Waktu menunjukan pukul satu siang. Sean dan Stella baru saja selesai makan siang. Seperti biasa Sean lebih menyukai hidangan Prancis sedangkan Stella tentu saja hidangan Indonesia. Tidak sia-sia Sean menamah chef di rumahnya. Karena terbukti Stella selalu meminta makanan tradisional Indonesia. Kalau seperti ini Sean tidak perlu lagi dipusingkan dengan nama-nama makanan yang tidak pernah dia tahu. Meski Sean memiliki darah Indonesia dari sisi ibunya tetapi Sean tidak tahu semua makanan tradisional Indonesia. Semua karena Sean tidak lahir dan besar di Indonesia. Sejak kecil Sean memang lebih menyukai hidangan Prancis atau pun Italia. Ada beberapa menu makanan Indonesia yang Sean sukai namun itu pun sangat jarang dia makan. Akan tetapi, sejak menikah dengan Stella, tentu makanan yang tersaji di atas meja makan penuh dengan hidangan Indonesia.“Sean, tadi chef yang membuatkanku gado-gado sangat enak. Ah, tadi juga nasi liwetnya sangat enak. Chef baru kita mampu mengolah masakan dengan bai
“Baiklah, Stella. Lebih baik kita menjadi penonton saja. Bagaimana kalau suamiku dan kakakku bertarung? Siapa yang paling hebat di anatara mereka. Sepertinya terdengar sangat asik, bukan?”Suara Miracle berucap dengan nada santai, namun membuat Stella terkejut. Kini Stella mengalihkan pandangannya menatap Miracle. Tampak wajah Stella menatap tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Miracle.“Miracle, tapi—”“Deal. Apa kau takut, Geovan?” Mateo menyunggingkan senyuman misterus pada Sean. Dia menyela ucapan Stella.Sean tersenyum sinis. “Let’s play the game, De Luca.”“Alright.” Mateo menggerakan tangannya, meminta anak buahnya untuk mengambilkan pistol untuk Sean. Dan dengan santai, Sean menerima pistol itu dan tersenyum penuh arti. Sedangkan Stella langsung menelan salivanya susah payah. Tampak wajah Stella yang begitu ketakutan. Ya, yang Stella takutkan adalah Sean terluka.“S-Sean, lebih baik jangan.” Stella menarik kaus Sean, menatap sang suami untuk tidak menyentuh pistol itu.
“Alika, kapan Stella akan masuk kuliah?” Chery bertanya sambil menikmati makanannya bersama dengan Alika di kantin. Ya, seperti biasa suasana akan sepi jika tidak ada Stella. Baik Alika dan Chery sudah terbiasa dengan adanya Stella di sisi mereka.“Kalau tidak salah saat kemarin aku menghubungi Stella, dia bilang Sean memintanya untuk beristirahat tiga hari. Artinya lusa, Stella sudah diperbolehkan masuk kuliah,” jawab Alika memberitahu.Chery menganggukan kepalanya. “Baguslah. Aku juga sudah merindukannya. Oh, ya, Alika, Bagaimana kalau kita main tebak-tebakan?”“Main tebak-tebakan? Apa maksudmu?” tanya Alika yang bingung seraya mengerutkan keningnya. Tampak Alika tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh temannya itu.Chery mengulas senyuman hangat di wajahnya sambil berkata riang, “Kita main tebak-tebakan. Maksudku kita menembak anak Stella laki-laki atau perempuan. Bagaimana? Kau setuju, tidak?”Alika menganggukan kepalanya cepat. Wajahnya sumiringah bahagia. “Ayo, kita main t
Selama beristirahat tiga hari di rumah, Stella banyak menghabiskan waktu bersantai dan terkadang Stella mengajak Alaska bermain. Ya, selama itu juga Stella tidak lagi menonton Drama Korea kesukaannya. Pasalnya, dia mengingat terakhir kali Sean meminta dirinya untuk mulai menyukai film action romance. Walau sebenarnya Stella masih takut menonton action romance tapi tetap saja Stella memberanikan diri. Tentu semua itu karena demi Sean. Dia pun tak menampik aktor Hollywood benar-benar menggoda. Itu alasan Stella mulai betah menonton film-film barat yang direkomendasikan Sean.Kini Stella tengah duduk bersantai di taman belakang rumahnya, menikmati pagi yang cerah. Sebelumnya dokter meminta Stella untuk berjemur di pagi hari. Vitamin D akan sangat baik untuk pertumbuhan bayi dan memperkuat tulangnya. Sesaat Stella memejamkan mata, menikmati embusan angin yang menyentuh kulitnya. Raut wajahnya tampak bahagia melihat cuaca pagi yang cerah.Tatapan Stella mulai teralih pada bunga-bunga yang
Stella merentangkan kedua tangannya kala pagi menyapa. Dia menguap dan mengerjapkan matanya beberapa kali. Saat Stella sudah benar-benar membuka matanya, dia segera mengalihkan pandangannya melihat ke jam dinding—waktu menunjukan pukul tujuh pagi. Ya, hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu Stella. Akhirnya dia sudah bisa masuk kuliah. Tentu saja Stella menyambut dengan bahagia. Pasalnya selama beristirahat tiga hari di rumah, sudah sangat membosankan. Bahkan Stella tak bisa keluar rumah sedikit pun. Pun Stella tidak bisa membantah karenaa apa pun perkataan Sean harus diturutinya.“Sean—” Stella baru saja menoleh ke samping, namun seketika raut wajah Stella berubah mendapati Sean sudah tidak ada di ranjang. Bibirnya tertekuk. Matanya mulai berkaca-kaca. Stella membenci ini. Dia tidak suka jika dia bangun pagi tapi Sean sudah tidak ada di sampingnya.CeklekSuara pintu terbuka membuat Stella mengalihkan pandangannya ke arah pintu. Sayangnya wajah Stella masih tertekuk melihat Sean ya
“Tuan.” Tomy menundukan kepalanya kala melihat Sean keluar dari lift. Tampak wajah Tomy menjadi bingung kala melihat raut wajah Sean begitu dingin dan tampak kesal.“Apa jadwalku hari ini?” Suara Sean bertanya dengan nada dingin dan sorot mata yang tegas. Sejak tadi Sean bahkan tak menjawab kala para karyawan menyapa dirinya. Hanya Tomy yang memiliki keberanian, tentu karena Tomy adalah asisten Sean. Mau tidak mau dalam keadaan Sean marah atau sedang tidak marah, Tomy harus tetap memberanikan diri untuk berbicara dengan Sean. “Sore ini anda bertemu dengan Tuan Mego, salah satu rekan bisnis ada dari Dubai,” jawab Tomy memberitahu. Kepalanya menunduk penuh hormat.Sean mengembuskan napas kasar. “Ikut aku ke ruanganku,” ucapnya dingin.“Baik, Tuan.” Tomy menjawab dengan cepat seraya melangkah mengikuti Sean yang sudah lebih dulu darinya.Namun, saat Sean baru saja masuk ke dalam ruang kerjanya, dia sedikit terkejut melihat Kelvin duduk di kursi tepat di depan kursi kerjanya sambil memb
Stella melangkah keluar ruang kelas dengan riang. Tampak wajahnya begitu bahagia kala kelas berakhir. Stella bahagia karena kembali kuliah serta bertemu dengan teman-temannya. Serta Stella bahagai karena hari ini Sean akan membawakan salak untuknya. Ya, Stella sungguh tak sabar ingin segera tiba di rumah. Tadi siang Sean mengirimkan pesan mengingatkan untuk tidak terlambat makan. Sean tidak membahas tentang salak, namun Stella yakin bahwa Sean akan menepati janjinya. Selama ini Sean tidak pernah tidak menepati janji. Apa pun permintaannya pasti Sean akan menurutinya. Walau tak dipungkiri segala permintaan Stella selalu membuat Sean kesal tetap saja, Sean akan menurutinya.“Stella, kau kenapa senang seperti itu? Apa Sean memberikamu hadiah mahal? Rumah baru misalnya?” tanya Alika yang sedari tadi melihat Stella tak henti tersenyum.“Ah, pasti Sean memberikanmu mobil baru atau berlian mahal?” Chery yang juga ada di sana langsung menebak. Tampak wajah Chery begitu yakin bahwa tebakannya
“Ayo, Sean kita berfoto. Aku hanya ingin kita foto dengan salak saja. Aku tidak mau memakannya.”Sean menatap dingin kala mendengar ucapan Stella. Dia hendak mengeluarkan suara, namun sayangnya Sean kalah cepat dengan jepretan kamera yang telah diambil oleh sang istri. Ya, berbagai pose telah Stella lakukan. Mulai memegang salak sambil memeluk Sean dan pose terakhir mencium bibir Sean sambil memegang salak. Well, Sean bahkan tak memasang ekspresi apa pun di wajahnya. Dia hanya menatap tak percaya dengan tindakan yang dilakukan oleh istrinya itu. Betapa konyolnya memetik buah salak di kebun dan hanya untuk berfoto saja. Entah apa yang ada di pikiran Stella saat ini.“Stella, kau memintaku untuk memetik buah salak ini karena kau ingin memakannya, bukan? Kenapa kau sekarang hanya ingin berfoto saja?” seru Sean dengan tatapan dingin pada istrinya itu. Sepasang iris mata cokelatnya tampak seperti menerkam musuh.Stella menarik napas dalam, dan mengembuskan perlahan. Kini Stella memasukan k