Terima kasih telah mendukung karya ini dengan review dan vote 😊
Suara hantaman palu pada besi yang serupa bara api nyaring terdengar seperti melodi. Seorang pria dengan wajah dan tubuh berbalut perban duduk di atas ranjang seolah sedang menikmati dentingan palu. Garak daun pintu terbuka tidak membuat sang pria terkejut. Seorang gadis berambut cokelat dengan mata kelabu memasuki ruangan sembari membawa obat-obatan dan perban. "Anda sudah bangun, Tuan!" sapa gadis ramah. Sedang seorang di atas ranjang tidak menjawab sapaan ramah sang tuan rumah. "Maaf, biar kuganti perbannya dulu ..." ucap gadis berambut cokelat dengan sulas senyum. Perlahan tangan gadis membongkar simpul perban dan membuka lilitan yang membungkus tubuh keker di depannya. Gerak tangan sang gadis tampak ragu-ragu. Mungkin dia sedikit malu, akan tetapi tangan lentik sang gadis mengoleskan obat ke permukaan luka setelah perban berhasil dibongkar. Gadis bermata perak yang tengah fokus mengobati tamu tidak diundang itu adalah Brisa. Dia adalah pu
"Lana ... Lana ..." ucap Alisya setengah teriak memanggil pelayan pribadinya. "Kenapa gelap sekali? Apakah gadis itu lupa menyalakan lilin?" gumam Alisya seraya berjalan dengan tangan berada di depan untuk meraba-raba. Tangan Alisya menangkap sesuatu. Seperti permukaan benda yang keras tetapi mempunyai aroma yang khas. Sebelum Alisya sempat menyadari benda yang ada di hadapannya, sepasang lengan kekar melingkari tubuh sang ratu. Menghirup aroma serai dan mint bersamaan, hati ratu berdebar-debar. "Ini aku, Alisya ...." Suara berat seorang pria berbisik di daun telinga ratu Kosmimazh. Sepontan mata Alisya melebar. Bulu kuduknya meremang sedangkan jantungnya memompa darah lebih cepat. "Aku sangat merindukanmu. Apa kamu tidak merindukanku?" ucap pria itu lagi diiringi kecupan di ubun-ubun sang ratu. "Efatta ... itukah kamu?" gumam Alisya. "Ya, ini Efatta ...." "Apa kamu baik-baik saja? Bagaimana bisa kamu berada di sini? Di mana saja kamu selama ini?" Sang ratu memberondong pria ya
"Apa kamu yakin akan pergi secepat ini, Nak?" tanya pria tua sembari keluar dari bengkel pandai besi yang telah menghidupi keluarganya selama puluhan tahun. "Ya, aku akan pergi," jawab pria bertopeng besi dengan rambut merah tergerai panjang. "Sebelum pergi, aku hanya ingin memastikan berapa biaya yang harus aku bayar kepadamu, Almeta?" Lagi - lagi Efatta mengungkit soal biaya perawatan selama berada di gubuk reot pria tua. "Sudah kukatakan untuk tidak perlu mengungkit itu." Almeta tersenyum lebar seperti biasa. Pria tua itu memang terlihat ramah sejak pada pandangan pertama. Sangat kontras dengan penampilan lusuh dan aroma keringat yang menguar dari tubuhnya. Terdengar sebuah suara kecil dari balik pintu. Sepertinya Brisa mengintip perpisahan Efatta dengan sang ayah. Gadis itu memang sedikit pemalu. Bahkan saat berada di kamar bersama Efatta, gadis itu hanya berucap saat meminya izin untuk membongkar perban, tidak lebih. "Brisa ... itukah kamu?" tanya Almeta. Akan tetapi, ga
Sebuah senyuman menghiasi wajah tampan raja kerajaan Kosmimazh. Surat dalam genggamannya telah menjadikan kebahagiaan memenuhi dada sang raja. "Dia mengundangku ke Crysozh!" gumam Dafandra. Dafandra mengalihkan pandangan dari surat menuju Arys yang masih berdiri di depan sang raja. "Arys, apakah ada berita serius dari mata-mata kita di Crysozh?" tanya sang raja dari balik meja. "Belum ada, Yang Mulia Raja. Semuanya berjalan lancar." Arys menjawab segera. "Bagaimana dengan urusan di pulau Lionysozh?" tanya Dafandra lagi. Setelah Alisya melakukan pernikahan kedua dengan raja Kosmimazh pulau Lionysozh telah berpindah kepemilikan menjadi milik Alisya. Sedikit banyak akan terdapat perubahan di pulau tersebut baik dari segi kepengurusan atau administrasi. "Laporan terbaru, Ratu Alisya telah menyerahkan wewenang kepengurusan pula Lionysozh kepada kerajaan Crysozh." Arys menjawab dengan sopan. Dafandra mengangguk puas mendengar laporan dari Arys. Peperangan di pulau Lionysozh memang ti
Utusan Margaritaryzh memasuki aula kerajaan Crysozh. Sorang pria dengan rahang siku berambut pirang datang dengan sepasang alis nyaris bertautan. Auranya sangat tidak bersahabat. Akan tetapi, ada yang menarik dari pria itu, yaitu sepasang mata berwarna velevet yang langka. Raja Rifian menyambut utusan Margaritaryzh dengan baik, seolah menyambut saudara jauh. Meski begitu, hal yang sama tidak ditunjukkan oleh utusan dari negeri yang baru saja raja kalahkan. Kata pepatah, pecundang memang sering kali banyak tingkah. Setelah memberikan hormat yang terlihat dipaksakan, utusan itu memperkenalkan diri. "Aku Avel putra Adelfo dari Aspozh." "Rupanya kamu putra mendiang jenderal legiun Margaritaryzh yang terkenal gagah itu. Senang bertemu denganmu." Seringai di bibir raja melebar. Serta-merta kedua tangan Avel mengepal erat. "Pasti maksud kedatanganmu kemari untuk membicarakan pernikahan aliansi. Benar, Kan?" tanya raja tanpa basa-basi, kedua alisnya melompat
"Apakah sudah ada kabar dari Efim dan Kay?" tanya Alisya cemas kepada Lana. Perjalanan dari kota Evidz ke ibukota Setmmazh harusnya hanya memakan waktu tiga hari perjalanan bagi seorang pembawa pesan rahasia. Akan tetapi, sudah lebih dari dua pekan tidak mendapatkan kabar apa pun dari kedua orang kepercayaannya. "Belum ada yang mulia," jawab Lana segera. Alisya meraih cangkir berisi lemon hangat di meja. Akhir-akhir ini sang ratu Kosmimazh lebih suka rasa kecut untuk menghalau rasa mual. Meski berusaha tenang, tetap saja sehelai kecemasan berbisik di hati sang ratu. Apakah sang ratu telah mengandung penerus tahta Kosmimazh? "Lana ... Aku merasa telah mengandung anak raja. Bisakah kamu memeriksa keadaanku untuk memastikan?" ucap ratu mengejutkan pelayan wanita yang pernah menempuh pendidikan dokter di akadeni kedokteran kerajaan. "Baik, Yang Mulia." Meski terkejut, tetapi ekspresi kegembiraan tidak dapat Lana sembunyikan. Dengan hati-hati Lana melakukan pemeriksaan pada wanita nom
Pagi yang cerah menyapa penguasa Crysozh bersama selir barunya, Roxelana. Setelah menghabiskan malam bersama, raja dan selir tampak bersemangat menikmati sarapan. Berbagai hidangan tertata rapi di atas meja. Aroma kelezatan menerobos penciuman seolah berucap, selamat makan. "Sup kalkun ini sangat enak! Apakah ini makanan khas dari Aspozh?" tanya raja antusias. "Benar, Yang Mulia. Konon katanya, sup ini adalah salah satu dari lima makanan yang diberkahi di Aspozh. Orang-orang sering mengaitkannya dengan keberuntungan." Senyuman manis merekah di bibir merah muda sang selir. Sesuai permintaan Roxelana, sarapan raja kali ini disuguhi berbagai hidangan yang berasal dari Margaritaryzh. Mendengar penjelasan singkat dari wanita di seberang meja, pria berambut merah semakin bersemangat menyantap sup kalkun yang kusus di masak untuk raja. Tidak butuh lama bagi penguasa Crysozh untuk menghabiskan potongan daging kalkun dan menyisakan sedikit kuah berwarna kuning. "Astaga ...." desis raja begi
"Lepaskan aku! Lepaskan aku!" teriak seorang wanita berperut buncit. "Aku tidak ada hubungannya dengan racun di makanan raja! Jalang itu pelakunya!" Avada berteriak histeris. Akan tetapi, kedua pengawal yang menyeret putri mentri kebudayaan seakan tidak perduli. Alisya berdiri mematung menyaksikan pemandangan yang sangat janggal di matanya. Kedua selir Raja Rifian telah terlibat dalam usha pembunuhan raja. Apakah para selir telah memulai memainkan sebagian trik dari persaingan kotor di antara mereka? "Athan, apa kamu tidak salah?" tanya Alisya dengan pandangan mata masih tertuju pada Avada yang diseret paksa dua pria bertubuh besar. "Racun hitam itu memang ditemukan di kamar Selir Avada." Athan menjawab apa adanya. "Apakah yang mulia raja telah sadar?" tanya Alisya lagi. "Ya, baru beberapa menit yang lalu baginda raja sadar." Begitu mendengar jawaban Athan, adik penguasa Crysozh segera menuju kamar raja. Dari balik kelambu berw