***“Wartawan itu sungguh membuatku pusing,” keluh Sarah, menyandarkan tubuhnya di kursi mobil sebelah kemudi. “Aku harus kembali ke masa kecil lagi, bermain petak umpet! Kamu tahu, Sean, saat aku pertama kali datang ke panti, aku dikucilkan karena wajah cantik dan kulit putih bersihku membuat mereka sebal,” kata wanita itu dengan percaya diri.Lalu Sarah melanjutkan, “Akhirnya aku menjadi boss saat kecil di panti. Ketika aku selalu menang di petak umpet dan lomba lari, mereka mengidolakanku. Katanya, aku itu bagai boneka cantik yang tangguh,” ujarnya bangga.Sarah terus berbicara tanpa henti. Sean setia mendengarkan wanita itu yang terus meracau. Suaranya membuatnya bahagia. Entah mengapa, hanya dengan mendengar suaranya, Sean selalu merindukannya. Apa boleh ia merasakan hal itu kali ini?“Sean, apa kamu mempunyai orang tua dan keluarga?” tanya Sarah.“Saya punya orang tua dan juga satu kakak laki-laki serta satu adik perempuan,” jawab Sean.“Pasti bahagia mempunyai keluarga,” Sarah
***Bunyi ledakan senjata api terus menggema di ruang latihan menembak milik Hansen. Suara peluru menghantam sasaran bidik dengan tepat. Hansen sangat lihai memainkan senjata api, setiap tembakannya mengenai sasaran. Ia terus mengeluarkan peluru, mencoba melupakan kejadian kemarin sore. Hansen tak bisa tidur semalam, pikirannya terus dihantui oleh peristiwa itu. Ia lepas kendali, rasa sakit hatinya yang luar biasa memaksanya melakukan hal itu. Ia merasa seperti lelaki brengsek.Namun di sisi lain, ia menikmati ciuman itu, meski ada harga mahal yang harus ia bayar, yaitu kebencian di mata Sarah. Cara itu sebenarnya tak ingin ia lakukan, tetapi ia tak bisa hanya menunggu keajaiban agar wanita pujaannya datang padanya. Hansen harus menariknya dengan paksa, meski itu menyakitkan.Setelah selesai latihan, Hansen pergi bersantai di ruang baca. Tak lama kemudian, Zeline, adiknya, datang ke ruang baca dan berdiri di hadapannya."Ada apa kamu datang ke sini?" tanya Hansen."Kenapa Kakak memaks
***Kevin terus memantau informasi tentang aktivitas Reva yang masih belum terendus oleh pihak berwajib. Pabrik ekstasi miliknya di Bekasi telah disulap menjadi pabrik masker kain. Wanita itu memang telah memperhitungkan segalanya dengan cerdik. Namun, Kevin tak akan membiarkan wanita tua itu lama-lama menghirup kebebasan. Ia tahu bahwa Reva mendapat dukungan kuat dari mafia besar dan kelompok Yakuza yang kuat.Tak lama kemudian, Mr. Isamu datang menghampirinya."Tuan Kevin Hadiwajaya," sapanya dengan sopan.Kevin tersenyum ramah. "Mr. Isamu, senang akhirnya saya bisa bertemu langsung dengan Anda," ucap Kevin.Mr. Isamu adalah seorang penasihat terpercaya dari kelompok Yakuza Yamegochi-kai. Usianya sekitar 50-60 tahun, meskipun begitu, wajahnya masih terlihat rupawan. Kevin merasa beruntung bisa bertemu dan berbincang dengannya.Mr. Isamu menjamu Kevin dengan sangat baik. Dari obrolan dan sikap Kevin, ia terkesan dan langsung menyukainya, padahal ia tak mudah terkesan dengan sembarang
***Kevin tersenyum melihat Shopia tertidur dalam pelukan Sarah. Ia mencium kening keduanya dengan lembut. Setelah puas menatap wajah mereka, Kevin keluar dan Zeline hanya menggigit bibir bawahnya saat Kevin menatapnya dengan galak. Tatapan itu menuntut penjelasan.Mereka duduk di balkon, dan Zeline tak berani menatap kakaknya."Ada yang ingin kamu jelaskan pada Kakak?" Kevin memulai pembicaraan.Zeline memberanikan diri untuk menatap langsung. "Maaf, Kak. Aku lupa memberitahumu," jawabnya berbohong.Kevin menghela napas, tahu bahwa gadis itu berbohong. "Kakak tahu kamu berbohong! Pasti kalian bekerja sama untuk tidak memberitahuku," ketus Kevin."Bukan begitu, Kak. Kami tidak memberi tahu karena Kakak sedang berada di Singapura," Zeline membela diri."Jadi alasan kalian tidak memberi tahu hanya karena itu? Apa tidak ada alasan lain?" Suara Kevin meninggi.Zeline menggigit bibir bawahnya lagi, kali ini tak bisa mencari alasan untuk menjawab, akhirnya Zeline hanya bisa pasrah dan berka
***Sarah masih terus terdiam saat menikmati sarapannya pagi ini, sementara Kevin terus tersenyum menatap wanita itu tanpa henti. Ia masih membayangkan kejadian tadi pagi saat berada di kolam renang.Sarah tidak ingin melihat wajah Kevin, ia malu. Namun, ia juga sebal menatap Kevin yang terus menyunggingkan senyum padanya, seolah hanya dia yang merasa canggung. Pria itu benar-benar mesum, pikirnya."Papi, nanti kita main yah," pinta Shopia memecahkan keheningan."Iya, sayang. Kita tunggu bunda Sarah selesai," jawab Kevin."Kak, kita rapatnya sekitar jam sepuluh. Sekarang mau siap-siap menyiapkan bahan yang akan dipresentasikan. Aku dan Sarah pergi sama Sean. Kakak mau di sini saja atau mau ikut bersama kami?" Zeline menawarkan."Aku dan Shopia antar kalian saja," jawab Kevin."Antar saja, kan?" tanya Zeline memastikan."Iya. Kakak akan mengantar sampai depan pintu kantormu," tegas Kevin.Zeline memiliki beberapa kantor cabang di Indonesia, salah satunya di Bandung.Zeline agak khawati
***Sejak tadi Hansen melamun, konsentrasinya terpecah. Tatapan mata Sarah pada Kevin membuatnya merasa sesak. Wanita itu menatap penuh kehangatan dan cinta yang luar biasa. Hansen cemburu, ia juga ingin mendapatkan cinta wanita itu.Hatinya terasa kacau, entah bisa merasakan patah lagi atau tidak, hatinya sering dipatahkan berkali-kali oleh Sarah.Rapat sudah selesai, Sarah sudah menyelesaikan tugasnya. Terasa aneh baginya, mengapa rapat diadakan pada hari Minggu. Apa benar ini hanya akal-akalan pria itu untuk membawanya pergi? Beruntung Sarah memiliki Zeline di sisinya, wanita itu terus melindunginya dan menjaganya dengan baik."Aku mau bicara," cegah Hansen saat melihat Sarah akan keluar ruang rapat."Bicara apa?" Sarah menunjukkan rasa lelahnya."Kamu sengaja membawa dia untuk membuatku cemburu?"Sarah hanya bisa menatap Hansen dengan ekspresi datar. "Jika iya, kenapa?" tanya wanita itu menantang."Kamu sangat berhasil membuatku terbakar oleh cemburu dan amarah," balas Hansen deng
***Setelah kejadian di ruang rapat itu, Hansen tak menunjukkan batang hidungnya pada Sarah. Banyak yang mengatakan bahwa pria itu langsung pergi ke Bali karena ada urusan mendadak. Sudah hampir seminggu pria itu masih berada di sana.Sarah masih kepikiran dengan cerita singkat Bastian tentang Hansen. Lelaki itu begitu banyak menyimpan luka, tapi kenapa harus jatuh cinta padanya yang sudah menautkan hati pada pria lain?Sarah tak mau memikirkannya lagi karena akan membuatnya lemah karena perasaannya itu. Jam dinding sudah menunjukkan pukul delapan malam, Sarah bergegas untuk pulang dan dengan setia Sean sudah menunggunya di depan."Mau pulang ke mana, Nona?" tanya Sean."Ke apartemen saja, aku ingin sendirian dulu," jawab Sarah merasa letih.Sarah dari tadi hanya diam saja, itu membuat Sean merasa ada hal aneh. Biasanya wanita itu sangat cerewet sekali dan hal apapun diceritakannya, tapi hari ini Sarah seperti menyimpan sesuatu yang berat di pikirannya."Apa Nona Sarah sedang sakit?"
***Reva geram saat ini. Mafia yang mendukungnya, Devil Cry, telah melepaskan tanggung jawab mereka. Semua karena dukungan mafia besar di belakang Kevin yang membuat mereka enggan mengambil risiko.Reva tidak ingin semua ini berakhir begitu saja. Ia telah lama menanti kehancuran Kevin dan sabar menunggu agar semua harta kekayaan suaminya jatuh ke tangannya.Masalah baru muncul. Pabrik ekstasinya terpaksa berhenti total karena sudah dicurigai oleh aparat kepolisian. Belum lagi ada surat kaleng yang mengancamnya karena beberapa bisnis kotornya akan terkuak ke publik.Di mata publik, Reva adalah sosialita dan pengusaha wanita sukses yang mendirikan badan amal sendiri. Padahal semua itu hanya untuk menutupi kejahatannya saja. Reva memang pandai bersandiwara."Sial! Anak itu ternyata mendapatkan dukungan besar sampai Devil Cry pun tidak mau ambil risiko!" geram Reva. Ia marah luar biasa.Asistennya datang menghampiri dengan napas terengah-engah. "Nyonya, gawat.""Gawat kenapa?" tanya Reva