“Jenniver, aku lupa bertanya Theo ada di mana? Apa Theo sekarang berada bersama dengan ibumu?” tanya Stella seray menatap Jenniver. Ya, kini Stella dan Jenniver tengah berada di dalam mobil. Hal yang pertama kali Stella ingat adalah Theo. Pasalnya kala Jenniver tadi menjemputnya; Jenniver tidak bersama dengan Theo.“Theo sedang diajak main temanku, Stella. Kasihan temanku sudah menikah sepuluh tahun tapi belum punya anak. Jadi setiap kali dia melihat Theo pasti selalu mengajak Theo jalan,” ujar Jenniver yang seketika membuat Stella diam membisu dengan sorot mata yang sulit diartikan.Dalam benak Stella ada rasa iba pada teman Jenniver. Ingatannya langsung berputar pada kehidupannya sendiri. Kala itu dokter mengatakan pada Stella tidak bisa mengandung. Seakan bumi berhenti pada porosnya; Stella benar-benar hancur ketika dokter memvonis dirinya tak bisa mengandung. Stella bahkan merasa tidak pantas untuk Sean yang begitu sempurna. Namun, ternyata takdir berkata lain; ditengah keputusasa
“Meeting kita lanjutkan besok ketika laporan laba perusahaan sudah ada di tanganku.”Sean menutup meeting para pemegang saham. Dia langsung bangkit dari tempat duduknya. Bersama dengan para pemegang saham lainnya yang juga bangkit berdiri. Kini Sean melangkah lebih dulu keluar dari ruang meeting bersama dengan Ken dan Kelvin yang mengikuti Sean. Tampak sang sekretaris memberikan dokumen yang dibutuhkan Sean, dan Sean hanya menerima dokumen itu—lalu meminta sang sekretaris untuk tak mengganggunya.Saat di ruang kerja, Sean tidak hanya sendiri tapi Ken dan Kelvin juga ikut ke dalam ruang kerjanya. Sean yang duduk di kursi kebesarannya sedangkan Ken dan Kelvin duduk tepat di depan Sean. Ya, harusnnya Ken dan Kelvin masih cuti bekerja namun Ken dan Kelvin memilih untuk tetap masuk bekerja karena hari ini adalah rapat pemegang saham. Lagi pula Ken dan Kelvin pun menunda bulan madu mereka. Itu yang membuat mereka memutuskan untuk datang ke perusahaan.“Sean, aku dengar tadi malam Paman Will
“Xian Lim. Saya sudah tahu tentang Xian Lim. Dan saya pun tahu dengan siapa Xian Lim bekerja.”Raut wajah Sean berubah mendengar apa yang diucapkan oleh Tomy. Tampak sepasang iris mata Sean begitu menghunus tajam. Pun sama halnya dengan Ken dan Kelvin yang memberikan tatapan lekat dan dingin pada Tomy. Tatapan yang tersirat jelas menuntut agar Tomy menjelaskan semuanya.“Katakan, apa yang kau ketahui tentang Xian Lim,” tukas Sean dingin, dan penuh ketegasan. Nada bicaranya tersirat tak sabar untuk mengetahui semua informasi yang memang telah lama Sean tunggu.Tomy terdiam sejenak. Dia mengumpulan semua keberanian dalam dirinya untuk menceritakan informasi yang dia dapatkan. Sebuah informasi yang nyaris membuat Tomy terbunuh. Andai tidak ada yang membantunya maka sudah dipastikan Tomy tak mungkin bisa selamat.“Xian Lim adalah orang kepercayaan dari Gilly Walter. Selama ini Gilly Walter memang sering menggunakan nama Braun di depan rekan bisnisnya. Gilly Walter adalah anak dari istri k
“Akh—” Jenniver meringis kala dia mulai membuka matanya. Perlahan Jenniver mulai mengerjapkan matanya beberapa kali. Dan seketika raut wajah Jenniver berubah kala melihat dirinya berada di sebuah kamar yang tak asing. Tampak jelas wajah Jenniver begitu terkejut dan bercampur dengan kepanikan yang melanda.Sejenak, Jenniver tampak berpikir kenapa dirinya bisa berada di dalam kamar ini. Namun, tiba-tiba dikala Jenniver berusaha menggali ingatannya, sesuatu muncul dalam benak Jenniver. Wajah Jenniver kian panik. Ya, dia mengingat dengan jelas terakhir dirinya tengah bersama dengan ibunya makan siang bersama dengan Stella. Tapi kenapa dirinya harus ada di kamar ini? Di mana Stella? Semua pertanyaan bercampur cemas melanda diri Jenniver.“Apa yang terjadi?” Jenniver terus mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Stella. “Stella? Stella?” Jenniver akhirnya mengeluarkan suara memanggil Stella dengan keras. Namun, sayangnya tak ada hasil. Napas Jenniver memburu. Dia mencurigai sesuatu. Bag
“Pembunuh utama ibumu adalah aku. Bukan Xian Lim.”Suara dari arah belakang menyentak mengejutkan Stella. Dengan mata yang masih memerah, Stella mengalihkan pandangannya menatap tajam sosok wanita paruh baya yang melangkah mendekat padanya. Sepasang iris mata abu-abu Stella tampak memendung kemarahan.“Nyonya?” Xian Lim bangkit berdiri. Dia menundukan kepala kala melihat Gilly datang di hadapannya.Gilly menggerakan kepalanya, meminta Xian Lim untuk berada di belakangnya. Pun Xian Lim segera menurut, dan segera berada tepat di belakang Gilly.“Apa maksud ucapanmu? Dan siapa sebenarnya kau!” seru Stella dengan nada meninggi. Napasnya memburu. Sorot matanya terbendung penuh amarah. Stella tidak pernah mampu mengendalikan emosi jika menyangkut ibunya.“Bukankah sebelumnya aku sudah mengatakan padamu?” Gilly tersenyum anggun. “Aku adalah saudara tiri ibumu, Stella. Dan kematian ibumu karena aku yang membunuhnya. Aku yang memerintahkan Xian Lim untuk membunuh ibumu tepat disaat melahirkanm
“Kau pikir semudah itu bisa membunuhku?”Suara Sean berseru dengan keras dan lantang memasuki ruangan di mana Stella disekap. Tampak Gilly dan Xian Lim terkejut melihat Sean bisa masuk ke dalam bersama dengan beberapa yang yang ikut di belakangnya.Anak buah Gilly segera memblokir jalan Sean kala mendekat. Ya, anak buah Sean tidak ada yang bisa ikut masuk ke dalam karena harus menghadapi anak buah Gilly di depan ruangan ini. Yang ada di belakang Sean hanya ada Tomy, Ken, dan Kelvin yang turut membantu.Gilly mengibaskan rambutnya dengan anggun. Keterkejutannya hanya beberapa detik. Kini Gilly tersenyum puas melihat kehadiaran Sean. Tepat di saat Gilly bergerak maju maka Xian Lim akan langsung mengikuti Gilly.“Welcome to my home, Sean Geovan.” Gilly menyambut dengan senyuman licik di wajahnya.“How dare you kidnap my wife. You know who am I, right?” Sean berdesis dengan nada penuh geraman kemarahan. Terlihat sepasang iris mata cokelat Sean terhunus begitu tajam pada Gilly.Gilly terta
“Dominic?”Sean terperanjat terkejut melihat adik bungsunya datang. Tak hanya Sean tapi Ken dan Tomy pun terkejut melihat kehadiran Dominic. Tampak Sean menatap dingin adiknya yang berani datang di tempat ini. Dalam benak Sean adalah bagaimana adiknya tahu dirinya ada di sini.“Kenapa kau di sini?” seru Sean seraya terus menghunuskan tatapan dingin pada Dominic yang mendekat padanya. Sesaat Sean menyipitkan matanya memberikan tatapan waspada. Ya, Sean takut ada yang menyerang adiknya tiba-tiba. Itu yang membuat Sean harus tetap waspada. Dia tak ingin musuhnya sampai mengambil kesempatan kala seperti ini.“Aku tidak ke sini sendirian.” Dominic menjawab dengan nada dingin, dan raut wajah tanpa ekspresi. Tatapannya tak lepas menatap Gilly yang kini menatapnya. “Dad dan Mateo ada di sini,” lanjutnya yang sontak membuat Sean, Ken, dan Tomy terkejut.“Ah, William ada di sini? Kenapa yang datang hanya putranya? Kenapa bukan dia langsung? Apa dia tega anak-anaknya mati terbunuh?” Gilly tertaw
“Frans, di mana putra kita? Kenapa Ken belum juga tiba juga?” Suara Karin terisak dalam pelukan Frans. Pun Alika menangis dalam pelukan Chery. Serta Charotte—kembaran Kelvin menangis dalam pelukan Arsen.“Sabar, Karin. Putra kita pasti baik-baik saja. Aku yakin Itu.” Frans mengecup kening Karin. Mengeratkan pelukan pada istrinya itu.Suasana di depan rumah sakit begitu mencekam dan penuh ketegangan. Mereka semua menunggu Ken dan Tomy yang tengah ada di perjalanan menuju rumah sakit membawa Kelvin yang terkena luka tembak. Ya, kini semua keluarga tengah berada di depan rumah sakit menunggu kehadiran Ken. Mereka sudah mendapatkan kabar kalau Kelvin tertembak kala membantu Sean menolong Stella. Pun Laura dan Raymond juga ada di rumah sakit itu. Beruntung Laura dan Raymond menunda keberangkatan mereka ke Yunani.Semua orang yang ada di sana di landa kecemasan. Frans, Karin, Laura, Raymond, Marsha, Selena, dan Miracle, Charlotte, Arsen, Lea, Regan—terlihat begitu cemas. Kelvin terkena luka