***
Sarah menatap deretan barang-barang mewah di atas meja Kevin, ia tidak tahu kenapa Kevin menyuruhnya masuk ke ruangannya di saat jam makan siang.
“Ini untuk apa, Pak?” tanya Sarah.
“Semua ini untuk kamu, kalau ada yang tidak kamu suka, nanti Sean yang akan menggantikannya sesuai selera kamu,” balas Kevin.
“Tapi saya tidak butuh semua barang ini, Pak," kata Sarah dengan keberatan.
"Kamu mau mencoba menolak apa yang saya berikan?” tanya Kevin tampak kesal.
"Bukan saya menolaknya, Pak. Tapi saya memang tidak terlalu membutuhkan barang-barang ini semua, saya sudah merasa lebih dari cukup dengan apa yang saya punya saat ini,” balas Sarah.
Kevin mendengus kesal saat Sarah lagi-lagi selalu menolak apa yang ia berikan. “Saya sudah membeli semua ini, jika kamu menolak, saya akan membuangnya sekarang!”
“Pak, ini kan masih bersegel, bisa dikembalikan, kan? Biar saya yang mengembalikannya. Saya memang tidak terlalu suka dengan barang-barang mewah seperti ini, rasanya kurang pantas kalau saya yang memakainya,” kata Sarah.
“Kamu tidak menghargai perhatian yang saya berikan padamu?” tanya Kevin menatap tajam asistennya itu dengan kesal.
Deg!
Sarah tersenyum canggung, bukan maksudnya ia tidak menghargainya, tapi kenapa atasannya itu selalu memberikan perhatian yang membuat hatinya terkadang berdebar tak karuan. Kevin memang memiliki pesona yang menawan, dengan badan atletis dan wajah yang tampan. Namun, Sarah tahu bahwa dia harus membatasi perasaannya. Ini adalah kehidupan nyata, bukan sebuah novel atau drama Korea.
Terlintas dalam pikiran Sarah untuk mencoba agar Kevin tak merasa dihargai, “Jika saya memakainya, apa nanti saya harus membalas hadiah yang Bapak berikan? Saya bukan wanita kaya raya, jadi sulit bagi saya untuk memberikan hadiah untuk Pak Kevin.”
“Kamu tak perlu memberi balasan hadiah pada saya, cukup kamu tetap di sisiku, itu sudah lebih dari cukup,” balas Kevin.
Wajah Sarah memerah mendapat balasan manis dari bosnya. Detak jantungnya berdetak cepat, dan kakinya tiba-tiba lemas. Sarah tak mengerti, kenapa ia bisa luluh hanya dengan sepatah kata dari bosnya.
"Kenapa kamu mulai jatuh cinta pada saya?" tanya Kevin dengan sengaja, memecahkan lamunan Sarah dengan suara menggoda yang membuat hatinya berdebar kencang.
Sarah mencoba menormalkan detak jantungnya, tapi detak jantungnya berdebar sangat kencang, dan Kevin malah menggenggam tangannya erat. Sarah tidak bisa melepaskannya karena genggaman Kevin begitu kuat.
"Pak, jangan begitu. Lepaskan tanga saya, ini masih di kantor, saya tidak mau ada gosip apapun," pinta Sarah.
"Kalau saya bilang enggak mau, bagaimana?" goda Kevin, senyumnya semakin membuat hati Sarah kacau.
"Jangan begitu, Pak. Saya tidak mau ada berita negatif, saya tidak mau disebut wanita penggoda nantinya," jawab Sarah dengan lembut.
Kevin tertawa, ia melihat jemari Sarah dan mengambil sapu tangannya lalu membersihkan noda pulpen di jemari Sarah, “Saya hanya ingin menghapus ini, saya tidak suka kalau asisten saya seperti anak kecil.”Dengan pelan, Kevin melepaskan genggamannya.
Sarah langsung menunduk, ia malu dan canggung karena Kevin melihatnya secara detail.
"Lain kali, kalau kamu enggak nurut, hukumannya akan lebih berat," Kevin menegaskan, membuat Sarah terkejut dengan apa yang dikatakannya.
“Saya selalu mematuhi apa yang Bapak katakan, kan?” tanya Sarah.
“Hmm, maka ambilah semua yang sudah saya berikan untukmu, jangan menolaknya! Saya benci penolakan!” balas Kevin dengan tegas.
Setelah keluar dari ruangan CEO, Sarah menggerutu dalam hati ketika mendengar alasan Kevin membelikan semua barang karena penampilannya sebagai asisten pribadi tidak sesuai dengan kriteria Kevin.
"Susah juga punya bos yang nyebelin. Dulu siapa yang suruh jadi asisten pribadinya, aku sudah menolak karena memang tidak tertarik. Tapi, seenaknya bilang baju-bajuku murah. Memangnya aku peliharaan orang kaya yang bisa beli barang-barang branded dengan mudah?" gumam Sarah dalam hati.
Sementara itu, di dalam kamar, Kevin duduk memikirkan perasaannya pada Sarah. Bagaimana seorang gadis muda itu berhasil membuatnya terus memikirkannya, membuatnya tidak bisa berhenti merasa terganggu. Entah kenapa, Sarah berbeda dari perempuan lainnya. Ia menolak barang-barang yang dibelikan Kevin dan selalu menunjukkan keberatan. Hal itu membuat Kevin semakin penasaran. Sudah lama hatinya mati dan saat mengenal Sarah, hatinya menjadi kacau.
Ketika Kevin hendak tidur, tiba-tiba ponselnya berdering.
"Halo, ada apa? Sudah dapat info yang saya minta?" tanya Kevin.
"Tenang, bos. Semua informasi tentang masa lalu perempuan itu sudah lengkap. Saya akan antar hari ini juga," jawab pria di seberang telepon.
"Oke, Saya tunggu."
Di dalam kamarnya, Kevin memegang selembar foto dan berkas dengan semua data tentang Sarah. Ia membacanya dengan serius.
"Jadi, Sarah adalah anak yatim piatu yang pernah tinggal di panti asuhan dan bahkan menjadi pengamen jalanan. Namun, dengan usahanya, dia berhasil menyelesaikan pendidikan hingga sarjana dengan beasiswa. Tentang Andrew, mereka hanya dekat sebelum keluarga Andrew memaksa Sarah menjauh karena perbedaan status," Kevin berbicara pada dirinya sendiri.
Kevin tersenyum, penuh makna. "Oke, sayang. Aku akan mulai sekarang. Aku tak peduli dengan latar belakangmu. Tunggu saja, aku akan menjadi kekasih pertamamu."
***
Saat fajar, Sarah menemukan ponselnya penuh dengan pesan W******p, termasuk dari Kevin yang membuatnya kesal.
"Dasar, seenaknya menyuruh memakai baju dari Singapura, kalau tidak dipakai, gajiku dipotong. Bos yang menyebalkan, mana ada atasan memberi ancaman hanya karena baju!" gerutu Sarah.
Di kantor, Sarah dan Kevin sibuk dengan pekerjaan mereka. Saat waktunya makan siang, Kevin meminta Sarah untuk menemaninya makan.
"Tapi, saya sudah janji makan dengan teman, Pak," kata Sarah mencoba mencari alasan.
"Batalkan," ucap Kevin tegas.
"Tapi..."
"Kamu tahu konsekuensinya jika menolak perintah atasan?" tanya Kevin, membuat Sarah mengangguk mengerti.
Sarah mau tidak mau menurut, ia sudah malas jika Kevin sudah menggunakan kekuasaannya untuk menahannya.
Akhirnya, Kevin dan Sarah makan bersama di ruang kerja Kevin karena banyak pekerjaan yang harus diselesaikan.
"Ini enak banget, Pak. Saya baru pertama kali mencicipi makanan seperti ini," kata Sarah berbinar. Ia mengatakannya tanpa sadar.
"Kamu seperti anak kecil yang baru menemukan makanan enak," kata Kevin gemas.
"Emang, kan saya memang masih kaya anak kecil," celetuk Sarah.
"Tapi meski begitu, kamu tetap cantik," bisik Kevin, membuat Sarah terdiam.
"Saya memang cantik, karena saya seorang wanita tulen, Pak," jawab Sarah sambil melanjutkan makan.
"Iya, kamu cantik," Kevin menjawab sambil memencet hidung Sarah dengan gemas.
"Kenapa hidungku dipencet, Pak?" protes Sarah. Namun, dadanya berdebar tak karuan dengan perlakuan bossnya itu.
"Gemes lihatmu," jawab Kevin sambil terus memandang Sarah, membuat hatinya berdebar.
"Pak, jangan terus-terusan memperhatikan saya sedang makan, nanti saya jadi malu," protes Sarah.
"Siapa suruh kamu cantik," kata Kevin sambil terus memandang Sarah. Pria itu selalu senang menggoda gadis itu
"Ya Allah, kenapa Pak Kevin tiba-tiba jago gombal seperti ini," gumam Sarah dalam hati, berusaha menahan perasaannya.
Kevin terus saja memperhatikan Sarah yang wajahnya memerah, ia tersenyum melihat gemasnya gadis itu saat malu.
Tiba-tiba, seorang perempuan datang menghampiri mereka dengan tatapan tidak ramah pada Sarah.
“Kamu kenapa datang ke ruanganku?” tanya Kevin dengan nada yang tidak bersahabat.
“Haruskah aku mengemis padamu jika aku ingin menemuimu dan membicarakan masalah anak kita?”
Kevin terdiam, “Apa yang ingin kamu bicarakan denganku? Katakan saja sekarang, aku tidak punya waktu!”
“Aku mau ngobrolin tentang anak kita, jadi aku tidak mau ada orang lain di sini!"
" Cukup. Sarah PA aku di sini,” bentak Kevin.
" Pak, saya keluar saja dan kebetulan ada kerjaan yang belum saya selesaikan, nanti kalau ada apa- apa Bapak tinggal panggil saja. Silakan, Bu, " Sarah berlalu sambil pergi sebelum boss-nya melarang.
Wanita itu menatap tak suka pada Sarah dan Sarah hanya tersenyum dengan sopan.
“Jadi, wanita itu mantan istrinya Pak Kevin? Kenapa mereka bisa bercerai?” tanya Sarah dalam hati.
***
***"Sayang, di mana?" Sarah menelepon Shopia karena semalam sudah janji untuk menemani gadis kecil itu hari ini."Di lantai tiga, Bum. Bunda sudah sampai?" Shopia bertanya balik."Bentar lagi, sayang. Tunggu ya.""Oke, Bunda."Sarah menutup telepon dan bergegas ke lantai tiga untuk segera bertemu dengan Shopia. Sarah merindukan gadis kecil itu, entah mengapa gadis kecil itu selalu membuatnya bahagia."Sayang, Bunda kangen banget!" ucap Sarah sambil memeluk dan mencium pipi Shopia tanpa ampun."Iya, Bun. Shopia juga kangen banget sama Bunda. Enggak ketemu Bunda seminggu rasanya kayak seabad," jawab Shopia dengan ekspresi wajah yang imut dan manja."Ya ampun, anak Bunda jago banget gombalnya," ucap Sarah sambil tertawa dan memencet hidung Shopia."Ini bukan gombal, Bun, ini fakta," seloroh Shopia menegaskan."Iya deh, percaya. Mau main sekarang?" tanya Sarah."Let's go!" Shopia menarik tangan Sarah dengan cepat.***Tiga puluh menit kemudian…"Halo, Papi mau kesini?" tanya Shopia, berh
*** "Andrew, nanti kamu temani Cyntia makan malam ya," Clara menyuruh anaknya, Andrew, yang hendak pergi. "Nanti malam aku sibuk, ada kerjaan di kantor yang mengharuskan lembur," jawab Andrew cuek pada ibunya. "Sebentar saja, kamu enggak bisa luangkan waktu buat Cyntia? Dia anak baik, cantik, pintar, dan juga bobot, bibit mapun bebetnya jelas enggak kaya mantanmu itu siapa namanya yang enggak jelas asal-usulnya," Clara mengingat-ingat nama yang hampir ia lupakan. "Kenapa Mama tiba-tiba membandingkan dengan Sarah?" tanya Andrew tidak suka. "Iyalah, Mama heran sama kamu. Apa bagusnya itu perempuan enggak jelas. Kenapa kamu enggak bisa lupakan dia. Kamu harusnya sadar, dia hanya mengincar menjadi bagian keluarga Barito Kusuma biar naik pangkat dia, dia kan gadis jalanan yang entah keturunan siapa, anak dari panti asuhan," Clara marah mengingat gadis itu. "Cukup, Ma. Aku berangkat dulu ke kantor," Andrew kesal dan meninggalkan Clara sendirian. "Sarapanmu belum habis," cegah Clara, t
***Sudah lama Sarah bekerja dengan Kevin, mungkin hampir setahun. Tanpa disadarinya, Kevinlah yang bisa membuat bahagiannya kembali terbit. Pesona, kelembutan, kedewasaan, perhatian, dan sikap Kevin membuat tali perasaannya semakin mengikat. Namun, Sarah tidak menginginkan hal itu terjadi karena dia sadar diri, merasa tidak akan ada akhir yang indah untuk perasaannya.Sarah menyadari bahwa dunia Kevin dan dirinya sangat bertolak belakang. Dia hanya gadis biasa, tak berani bermimpi untuk jatuh cinta pada lelaki sesempurna boss-nya."Ah, aku tak bisa terus terjebak dalam perasaan seperti ini. Aku tak mau terlalu berharap dan pada akhirnya aku jatuh lagi dalam perangkap kesedihan," ucap Sarah, menguatkan hatinya agar tak banyak mengharap.Meski ia tahu, dan merasa Kevin juga mempunyai perasaan yang sama, tapi Sarah harus menepisnya dengan kuat dan percaya bahwa bosnya memang lembut dan baik kepada siapapun. Banyak perempuan hebat di luar sana yang sebanding dan pantas untuk Kevin, bukan
“Jika memang aku hanya sejarah bagimu, izinkan aku memintamu untuk mengenangku sebagai bagian terindah dalam hidupmu, agar aku masih punya keberanian untuk melihatmu."***"Sayang, bisa jemput aku?" pinta Cyntia."Aku sibuk," jawab Andrew."Sebentar saja, aku enggak bawa mobil," Cyntia memohon dengan manja."Aku sibuk, banyak kerjaan di kantor. Nanti sopirku jemput kamu saja,” jawab Andrew dengan tegas."Aku maunya kamu, sayang," Cyntia memohon lagi."Sudahlah, jangan manja. Aku tutup teleponnya ya. Bye," Andrew mengakhiri pembicaraannya, membuat Cyntia kesal."Lagi-lagi kamu seperti ini. Aku kurang apa di matamu? Apa lebihnya perempuan itu dibandingkan dengan aku," ucap Cyntia dalam hati, berkelut dengan pikirannya tentang sikap Andrew padanya, tiba-tiba dia melihat sebuah nama di layar gadgetnya."Yes, jackpot," gumam Cyntia."Halo, Tante, apa kabar?" tanya Cyntia."Jangan panggil Tante, berulang kali Mama bilang kamu panggil Mama saja. Kan sebentar lagi kamu mau jadi anak mamah."C
***FLASHBACK… Andrew melarikan diri dengan tergesa-gesa, dikejar oleh tiga perempuan yang ingin mengajaknya kencan. Saat dia berlari, dia menemukan seorang perempuan duduk di bawah pohon rindang, sibuk mencatat dalam buku. Ketika mata mereka bertemu, jantung Andrew berdebar kencang. Mata perempuan itu memikatnya, membuatnya lupa akan keadaan sekitarnya.Tanpa bicara, perempuan itu membantu Andrew ketika dia meminta bantuan untuk bersembunyi dari para penguntitnya. Namun, kedamaian mereka terganggu ketika suara gadis berambut pendek mendekati."Andrew lari kemana? Dia sangat cepat," ucap gadis itu."Hey, aku kira kamu itu tadi makhluk jadi-jadian,” ucapnya kaget, “kamu tahu ada pria cantik, tinggi, berkulit putih lewat sini tidak?" tanya gadis itu pada Sarah."Tadi dia lari ke sana," jawab Sarah, dan mereka berdua pergi tanpa memperhatikan Sarah yang tersembunyi di atas pohon.Sarah merasa aneh saat dideskripsikan sebagai 'makhluk jadi-jadian' oleh gadis itu. Apakah kulitnya yang put
***"Kenapa kaget, sayang?" tanya Kevin, memecahkan lamunan Sarah"Di mana Mbak Nancy?" tanya Sarah bingung."Dia sudah pulang, rindu anaknya," jawab Kevin sambil memesan sesuatu kepada pelayan."Tadi Mbak Nancy yang menyuruh saya menunggu di sini," kata Sarah, masih bingung."Saya yang minta menghubungimu karena ponsel saya mati," jawab Kevin.Sarah terdiam, mencoba memahami. Lelaki di depannya tiba-tiba membuat hatinya berdebar-debar."Kamu kaget, ya? Kenapa malah saya yang datang?" tanya Kevin, sambil memandang Sarah dengan penuh kelembutan.“Iya, saya masih bingung. Alasan Bapak malah datang ke sini, apa? Apa Pak Kevin mau ngecek pekerjaan saya?” Sarah bertanya balik."Karena saya merindukanmu," jawab Kevin seenaknya.Jawaban pria itu membuat Sarah terkejut dan ia hanya terdiam, bingung untuk menanggapinya."Besok saya mau ajak kamu jalan, kamu harus ikut," pinta Kevin, suaranya penuh dengan harapan."Besok masih ada kerjaan, Pak?" tanya Sarah, mencoba untuk menyelesaikan rasa mal
***Waktu menunjukkan jam dua siang, Sarah masih terbaring di atas kasurnya. Hari ini, dia sengaja ingin menghabiskan waktu untuk dirinya sendiri, bersantai sejenak.Sore ini, Sarah telah berjanji untuk menemani Nisa. Awalnya, Sarah menolak karena ingin benar-benar bersantai di kamarnya. Namun, Nisa berhasil meyakinkannya dengan segala daya upayanya.Sarah mendengus kesal mengingat rengekan sahabatnya. Mengapa harus dia yang dipaksa menemaninya, padahal Nisa memiliki banyak teman lain dan kenalan teman pria?Saat Sarah menunggu di depan gang kosannya, sebuah mobil berwarna pink datang menghampirinya. Sudah pasti itu adalah mobil Nisa."Sudah siap, girls," sapa Nisa saat Sarah masuk ke dalam mobil."Siap karena kepaksa," keluh Sarah, agak kesal, sementara Nisa hanya nyengir kuda, merasa tak bersalah.“So sweet, sahabatku,” kata Nisa."Kita mau ke mana?" tanya Sarah, penasaran."Kita mau pergi ke undangan Resto & Cafe The Moon," jawab Nisa.Sarah menggeleng, baru mengetahui tentang The
***Ketika pagi datang, Sarah tetap tidak bisa tidur nyenyak untuk beberapa hari ini. Lamunan selalu menemaninya akhir-akhir ini. Sarah terus memikirkan kejadian Sabtu kemarin.Pikirannya tak bisa ia kendalikan, sekuat tenaga ia ingin melupakan, tapi semuanya sia-sia. Lelaki itu pelakunya, siapa lagi kalau bukan Kevin. Bossnya yang selalu membuat hatinya berdebar tak karuan. Pria yang ia beri gelar pria dari kutub es yang ternyata tanpa ia sadari mampu menghangatkan hatinya.Sarah tak memiliki kuasa untuk memilih dan kepada siapa ia harus jatuh cinta, jika ingin menawar Sarah pun tak ingin jatuh cinta pada lelaki itu. Lelaki yang baginya bagai langit dan bumi, baginya Kevin mempunyai tembok yang tinggi dan dingding yang tak bisa ia robohkan.Tunggu, apakah benar ia sedang jatuh cinta? Apakah ini hanya perasaan yang seolah hatinya yang telah kosong diisi kembali dengan hadirnya lelaki itu?Entahlah, Sarah tak mengerti. Bagaimana ia harus bersikap da