanya loh, kamu ngelamun terus. Mikirin apa sih? Berantem sama pacar?" goda Nancy."Apa sih, Mbak, mana ada pacar,” balas Sarah tertawa."What? Baby, kamu jomlo? Kasihan dong," goda Nancy sambil cekikikan
***Kevin terkejut dan tidak percaya dengan apa yang ia dengar dari para pekerja di rumahnya. Semua orang bilang bahwa anaknya, Sophia, telah berubah. Sophia menjadi anak yang baik, murah senyum, suka menolong, dan banyak berubah selama empat bulan terakhir ini. Hal ini membuat Kevin bertanya-tanya apa alasan di balik perubahan drastis Sophia."Pak, saya punya kabar. Katanya, Sophia sekarang sudah mulai ceria lagi dan selalu ramah kepada siapa saja. Pak Tono tahu apa yang membuat Kris berubah?" tanya Kevin."Iya, Tuan. Sekarang, Nona kecil sangat baik dan lebih ceria karena selama ini bertemu dan berkenalan dengan seorang perempuan dan dekat semenjak berkenalan di time zone saat bermain game," jawab Tono sambil tersenyum."Perempuan? Teman sekolahnya?" tanya Kevin."Bukan teman sekolahnya, Tuan. Tapi ini perempuan muda sekitar umur dua puluhan, mungkin nona kecil menganggap perempuan ini pengganti sosok ibunya. Tenang saja, Neng Sarah tidak tahu identitas nona kecil anak siapa, dan sa
***Sarah menatap deretan barang-barang mewah di atas meja Kevin, ia tidak tahu kenapa Kevin menyuruhnya masuk ke ruangannya di saat jam makan siang.“Ini untuk apa, Pak?” tanya Sarah.“Semua ini untuk kamu, kalau ada yang tidak kamu suka, nanti Sean yang akan menggantikannya sesuai selera kamu,” balas Kevin.“Tapi saya tidak butuh semua barang ini, Pak," kata Sarah dengan keberatan."Kamu mau mencoba menolak apa yang saya berikan?” tanya Kevin tampak kesal."Bukan saya menolaknya, Pak. Tapi saya memang tidak terlalu membutuhkan barang-barang ini semua, saya sudah merasa lebih dari cukup dengan apa yang saya punya saat ini,” balas Sarah.Kevin mendengus kesal saat Sarah lagi-lagi selalu menolak apa yang ia berikan. “Saya sudah membeli semua ini, jika kamu menolak, saya akan membuangnya sekarang!”“Pak, ini kan masih bersegel, bisa dikembalikan, kan? Biar saya yang mengembalikannya. Saya memang tidak terlalu suka dengan barang-barang mewah seperti ini, rasanya kurang pantas kalau saya
***"Sayang, di mana?" Sarah menelepon Shopia karena semalam sudah janji untuk menemani gadis kecil itu hari ini."Di lantai tiga, Bum. Bunda sudah sampai?" Shopia bertanya balik."Bentar lagi, sayang. Tunggu ya.""Oke, Bunda."Sarah menutup telepon dan bergegas ke lantai tiga untuk segera bertemu dengan Shopia. Sarah merindukan gadis kecil itu, entah mengapa gadis kecil itu selalu membuatnya bahagia."Sayang, Bunda kangen banget!" ucap Sarah sambil memeluk dan mencium pipi Shopia tanpa ampun."Iya, Bun. Shopia juga kangen banget sama Bunda. Enggak ketemu Bunda seminggu rasanya kayak seabad," jawab Shopia dengan ekspresi wajah yang imut dan manja."Ya ampun, anak Bunda jago banget gombalnya," ucap Sarah sambil tertawa dan memencet hidung Shopia."Ini bukan gombal, Bun, ini fakta," seloroh Shopia menegaskan."Iya deh, percaya. Mau main sekarang?" tanya Sarah."Let's go!" Shopia menarik tangan Sarah dengan cepat.***Tiga puluh menit kemudian…"Halo, Papi mau kesini?" tanya Shopia, berh
*** "Andrew, nanti kamu temani Cyntia makan malam ya," Clara menyuruh anaknya, Andrew, yang hendak pergi. "Nanti malam aku sibuk, ada kerjaan di kantor yang mengharuskan lembur," jawab Andrew cuek pada ibunya. "Sebentar saja, kamu enggak bisa luangkan waktu buat Cyntia? Dia anak baik, cantik, pintar, dan juga bobot, bibit mapun bebetnya jelas enggak kaya mantanmu itu siapa namanya yang enggak jelas asal-usulnya," Clara mengingat-ingat nama yang hampir ia lupakan. "Kenapa Mama tiba-tiba membandingkan dengan Sarah?" tanya Andrew tidak suka. "Iyalah, Mama heran sama kamu. Apa bagusnya itu perempuan enggak jelas. Kenapa kamu enggak bisa lupakan dia. Kamu harusnya sadar, dia hanya mengincar menjadi bagian keluarga Barito Kusuma biar naik pangkat dia, dia kan gadis jalanan yang entah keturunan siapa, anak dari panti asuhan," Clara marah mengingat gadis itu. "Cukup, Ma. Aku berangkat dulu ke kantor," Andrew kesal dan meninggalkan Clara sendirian. "Sarapanmu belum habis," cegah Clara, t
***Sudah lama Sarah bekerja dengan Kevin, mungkin hampir setahun. Tanpa disadarinya, Kevinlah yang bisa membuat bahagiannya kembali terbit. Pesona, kelembutan, kedewasaan, perhatian, dan sikap Kevin membuat tali perasaannya semakin mengikat. Namun, Sarah tidak menginginkan hal itu terjadi karena dia sadar diri, merasa tidak akan ada akhir yang indah untuk perasaannya.Sarah menyadari bahwa dunia Kevin dan dirinya sangat bertolak belakang. Dia hanya gadis biasa, tak berani bermimpi untuk jatuh cinta pada lelaki sesempurna boss-nya."Ah, aku tak bisa terus terjebak dalam perasaan seperti ini. Aku tak mau terlalu berharap dan pada akhirnya aku jatuh lagi dalam perangkap kesedihan," ucap Sarah, menguatkan hatinya agar tak banyak mengharap.Meski ia tahu, dan merasa Kevin juga mempunyai perasaan yang sama, tapi Sarah harus menepisnya dengan kuat dan percaya bahwa bosnya memang lembut dan baik kepada siapapun. Banyak perempuan hebat di luar sana yang sebanding dan pantas untuk Kevin, bukan
“Jika memang aku hanya sejarah bagimu, izinkan aku memintamu untuk mengenangku sebagai bagian terindah dalam hidupmu, agar aku masih punya keberanian untuk melihatmu."***"Sayang, bisa jemput aku?" pinta Cyntia."Aku sibuk," jawab Andrew."Sebentar saja, aku enggak bawa mobil," Cyntia memohon dengan manja."Aku sibuk, banyak kerjaan di kantor. Nanti sopirku jemput kamu saja,” jawab Andrew dengan tegas."Aku maunya kamu, sayang," Cyntia memohon lagi."Sudahlah, jangan manja. Aku tutup teleponnya ya. Bye," Andrew mengakhiri pembicaraannya, membuat Cyntia kesal."Lagi-lagi kamu seperti ini. Aku kurang apa di matamu? Apa lebihnya perempuan itu dibandingkan dengan aku," ucap Cyntia dalam hati, berkelut dengan pikirannya tentang sikap Andrew padanya, tiba-tiba dia melihat sebuah nama di layar gadgetnya."Yes, jackpot," gumam Cyntia."Halo, Tante, apa kabar?" tanya Cyntia."Jangan panggil Tante, berulang kali Mama bilang kamu panggil Mama saja. Kan sebentar lagi kamu mau jadi anak mamah."C
***FLASHBACK… Andrew melarikan diri dengan tergesa-gesa, dikejar oleh tiga perempuan yang ingin mengajaknya kencan. Saat dia berlari, dia menemukan seorang perempuan duduk di bawah pohon rindang, sibuk mencatat dalam buku. Ketika mata mereka bertemu, jantung Andrew berdebar kencang. Mata perempuan itu memikatnya, membuatnya lupa akan keadaan sekitarnya.Tanpa bicara, perempuan itu membantu Andrew ketika dia meminta bantuan untuk bersembunyi dari para penguntitnya. Namun, kedamaian mereka terganggu ketika suara gadis berambut pendek mendekati."Andrew lari kemana? Dia sangat cepat," ucap gadis itu."Hey, aku kira kamu itu tadi makhluk jadi-jadian,” ucapnya kaget, “kamu tahu ada pria cantik, tinggi, berkulit putih lewat sini tidak?" tanya gadis itu pada Sarah."Tadi dia lari ke sana," jawab Sarah, dan mereka berdua pergi tanpa memperhatikan Sarah yang tersembunyi di atas pohon.Sarah merasa aneh saat dideskripsikan sebagai 'makhluk jadi-jadian' oleh gadis itu. Apakah kulitnya yang put