“Mom?”Raut wajah Jenniver berubah melihat sosok wanita paruh baya yang begitu dia kenali. Ya, rasanya sudah lama sekali Jenniver tak lagi melihat sang ibu. Tatapan penuh kerinduan bercampur dengan bahagia melebur menjadi satu dalam diri Jenniver.“Kau di sini?” Suara ibu dari Jenniver dengan nada yang begitu dingin dan tegas.“Mom … aku merindukanmu.” Jenniver tak menjawab ucapan ibunya. Wanita itu langsung memeluk erat sang ibu penuh dengan kerinduan. “Mom, aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di Jakarta,” ucapnya lagi dengan bahagia. Sedangkan ibunya itu bahkan hanya bergeming dan tak membalas pelukan dari Jenniver.“Kau belum menjawab pertanyaanku, Jenniver. Kenapa kau ada di sini?” Ibu dari Jenniver itu kembali bertanya kala Jenniver sudah mengurai pelukannya.Jenniver tersenyum. “Aku bersama temanku, Mom. Waktu itu aku pernah bercerita kan ada orang baik yang menyelamatkan Theo? Dan sekarang aku sedang berjalan-jalan denganya. Dia Stella Geovan. Istri pengusaha terkenal Sea
“Sean, apa kebaya ini cocok untukku? Lihatlah pinggangku sudah membengkak. Lenganku juga, Sean. Aku jadi malu jalan denganmu, Sean.”Suara Stella berucap seraya mematut cermin. Ya, kini tubuhnya sudah terbalut oleh kebaya indah hasil rancangannya. Wajahnya pun telah dirias dengan cantik. Rambut hitamnya digulung ke atas, memperlihatkan leher jenjangnya yang mulus dan indah.Senyuman samar di wajah Sean terlukis mendengar ucapan konyol istrinya itu. Sean mendekat dan langsung memeluk istrinya dari belakang. Mengecupi tengkuk leher istrinya itu. “Kau adalah wanita tercantik. Kenapa harus malu, hm?”Stella tersenyum mendengar ucapan Sean. Setiap kali dia merasa insecure maka sang suami akan selalu menenangkannya. Sebenarnya Stella tidak pernah memusingkan bentuk tubuhnya yang berubah. Tentu, Stella tidak peduli akan itu. Namun, hanya moment tertentu jika harus bertemu dengan banyak rekan bisnis Sean, terkadang Stella merasa insecure dengan para istri dari rekan bisnis Sean memiliki tubuh
“Sean, apa Kelvin dan Ken akan mengambil cuti lama?” Stella melangkah mendekat pada Sean yang tengah menyesap kopi di tangannya. Ya, kini Sean dan Stella tengah menikmati pagi mereka di kamar dengan sarapan yang telah terhidang di atas meja. Weekend seperti ini Sean memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama dengan sang istri. Pun Stella tentu tidak diizinkan Sean untuk bekerja dikala weekend.“Mungkin sekitar satu atau dua minggu. Aku tidak terlalu mengingatnya. Pekerjaan mereka sudah ditangai oleh asisten mereka,” jawab Sean seraya meletakan cangkir yang berisikan kopi ke atas meja. Serta tatapan yang kini mulai teralih pada Stella yang mulai duduk di sampingnya.“Apa mereka tidak ingin pergi berbulan madu, Sean?” tanya Stella seraya mengambil sandwich tuna yang telah disiapkan oleh pelayan, dan mulai memakannya.Kelvin dan Ken tengah mengambil cuti mereka karena baru saja menikah. Beruntung selama Kelvin atau pun Ken cuti; Sean tidak terlalu menangani pekerjaan mereka. Sebelum cut
Suara pesan masuk di ponsel Stella membuat Stella yang baru saja selesai minum obat dan vitamin langsung mengambil ponsel miliknya, dan membaca isi pesan masuk itu. Ya, tertera nama Alika di sana. Tanpa menunggu, Stella segera membuka pesan masuk itu.Alika : Stella, apa benar kabar yang aku dengar tiga bayi kembarmu laki-laki?Stella : Memangnya aku belum bilang padamu dan Chery, ya?Alika : Bagaimana mau bilang! Chery setelah menikah sibuk berduaan dengan Ken. Aku juga sibuk mengurus pernikahanku. Aku juga lupa menanyakan jenis kelamin calon keponakanku itu. Terakhir kita bertemu juga aku lupa. Astaga, aku ini masih muda tapi sudah seperti nenek tua saja.Stella mengulum senyumannya membaca pesan masuk dari Alika yang isinya menggerutu semua. Stella akui dirinya lupa memberikan kabar pada Alika dan Chery. Kala itu Stella memeriksa kan kandungan dua hari setelah pernikahan Ken dan Chery. Itu pun yang tahu baru mertua dan adik iparnya saja. Untuk para sepupu Sean; Stella pikir mertuan
“Stella.”Suara bariton memanggil Stella sontak membuat Stella yang hendak menandatangani dokumen di hadapannya langsung terhenti. Tampak raut wajah Helga menjadi kesal kala Stella tidak jadi tanda tangan. Terlihat jelas, Helga berusaha mengendalikan dirinya.“Sean?” Wajah Stella terkejut kala melihat Sean melangkah mendekat padanya. Sepasang iris mata abu-abu Stella menunjukan keterkejutannya. Pasalnya, Stella tidak menyangka Sean ada di restoran ini. Padahal tadi suaminya itu tadi mengatakan akan langsung pulang, dan sore nanti Stella akan dijemput oleh sopir. Tapi kenapa sekarang dia melihat snag suami?Detik selanjutnya, Helga menoleh pada sumber suara itu. Wanita paruh baya itu duduk di depan Stella; sehigga tak bisa langsung melihat jika ada yang datang. Dan seketika raut wajah Helga berubah melihat sosok pria tampan bertubuh gagah mendekat padanya. Sepasang iris mata cokelat Sean terhunus begitu dingin padanya. Helga panik. Cemas. Semua bercampur menjadi satu. Akan tetapi Helga
Mobil yang dilajukan oleh Sean mulai memasuki sebuah halaman parkir rumah yang ditempati oleh Mateo dan Miracle selama ada di Jakarta. Saat mobil sudah terparkir, Sean turun dari mobil dan segera masuk ke dalam rumah. Tampak para pelayan dan penjaga menundukan Sean yang baru saja masuk ke dalam rumah.“Selamat siang, Tuan Sean,” sapa sang pelayan dengan sopan.“Di mana Mateo dan Miracle?” tanya Sean dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.“Nyonya Miracle sedang pergi bersama dengan Nyonya Besar Marsha, Tuan. Kalau Tuan Mateo sedang berada di halaman belakang tengah latihan menembak,” jawab sang pelayan mememberitahu dengan sopan.Sean terdiam sejenak mendengar ucapan sang pelayan. Ya, berlatih menembak memang hobby Mateo bersama dengan Miracle. Baik adik perempuannya atau adik iparnya itu sama-sama memiliki hobby berlatih menembak“Aku akan menemui Mateo,” tukas Sean dingin.“Baik, Tuan.” Sang pelayan menundukan kepalanya kala Sean mulai melangkah menuju halaman belakang.Saat Sean m
Sean duduk di kursi kebesarannya dengan pikiran yang menerawang ke depan. Ya, sejak di mana Sean bertemu dengan sosok wanita paruh baya yang bernama ‘Helga Garcia’ membuat Sean seakan tak henti memikirkan wanita itu. Ditambah dengan ucapan Mateo—adik iparnya yang mengatakan pernah mendengar nama ‘Garcia’ yang seperti memiliki hubungan dengan Walter Group. Sean benar-benar seperti merasakan berada di sebuah labirin yang tak memiliki petunjuk sama sekali. Ada keraguan dalam diri Sean akan bisa dengan mudah memecahkan semua ini dengan mudah. Pasalnya Sean tahu, jika Tomy—asistennya itu mengalami kesulitan luar biasa maka ada sesuatu dibalik ini semua. Artinya memang ada yang menutupi semua ini.Hal yang membuat Sean curiga adalah ketika Helga meminta tanda tangan Stella. Sebuah dokumen yang tertuliskan dengan menggunakan Deutsch. Rasanya tidak mungkin ada sebuah perusahaan yang sedang tidak berada di negara asal perusahannya itu sendiri menggunakan bahasanya sendiri. Jelas, harusnya jika
“Stella, hari ini aku ada meeting pemegang saham. Kau berangkat kuliah bersama sopir. Aku tidak bisa mengantarmu.”Suara Sean berucap seraya menatap Stella yang tengah membetulkan dasinya yang kurang rapi. Sesekali Sean mencium kening Stella. Istrinya itu begitu cekatan dalam mengurusnya.“Iya, Sayang. Aku mengerti kesibukanmu.” Stella menepuk pelan dada Sean kala dirinya sudah merapikan dasi yang suami. “Nanti aku akan berangkat bersama sopir.”“Apa rencanamu sepulang kuliah? Apa kau ingin pergi?” tanya Sean sembari membelai pipi sang istri.“Hm, aku tidak memiliki rencana apa pun. Chery dan Alika masih izin masuk kuliah. Sedangkan Jenniver sepertinya sedang sibuk bertemu dengan teman-temannya di Jakarta, Sean,” ujar Stella memberitahu.Sean mengangguk singkat. “Kalau begitu pulang kuliah, kau langsung pulang saja. Jangan pergi ke mana-mana.”“Iya, Sean.” Stella mengecup rahang Sean. “Yasudah, lebih baik kita berangkat sekarang, Sean. Aku juga ada kelas pagi hari ini.”“Ya.” Sean men