“Alika, kapan Stella akan masuk kuliah?” Chery bertanya sambil menikmati makanannya bersama dengan Alika di kantin. Ya, seperti biasa suasana akan sepi jika tidak ada Stella. Baik Alika dan Chery sudah terbiasa dengan adanya Stella di sisi mereka.“Kalau tidak salah saat kemarin aku menghubungi Stella, dia bilang Sean memintanya untuk beristirahat tiga hari. Artinya lusa, Stella sudah diperbolehkan masuk kuliah,” jawab Alika memberitahu.Chery menganggukan kepalanya. “Baguslah. Aku juga sudah merindukannya. Oh, ya, Alika, Bagaimana kalau kita main tebak-tebakan?”“Main tebak-tebakan? Apa maksudmu?” tanya Alika yang bingung seraya mengerutkan keningnya. Tampak Alika tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh temannya itu.Chery mengulas senyuman hangat di wajahnya sambil berkata riang, “Kita main tebak-tebakan. Maksudku kita menembak anak Stella laki-laki atau perempuan. Bagaimana? Kau setuju, tidak?”Alika menganggukan kepalanya cepat. Wajahnya sumiringah bahagia. “Ayo, kita main t
Selama beristirahat tiga hari di rumah, Stella banyak menghabiskan waktu bersantai dan terkadang Stella mengajak Alaska bermain. Ya, selama itu juga Stella tidak lagi menonton Drama Korea kesukaannya. Pasalnya, dia mengingat terakhir kali Sean meminta dirinya untuk mulai menyukai film action romance. Walau sebenarnya Stella masih takut menonton action romance tapi tetap saja Stella memberanikan diri. Tentu semua itu karena demi Sean. Dia pun tak menampik aktor Hollywood benar-benar menggoda. Itu alasan Stella mulai betah menonton film-film barat yang direkomendasikan Sean.Kini Stella tengah duduk bersantai di taman belakang rumahnya, menikmati pagi yang cerah. Sebelumnya dokter meminta Stella untuk berjemur di pagi hari. Vitamin D akan sangat baik untuk pertumbuhan bayi dan memperkuat tulangnya. Sesaat Stella memejamkan mata, menikmati embusan angin yang menyentuh kulitnya. Raut wajahnya tampak bahagia melihat cuaca pagi yang cerah.Tatapan Stella mulai teralih pada bunga-bunga yang
Stella merentangkan kedua tangannya kala pagi menyapa. Dia menguap dan mengerjapkan matanya beberapa kali. Saat Stella sudah benar-benar membuka matanya, dia segera mengalihkan pandangannya melihat ke jam dinding—waktu menunjukan pukul tujuh pagi. Ya, hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu Stella. Akhirnya dia sudah bisa masuk kuliah. Tentu saja Stella menyambut dengan bahagia. Pasalnya selama beristirahat tiga hari di rumah, sudah sangat membosankan. Bahkan Stella tak bisa keluar rumah sedikit pun. Pun Stella tidak bisa membantah karenaa apa pun perkataan Sean harus diturutinya.“Sean—” Stella baru saja menoleh ke samping, namun seketika raut wajah Stella berubah mendapati Sean sudah tidak ada di ranjang. Bibirnya tertekuk. Matanya mulai berkaca-kaca. Stella membenci ini. Dia tidak suka jika dia bangun pagi tapi Sean sudah tidak ada di sampingnya.CeklekSuara pintu terbuka membuat Stella mengalihkan pandangannya ke arah pintu. Sayangnya wajah Stella masih tertekuk melihat Sean ya
“Tuan.” Tomy menundukan kepalanya kala melihat Sean keluar dari lift. Tampak wajah Tomy menjadi bingung kala melihat raut wajah Sean begitu dingin dan tampak kesal.“Apa jadwalku hari ini?” Suara Sean bertanya dengan nada dingin dan sorot mata yang tegas. Sejak tadi Sean bahkan tak menjawab kala para karyawan menyapa dirinya. Hanya Tomy yang memiliki keberanian, tentu karena Tomy adalah asisten Sean. Mau tidak mau dalam keadaan Sean marah atau sedang tidak marah, Tomy harus tetap memberanikan diri untuk berbicara dengan Sean. “Sore ini anda bertemu dengan Tuan Mego, salah satu rekan bisnis ada dari Dubai,” jawab Tomy memberitahu. Kepalanya menunduk penuh hormat.Sean mengembuskan napas kasar. “Ikut aku ke ruanganku,” ucapnya dingin.“Baik, Tuan.” Tomy menjawab dengan cepat seraya melangkah mengikuti Sean yang sudah lebih dulu darinya.Namun, saat Sean baru saja masuk ke dalam ruang kerjanya, dia sedikit terkejut melihat Kelvin duduk di kursi tepat di depan kursi kerjanya sambil memb
Stella melangkah keluar ruang kelas dengan riang. Tampak wajahnya begitu bahagia kala kelas berakhir. Stella bahagia karena kembali kuliah serta bertemu dengan teman-temannya. Serta Stella bahagai karena hari ini Sean akan membawakan salak untuknya. Ya, Stella sungguh tak sabar ingin segera tiba di rumah. Tadi siang Sean mengirimkan pesan mengingatkan untuk tidak terlambat makan. Sean tidak membahas tentang salak, namun Stella yakin bahwa Sean akan menepati janjinya. Selama ini Sean tidak pernah tidak menepati janji. Apa pun permintaannya pasti Sean akan menurutinya. Walau tak dipungkiri segala permintaan Stella selalu membuat Sean kesal tetap saja, Sean akan menurutinya.“Stella, kau kenapa senang seperti itu? Apa Sean memberikamu hadiah mahal? Rumah baru misalnya?” tanya Alika yang sedari tadi melihat Stella tak henti tersenyum.“Ah, pasti Sean memberikanmu mobil baru atau berlian mahal?” Chery yang juga ada di sana langsung menebak. Tampak wajah Chery begitu yakin bahwa tebakannya
“Ayo, Sean kita berfoto. Aku hanya ingin kita foto dengan salak saja. Aku tidak mau memakannya.”Sean menatap dingin kala mendengar ucapan Stella. Dia hendak mengeluarkan suara, namun sayangnya Sean kalah cepat dengan jepretan kamera yang telah diambil oleh sang istri. Ya, berbagai pose telah Stella lakukan. Mulai memegang salak sambil memeluk Sean dan pose terakhir mencium bibir Sean sambil memegang salak. Well, Sean bahkan tak memasang ekspresi apa pun di wajahnya. Dia hanya menatap tak percaya dengan tindakan yang dilakukan oleh istrinya itu. Betapa konyolnya memetik buah salak di kebun dan hanya untuk berfoto saja. Entah apa yang ada di pikiran Stella saat ini.“Stella, kau memintaku untuk memetik buah salak ini karena kau ingin memakannya, bukan? Kenapa kau sekarang hanya ingin berfoto saja?” seru Sean dengan tatapan dingin pada istrinya itu. Sepasang iris mata cokelatnya tampak seperti menerkam musuh.Stella menarik napas dalam, dan mengembuskan perlahan. Kini Stella memasukan k
“Sean?”Suara lembut Stella melangkah masuk ke dalam kamar seraya membawakan nampan yang berisikan spaghetti carbonara. Ya, Stella bangun lebih awal karena membuatkan sarapan untuk Sean. Jika biasanya Stella bangun siang, berbeda kali ini dia khusus bangun pagi demi sang suami. Sudah lama Stella tidak membuatkan sarapan untuk Sean. Dan menu pagi ini, Stella membuatkan pasta. Mengingat Sean menyukai hidangan Italia, itu kenapa Stella membuatkan pasta untuk sang suami.Sean yang tengah membaca koran, dia langsung meletakannya di atas meja dan menatap Stela yang kini sudah duduk di sampingnya. “Kenapa kau masak, sayang? Kau bisa meminta pelayan yang membuatkan makanan. Tidak perlu dirimu.”“Sean, aku sudah lama tidak memasak untukmu. Lagi pula tadi sudah ada dua pelayan yang menjagaku. Bahkan mereka sangat memperhatikan langkahku. Kau tenang saja, sayang. Aku baik-baik saja.” Stella memberikan spaghetti carbonara yang dia buat pada sang suami. “Sekarang makanlah, aku khusus membuatkannya
“Stella, tadi kau di antar Sean, ya?” tanya Alika sembari melangkah masuk ke dalam kantin bersama dengan Stella dan Chery. Kemudian, ketiga wanita itu duduk di tempat yang biasa mereka duduki. Tepat di saat semua sudah duduk, Alika memesan cokelat panas untuk dirinya, juga Stella dan Chery. Ya, cuaca mendung seperti ini sangat pas jika ditemani dengan cokelat panas.Stella mengangguk. “Iya, hari ini Sean juga berangkat ke kantornya siang. Jadi aku bisa bersma dengannya.”“Ah, enak sekali. Kelvin kenapa sangat jarang, ya? Dia itu sering sekali sibuk,” keluh Alika dengan embusan napas kasar.“Bukannya kemarin kalian sudah menghabiskan waktu bersama?” Alis Stella terangkat, menatap lekat Alika. “Sean bilang kemarin Kelvin libur satu hari karena ingin berkencan denganmu.”Alika menyesap cokelat hangat di tangannya dan menjawab, “Iya, tapi tetap saja aku juga ingin diantar Kelvin. Dia sangat jarang mengantar dan menjemputku. Dulu saja ketika kami belum memiliki hubungan, dia baru mulai ser