***Kevin tersenyum melihat Shopia tertidur dalam pelukan Sarah. Ia mencium kening keduanya dengan lembut. Setelah puas menatap wajah mereka, Kevin keluar dan Zeline hanya menggigit bibir bawahnya saat Kevin menatapnya dengan galak. Tatapan itu menuntut penjelasan.Mereka duduk di balkon, dan Zeline tak berani menatap kakaknya."Ada yang ingin kamu jelaskan pada Kakak?" Kevin memulai pembicaraan.Zeline memberanikan diri untuk menatap langsung. "Maaf, Kak. Aku lupa memberitahumu," jawabnya berbohong.Kevin menghela napas, tahu bahwa gadis itu berbohong. "Kakak tahu kamu berbohong! Pasti kalian bekerja sama untuk tidak memberitahuku," ketus Kevin."Bukan begitu, Kak. Kami tidak memberi tahu karena Kakak sedang berada di Singapura," Zeline membela diri."Jadi alasan kalian tidak memberi tahu hanya karena itu? Apa tidak ada alasan lain?" Suara Kevin meninggi.Zeline menggigit bibir bawahnya lagi, kali ini tak bisa mencari alasan untuk menjawab, akhirnya Zeline hanya bisa pasrah dan berka
***Sarah masih terus terdiam saat menikmati sarapannya pagi ini, sementara Kevin terus tersenyum menatap wanita itu tanpa henti. Ia masih membayangkan kejadian tadi pagi saat berada di kolam renang.Sarah tidak ingin melihat wajah Kevin, ia malu. Namun, ia juga sebal menatap Kevin yang terus menyunggingkan senyum padanya, seolah hanya dia yang merasa canggung. Pria itu benar-benar mesum, pikirnya."Papi, nanti kita main yah," pinta Shopia memecahkan keheningan."Iya, sayang. Kita tunggu bunda Sarah selesai," jawab Kevin."Kak, kita rapatnya sekitar jam sepuluh. Sekarang mau siap-siap menyiapkan bahan yang akan dipresentasikan. Aku dan Sarah pergi sama Sean. Kakak mau di sini saja atau mau ikut bersama kami?" Zeline menawarkan."Aku dan Shopia antar kalian saja," jawab Kevin."Antar saja, kan?" tanya Zeline memastikan."Iya. Kakak akan mengantar sampai depan pintu kantormu," tegas Kevin.Zeline memiliki beberapa kantor cabang di Indonesia, salah satunya di Bandung.Zeline agak khawati
***Sejak tadi Hansen melamun, konsentrasinya terpecah. Tatapan mata Sarah pada Kevin membuatnya merasa sesak. Wanita itu menatap penuh kehangatan dan cinta yang luar biasa. Hansen cemburu, ia juga ingin mendapatkan cinta wanita itu.Hatinya terasa kacau, entah bisa merasakan patah lagi atau tidak, hatinya sering dipatahkan berkali-kali oleh Sarah.Rapat sudah selesai, Sarah sudah menyelesaikan tugasnya. Terasa aneh baginya, mengapa rapat diadakan pada hari Minggu. Apa benar ini hanya akal-akalan pria itu untuk membawanya pergi? Beruntung Sarah memiliki Zeline di sisinya, wanita itu terus melindunginya dan menjaganya dengan baik."Aku mau bicara," cegah Hansen saat melihat Sarah akan keluar ruang rapat."Bicara apa?" Sarah menunjukkan rasa lelahnya."Kamu sengaja membawa dia untuk membuatku cemburu?"Sarah hanya bisa menatap Hansen dengan ekspresi datar. "Jika iya, kenapa?" tanya wanita itu menantang."Kamu sangat berhasil membuatku terbakar oleh cemburu dan amarah," balas Hansen deng
***Setelah kejadian di ruang rapat itu, Hansen tak menunjukkan batang hidungnya pada Sarah. Banyak yang mengatakan bahwa pria itu langsung pergi ke Bali karena ada urusan mendadak. Sudah hampir seminggu pria itu masih berada di sana.Sarah masih kepikiran dengan cerita singkat Bastian tentang Hansen. Lelaki itu begitu banyak menyimpan luka, tapi kenapa harus jatuh cinta padanya yang sudah menautkan hati pada pria lain?Sarah tak mau memikirkannya lagi karena akan membuatnya lemah karena perasaannya itu. Jam dinding sudah menunjukkan pukul delapan malam, Sarah bergegas untuk pulang dan dengan setia Sean sudah menunggunya di depan."Mau pulang ke mana, Nona?" tanya Sean."Ke apartemen saja, aku ingin sendirian dulu," jawab Sarah merasa letih.Sarah dari tadi hanya diam saja, itu membuat Sean merasa ada hal aneh. Biasanya wanita itu sangat cerewet sekali dan hal apapun diceritakannya, tapi hari ini Sarah seperti menyimpan sesuatu yang berat di pikirannya."Apa Nona Sarah sedang sakit?"
***Reva geram saat ini. Mafia yang mendukungnya, Devil Cry, telah melepaskan tanggung jawab mereka. Semua karena dukungan mafia besar di belakang Kevin yang membuat mereka enggan mengambil risiko.Reva tidak ingin semua ini berakhir begitu saja. Ia telah lama menanti kehancuran Kevin dan sabar menunggu agar semua harta kekayaan suaminya jatuh ke tangannya.Masalah baru muncul. Pabrik ekstasinya terpaksa berhenti total karena sudah dicurigai oleh aparat kepolisian. Belum lagi ada surat kaleng yang mengancamnya karena beberapa bisnis kotornya akan terkuak ke publik.Di mata publik, Reva adalah sosialita dan pengusaha wanita sukses yang mendirikan badan amal sendiri. Padahal semua itu hanya untuk menutupi kejahatannya saja. Reva memang pandai bersandiwara."Sial! Anak itu ternyata mendapatkan dukungan besar sampai Devil Cry pun tidak mau ambil risiko!" geram Reva. Ia marah luar biasa.Asistennya datang menghampiri dengan napas terengah-engah. "Nyonya, gawat.""Gawat kenapa?" tanya Reva
***"Kalau ada yang tanya saya, bilang saya belum datang, ya," pinta Sarah kepada karyawan di butik."Baik, Bu," jawab karyawan serempak.Sarah bergegas masuk ke ruangannya, tak sabar melihat wajah Kevin meski hanya dari layar ponsel. Setidaknya itu bisa mengobati rasa rindunya.Tak lama ia duduk, panggilan video dari Kevin masuk.“Halo, Sayang.” Sarah tersenyum menatap wajah pria itu di layar ponselnya.“Sayangku. Sudah makan siang?” tanya Kevin tersenyum melihat wajah ceria Sarah.“Sudah, tapi aku pulang duluan tadi biar bisa bicara sama kamu,” balas Sarah.“Kenapa enggak di sana saja diangkat? Kan hanya ada Sean. Aku tak masalah ada dia,” kata Kevin.“Enggak ah, ada Nisa juga. Lagian, nanti dia cemburu kamu hubungi aku. Nanti dia makin gencar mendekati Sean karena melihat kita romantis begini,” balas Sarah tertawa ringan,Tawa Sarah terdengar merdu di telinga Kevin. “Masih lama kita ketemu, sayang. Di sini aku kesepian,” ucapnya.“Masih ada dua hari lagi kan? Pasti enggak akan tera
***Sean melihat wajah Sarah yang tertekan. Ini pertama kalinya wanita itu muncul ke publik setelah identitasnya sebagai kekasih Kevin terbongkar. Mungkin wanita lain akan merasa senang menjadi sorotan, tapi Sarah justru sebaliknya. Dia merasa risih dan tak nyaman."Mau pergi ke suatu tempat?" tawar Sean.Sarah melirik ke arah Sean, ia tak menyangka pria dingin yang seperti robot itu memulai pembicaraan. "Tempat apa?" tanya wanita itu."Nanti, Nona akan tahu," jawab Sean singkat.Sarah hanya menurut, memang ia butuh ketenangan agar perasaannya kembali membaik dan ia merasa bosan sendirian di apartemen.Sean mengajak Sarah ke suatu tempat, di sudut kota Jakarta yang sibuk ternyata ada tempat yang tenang. Sebuah kedai kopi bernuansa garden. Mata Sarah langsung membulat sempurna saat melihat kedai kopi ini, ia tak menyangka masih ada tempat seperti ini di Jakarta.Kedai kopi ini memiliki ornamen berwarna hijau dan tambahan tanaman yang m
***Sarah menggeliatkan tubuhnya. Seluruh badannya terasa pegal dan capek karena beberapa hari terakhir ini ia terus saja diburu oleh para wartawan. Dimanapun Sarah berada, pasti ada jepretan kamera wartawan. Beruntung ada Sean yang selalu sigap melindunginya, pria itu bagaikan ayah yang melindungi putri kecilnya.Sarah tertawa cekikikan. Mana bisa Sean yang masih muda menjadi ayah baginya? Harusnya menjadi kakak laki-laki lebih cocok.Sarah menuju dapur dan meminum segelas air putih, lalu ia menuju balkon menghirup udara pagi. Saat ia merentangkan kedua tangannya, ada seseorang yang memeluknya dari belakang. Sarah langsung tahu siapa orang itu hanya dari wangi parfum mahalnya."Kapan sampai sini?" tanya Sarah."Tadi jam tiga pagi," jawabnya dengan suara serak khas bangun tidur.Sarah tersenyum karena pria itu menghampirinya dan tangan lelaki itu melingkar di pinggangnya dengan erat."Aku sangat merindukanmu," bisik Kevin lembut.