Terima kasih telah mengikuti kisah Alisya 😊😉 Ditunggu review dan votenya ya .... 🤩🤩🤩🤩🤩
Seorang wanita dengan perut bulat duduk di tepi ranjang. Raut wajah wanita berambut merah dengan bibir merah delima terlihat gelisah. "Yang Mulia ... aroma ini ...." Hidung mancung Amaira menghirup aroma wangi yang tidak biasa dari tubuh suaminya. bukan merasa nyaman, bagi Amaira aroma itu justru membuat kepalanya seakan berputar. Lebih parah lagi, aroma itu membuatnya memuntahkan isi perutnya berkali-kali. "Kamu akan muntah lagi?" tanya seorang pria berbadan besar di depan Amaira dengan sedikit membungkukkan badan. Tanpa menjawb, Amaira berlari meninggalkan pria itu sambil menutup mulut. Tidak lama kemudian, terdengar suara Amaira memuntahkan isi perutnya. Setelah memuntahkan isi perut, Amaira kembali ke kamar dengan raut wajah pucat. Sudah lebih dari lima kali dama sehari Amaira memuntahkan isi perut. Tubuh Amaira terasa lemas karena kekurangan asupan, padahal dia sedang mengandung. "Kamu tidak apa-apa?" tanya pria bertubuh besar lagi dengan kedua tangan mencengkeram lengan Ama
Seorang gadis berambut cokelat berjalan bersama dua orang dayang di kiri kanannya. Memandag interior mewah istana kebanggaan kerajaan Crysozh, mata biru Neelam seakan dibuat tidak berhenti untuk melihat setiap sisi istana. "Nona, ke arah sini!" ujar seorang dayang mengejutkan ketika mata Neelam nyaris tidak berkedip menyaksikan ornamen dan lukisan di langit-langit istana. "Ah ... iya." Neelam segera mengikuti langkah kedua dayang. "Neelam?" tegur seorang pria membuat langkah kaki gadis berponi cokelat terhenti. Spontan kepalanya berputar mencari asal suara, membuat rambut coklat lurus bergerak bagaikan tirai tertiup angin. "Tuan Ega!" Sepasang mata Neelam melebar. Tiba-tiba lidah Neelam tercekat. Tanpa sadar lidahnya mendorong ludah memasuki kerongkongan. Penasehat kerajaan Crysozh diam sejenak memikirkan kemungkinan yang terjadi pada Neelam. 'Kenapa gadis ini di sini bersama dayang istana?' "Kenapa ...." ucap Neelam dan Pangeran Ega bersamaan. Kemudian keduanya segera terdiam. S
Rombongan dayang mengikuti langkah gusar ratu menuju ruang kerja raja. Dengan tangan memegang perutnya yang buncit, Amaira berusaha berjalan cepat. Dua orang dayang di sisi kiri-kanan sang ratu, juga melangkah dengan kecepatan yang sama. Dua orang prajurit berdiri di samping pintu berwarna merah dengan motif cahaya matahari di kedua daun pintu. Tidak menghiraukan kedua prajurit yang memberikan penghormatan, ratu menerobos masuk ke dalam ruang kerja raja. Suara pintu terbuka mengejutkan dua orang yang ada di dalam. "Ratu ..." sapa pria berambut cokelat dengan sedikit menundukkan kepala. Mata ratu segera tertuju kepada pria berambut merah di belakang meja. Meski raut wajah ratu terlihat buruk, pria nomor satu di kerajaan Crysozh menyambut istrinya dengan tenang dan senyuman. "Yang Mulia! Apa maksud Yang Mulia mengambil selir tanpa persetujuanku?" Amaira mengetatkan rahang sedangkan tangannya mengepal erat. Raja Nandri memberikan isyarat wajah ke
Cerita Iason membuka luka masa lalu Alisya. Luka yang belum sembuh sepenuhnya terasa disiram air garam ketika mendengar sejarah pertemuan Neelam dengan penguasa Crysozh dua puluh tahun lalu. "Efim, apakah dalam parfum Neelam mungkin terdapat sihir pemikat dan pengacau kesehatan ibu suri?" tanya Alisya dari seraya memandang pria berkulit pucat yang duduk di sebrang meja bundar. "Itu sangat mungkin, Yang Mulia." Efim menjawab segera. "Soal gelang dari kayu sihir, bagaimana cara menggunakannya? Aku tidak pernah melihat wanita penyihir itu menggunakan gelang kayu sekali pun!" "Gelang kayu itu tidak akan menyakiti saat tersentuh kulit secara langsung." Ucapan Efim membuat Kay dan Lana yang juga duduk melingkar meja bundar mengernyitkan alis. "Sebenarnya, gelang hanya sebuah penyamaran untuk dapat memanfaatkan kayu sihir tanpa dicurigai. Racun dari kayu sihir itu akan keluar saat gelang direndam dalam air tawar beberapa saat saja. Semakin lama gelang direndam di dalam air, kandungan rac
Nyaring tawa raja mengejutkan semua orang. Bahkan sang raja sampai harus menahan perutnya yang sakit karena tawa. "Kamu memandangku seperti seekor macan betina melihat mangsa! Apa jadinya jika kamu menjadi istri sahku di kemudian hari?" Seringai Raja Rifian melebar. Gadis bermata velevet terdiam. Kecurigaan raja memang masuk akal. Apalagi peperangan kedua kerajaan bukan untuk pertama kalinya. "Jika Raja Crysozh menjadikanku sebagai istri sah, setidaknya jaminan keamanan di perbatasan utara itu ada," ujar Roxelana masih dengan nada dingin. Tidak seperti yang Rifian duga, ternyata Roxelana menawarkan dirinya dengan dalih politik yang jitu. Sepertinya Rifian salah menilai, tidak semua gadis bangsawan hanya bisa memoles bibir tanpa mengisi kepala. "Aku menghargai sikapmu yang sangat politis dalam urusan percintaan. Akan tetapi, aku masih belum berminat mempunyai seorang istri sah. Bahkan wanita yang mengandung anakku saat ini berstatus selir." Raja tersenyum simpul memandang Roxelana
Suara hantaman palu pada besi yang serupa bara api nyaring terdengar seperti melodi. Seorang pria dengan wajah dan tubuh berbalut perban duduk di atas ranjang seolah sedang menikmati dentingan palu. Garak daun pintu terbuka tidak membuat sang pria terkejut. Seorang gadis berambut cokelat dengan mata kelabu memasuki ruangan sembari membawa obat-obatan dan perban. "Anda sudah bangun, Tuan!" sapa gadis ramah. Sedang seorang di atas ranjang tidak menjawab sapaan ramah sang tuan rumah. "Maaf, biar kuganti perbannya dulu ..." ucap gadis berambut cokelat dengan sulas senyum. Perlahan tangan gadis membongkar simpul perban dan membuka lilitan yang membungkus tubuh keker di depannya. Gerak tangan sang gadis tampak ragu-ragu. Mungkin dia sedikit malu, akan tetapi tangan lentik sang gadis mengoleskan obat ke permukaan luka setelah perban berhasil dibongkar. Gadis bermata perak yang tengah fokus mengobati tamu tidak diundang itu adalah Brisa. Dia adalah pu
"Lana ... Lana ..." ucap Alisya setengah teriak memanggil pelayan pribadinya. "Kenapa gelap sekali? Apakah gadis itu lupa menyalakan lilin?" gumam Alisya seraya berjalan dengan tangan berada di depan untuk meraba-raba. Tangan Alisya menangkap sesuatu. Seperti permukaan benda yang keras tetapi mempunyai aroma yang khas. Sebelum Alisya sempat menyadari benda yang ada di hadapannya, sepasang lengan kekar melingkari tubuh sang ratu. Menghirup aroma serai dan mint bersamaan, hati ratu berdebar-debar. "Ini aku, Alisya ...." Suara berat seorang pria berbisik di daun telinga ratu Kosmimazh. Sepontan mata Alisya melebar. Bulu kuduknya meremang sedangkan jantungnya memompa darah lebih cepat. "Aku sangat merindukanmu. Apa kamu tidak merindukanku?" ucap pria itu lagi diiringi kecupan di ubun-ubun sang ratu. "Efatta ... itukah kamu?" gumam Alisya. "Ya, ini Efatta ...." "Apa kamu baik-baik saja? Bagaimana bisa kamu berada di sini? Di mana saja kamu selama ini?" Sang ratu memberondong pria ya
"Apa kamu yakin akan pergi secepat ini, Nak?" tanya pria tua sembari keluar dari bengkel pandai besi yang telah menghidupi keluarganya selama puluhan tahun. "Ya, aku akan pergi," jawab pria bertopeng besi dengan rambut merah tergerai panjang. "Sebelum pergi, aku hanya ingin memastikan berapa biaya yang harus aku bayar kepadamu, Almeta?" Lagi - lagi Efatta mengungkit soal biaya perawatan selama berada di gubuk reot pria tua. "Sudah kukatakan untuk tidak perlu mengungkit itu." Almeta tersenyum lebar seperti biasa. Pria tua itu memang terlihat ramah sejak pada pandangan pertama. Sangat kontras dengan penampilan lusuh dan aroma keringat yang menguar dari tubuhnya. Terdengar sebuah suara kecil dari balik pintu. Sepertinya Brisa mengintip perpisahan Efatta dengan sang ayah. Gadis itu memang sedikit pemalu. Bahkan saat berada di kamar bersama Efatta, gadis itu hanya berucap saat meminya izin untuk membongkar perban, tidak lebih. "Brisa ... itukah kamu?" tanya Almeta. Akan tetapi, ga