Saya ucapkan 'terima kasih' sebesar-besarnya kepada para pembaca setia yang telah merelakan waktu untuk membaca buku ini. Juga, merelakan uangnya untuk beli koin buku ini, menulis komentar, review, memberikan gem/vote, mengajak orang-orang untuk membaca buku ini.ššš Thanks, I ā¤ļøu. Kalian ada di hati author Sunny.
Dikarenakan keadaan Alisya yang memerlukan perawatan ekstra, Dafandra memutuskan untuk terus bersama Alisya hingga Festival Nikiniki. Festifal itu akan dilakukan awal bulan depan untuk memperingati kemenangan kerajaan Kosmimazh atas kelompok penyihir jahat. Pangeran itu berharap kondisi Alisya telah membaik dan dapat mengikuti festival tahunan kerajaan Kosmimazh. Selain dari itu, Dafandra juga berencana akan menyatakan cintanya kepada Alisya pada malam Festival Nikiniki. Dia sangat berharap, hubungannya dengan Alisya akan semakin membaik. Juga sandiwara pernikahannya akan berakhir. "Yang Mulia waktunya mengganti perban." Seorang dokter wanita berambut hitam terikat di belakang memasuki ruangan. Senyumnya ramah juga tingkahnya sopan. Dafandra membantu Alisya untuk duduk. "Maaf, Putri. Mohon izin untuk melepas baju." Dokter wanita itu duduk di samping Alisya."Biar aku yang melakukannya," kata Dafandra tiba-tiba. Spontan pandangan mata Alisya dan dokter wanita itu tertuju kepada Da
Seorang wanita berambut pirang berjalan mondar-mandir di dalam ruangan. Wajahnya terlihat gelisah. Tangan kanannya mengepal menghantam telapak tangan kiri. Berkali-kali dia menyapukan pandangannya ke sekeliling ruangan, juga mengatur napas, tetapi tidak membuatnya tenang sedikit pun. Tidak lama kemudian pengawal di luar pintu mengabarkan kedatangan suami wanita itu, pangeran mahkota kerajaan Kosmimazh. Buru-buru wanita berambut pirang duduk dengan tenang di sofa panjang yang tidak jauh dari tempatnya berdiri. "Hormat kepada Pangeran Mahkota." Wanita itu kembali berdiri dan menyambut kedatangan suaminya. Seolah-olah dia telah menunggu dengan tidak sabar. Para penandu Fasya membawanya mendekati Selena. Kini keduanya duduk berhadapan. Setelah itu Fasya memberikan isyarat dengan lambaian tangan kepada para penandu untuk menunggunya di luar ruangan. "Yang Mulia ...." Selena menunjukkan wajah sedihnya tanpa malu-malu. Dari pelupuk matanya mengalir cairan bening penuh kepedihan. "Saya
Pagi yang cerah membuat suasana hati ratu menjadi lebih baik. Dengan semangat, wanita nomor satu di kerajaan Kosmimazh itu berjalan menuju ke ruangan putranya. Ada sebuah bingkisan kecil yang akan dia berikan kepada sang menantu. Bingkisan itu ratu dapatkan dari seorang pelayan senior. Dia sangat percaya dengan kinerja wanita paruh baya yang sejak lama mengikutinya. Ini adalah salah satu bagian dari strategi ratu untuk segera mendapatkan cucu. Tidak jauh dari pintu kamar Dafandra, ratu mendengar sedikit perdebatan putra dan menantunya. Akan tetapi, ketika menyadari ada orang di balik pintu, suasana di dalam kamar kembali tenang. "Hormat kepada Yang Mulia Ratu," ucap Alisya dan Dafandra bersamaan."Bagaimana keadaanmu, Alisya?" Ratu menyapa ramah."Saya rasa sudah lebih baik.""Syukurlah." Sebuah senyuman kebahagiaan terlukis di bibir ratu. Wajah ratu menoleh memandang putranya. "Ajaklah Alisya jalan-jalan agar dia tidak bosan.""Baik, Ibunda.""Oh ya, aku membawakan bingkisan untu
Seolah waktu berhenti bergerak. Alisya sedikit tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Pangeran itu telah mempersiapkan diri sejak lama untuk mengutarakan cinta. Bukankah ini terlalu terburu-buru? Alisya terlihat gugup. Baru saja putri dari kerajaan Crysozh itu akan menikmati indahnya ribuan lampion menyerbu langit, tetapi ucapan Dafandra justru membuatnya kembali dalam ketegangan. "Alisya, kamu tidak mendengarkanku?""Ah ... iya, Yang Mulia.""Aku mencintaimu, dengar sekali lagi, aku mencintaimu." Dafandra memang tidak ahli dalam hal percintaan. Dia tidak pernah berkencan atau mengutarakan perasaannya. Pangeran itu menunggu Alisya untuk mengucapkan sesuatu atau sepatah kata. "Yang Mulia ... kenapa begitu terburu-buru? Bukankah kita ingin menikmati lampion festival Nikiniki?" Dafandra mengernyitkan dahi. Apa yang Alisya katakan justru tidak sesuai dengan yang dia harapkan. Jauh-jauh hari sang pangeran mempersiapkan diri untuk mengungkapkan perasaannya, sayangnya Alisya justru ha
"Alisya ...." Dafandra sedikit ragu untuk melanjutkan kata-katanya. "Ya.""Jadi kamu setuju untuk memberiku seorang putra?" Alisya tersenyum simpul dan memandang lekat Dafandra. Putri itu tidak lagi terlihat gugup. "Asalkan Yang Mulia serius dengan hubungan ini, aku bersedia.""Aku bersungguh-sungguh. Maafkan aku atas perlakuanku sebelumnya.""Ya, aku juga meminta maaf.""Mulai hari ini tidak ada lagi aku dan kamu, tetapi kita." Alisya tersenyum haru. Tanpa sadar tangan lembut Alisya menyentuh pipi Dafandra yang mulai ditumbuhi bulu. "Yang Mulia terlalu sibuk merawatku sampai lupa untuk bercukur.""Apa kamu masih ingin memanggilku yang mulia?""Tentu saja. Lidahku sudah terbiasa." Sepasang suami-istri itu tertawa bersama. Kebahagiaan telah membanjiri hati keduanya. Juga perasaan cinta yang menggebu bagaikan pengantin baru. Ketika Dafandra ingin melepaskan hasratnya kepada Alisya, putri berambut merah itu mencegahnya. "Jangan di kereta." Alisya menggigit bibir bawahnya. Dengan le
Sekelompok prajurit segera mengamankan pelaku penembakan pangeran mahkota dan isterinya. Bersamaan dengan itu tim medis segera membawa korban ke ruang kesehatan. Ruangan perjamuan berubah mencekam seketika. Raja memerintahkan para penjaga untuk menutup segala akses keluar masuk ruangan tersebut. Alisya menatap wajah Dafandra. Pangeran itu terlihat terkejut. Entah kenapa, Alisya merasa Dafandra bukan dalang perbuatan itu. Akan tetapi, orang yang pertama kali dicurigai sebagai penyerang pangeran mahkota pasti adiknya sendiri. Semua orang tahu, hubungan kedua putra raja tidak baik. Alisya menyapukan pandangannya kepada segenap pengunjung perjamuan malam. Di bagian belakang Alisya menemukan Belen. Pandangan pria itu jelas tertuju kepada Dafandra dengan tatapan curiga. Mungkinkah ahli strategi perang itu mencurigai Dafandra? Bukankah sebelumnya mereka Sahabat? Seharusnya dia memahami gaya politik Dafandra. Pangeran kedua tidak mungkin melakukan serangan secara terbuka. Gaya kampungan se
Prajurit berbadan gempal memandang raja. Dengan berat hati raja menganggukkan kepalanya. "Kalau begitu Putri harus ikut dengan kami untuk menjalani penyelidikan. Karena menurut keterangan saksi ahli, botol ini berisikan racun yang sama dengan yang digunakan untuk menyerang pangeran mahkota dan istrinya." Suasana ruangan perjamuan berubah menjadi semakin menegang. Keringat dingin mulai membasahi tangan Alisya. Jenis racun dalam botol itu sangat berbahaya. Hanya satu tetes Alisya menggunakan racun itu untuk melumuri belatinya. Akan tetapi, racun itu mampu membuat Selena kehilangan bayi. Jika racun digunakan dalam dosis banyak, sudah tentu Fasya dan Selena dalam kondisi tidak bernyawa. "Alisya ...." Dafandra memandang lekat wajah istrinya."Yang Mulia mencurigaiku?" bisik Alisya."Tidak, aku percaya kepadamu." Dafandra memeluk hangat Alisya di depan semua orang. Akan tetapi, status Alisya saat ini adalah tersangka. Tentu saja putri itu akan segera di bawa ke penjara bawah tanah untuk
"Sakit, Kan?" Penyelidik berambut hitam menyeringai, memandang Alisya dengan tatapan hina. "Kalu begitu, sebaiknya cepat akui saja, Putri adalah dalang dari insiden perjamuan ini!" Wanita berambut hitam menggertak. Dalam keadaan masih bertumpu kepada kedua tangan dan lutut, Alisya membalas tatapan sinis penyelidik. Otaknya terus berpikir cara untuk menghentikan hukumannya. "Aku tidak melakukannya!" teriak Alisya. "Tetapi, bukti itu sudah sangat jelas!" balas wanita pemegang cambuk dengan teriakan yang tidak kalah keras. Wanita berambut hitam kembali memberikan isyarat kepada wanita pemegang cambuk untuk melanjutkan pekerjaannya. Tanpa ampun wanita perkasa itu memberikan hadiah cambukan kepada Alisya berkali-kali. Rasa nyeri di punggung, ditambah dengan luka di perut membuat tubuh Alisya tidak mampu lagi menahan sakit. Seketika itu sang putri tidak sadarkan diri. "Kamu mencambuknya terlalu keras," ujar penyelidik berambut cokelat kepada rekannya. "Tidak, tubuhnya saja yang terlal
Saat makan malam tiba. Dalam satu meja makan terdapat Dafandra, Alisya dan ibu suri. Suasana di meja makan sangat hening, sampai ibu suri angkat bicara. "Aku dengar kamu telah mengalami perdarahan. Apakah ketubanmu telah pecah?" "Belum, Ibu Suri." Alisya menjawab sopan. "Makanlah yang banyak agar tubuhmu lebih kuat menghadapi persalinan! Mungkin nanti malam atau besok pagi anakmu akan lahir. Semoga persalinanmu berjalan lancar." Ibu suri menatap Alisya yang terlihat sedikit malas menyendok makanan. "Terima kasih atas perhatiannya, Ibu Suri." Alisya membalas ucapan ibu mertuanya dengan senyuman. Sepertinya ibu raja juga turut bahagia karena akan menyambut cucu pertamanya. Setelah acara makan malam usai ibu suri meninggalkan ruang makan. Di ruang makan Alisya masih terduduk di kursinya. Sang ratu kembali menahan sakit dengan tangan mengelus perut yang menegang. Pada saat yang sama janin Alisya juga bergerak seakan mengabarkan dirinya tidak sabar untuk segera terlahir. "Ayo, Alisya!
"Benarkah?" Alisya bangkit untuk melihat secara langsung darah yang Dafandra maksud. Sang raja menelan ludahnya sendiri. Alisya bukan lagi gadis perawan. Kenapa kewanitaannya mengeluarkan darah? Seketika wajah pria nomor satu di Kosmimazh berubah pucat. Sang raja tidak habis pikir jika perbuatannya dapat mengakibatkan sang istri mengalami perdarahan. "Aku akan segera memanggil dokter!" tangan raja segera meraih baju di sisi ranjang. "Yang Mulia!" Alisya menahan lengan kekar Dafandra. "Darah ini pertanda aku akan segera melahirkan, Yang Mulia." Alisya tersenyum lebar. "Benarkah?" Alis raja melengkung ke atas seakan tidak percaya dengan ucapan yang baru saja dia dengar. Entah karena Hujaman raja yang terlalu keras atau karena efek peleasan hormon cinta di tubuh ratu, yang jelas usia kehamilan Alisya sudah lebih dari cukup untuk melahirkan bayi. "Jika kontraksinya bagus, mungkin nanti sore atau malam, bayimu akan lahir." Senyuman di bibir merah delima Alisya merekah indah, membuat
Malam yang dingin menyelimuti kota Asteryzh. Ibu kota kerajaan Kosmimazh. Dingin yang seakan menusuk tulang membuat siapa pun ingin meringkuk di bawah selimut tebal. Akan tetapi, malam ini Alisya menyibak selimut dengan rasa gusar. Bintik-bintik keringat menghiasi dahi wanita nomor satu di Kosmimazh. "Ada apa?" Gerkaan kasar ratu membuat raja terbangun dari mimpi. "Aku hanya merasa gelisah, Yang Mulia." Alisya Menjawab segera pertanyaan suaminya seraya duduk di ranjang. Merapatkan tubuh pada wanita berambut merah, Dafandra berbisik di telinga putri Crysozh. "Kenapa?" Tangan raja mengelus perut bulat wanita dalam dekapan. "Seharusnya, bayi ini sudah lahir. Tetapi, aku belum merasakan tanda-tanda akan melahirkan." Alisya menundukkan wajah sehingga wajah tertutup rambut merah bagaikan tirai. Raja berpindah posisi tepat di hadapan ratu. Tangan menyibak rambut, Dafandra memegang kedua sisi wajah sang putri Crysozh. Pria nomor satu di Kosmimazh sangat mengerti kegundahan hati istrinya.
Terima kasih kepada segenap pembaca yang telah mengikuti kisah Alisya sampai akhir. Bagi saya, Alisya adalah cinta pertama saya dalam dunia novel, karena dia dalah original character pertama buatan saya. Dengan kata lain, novel ini adalah novel pertama saya. Mohon maaf jika karya ini masih jauh dari kata sempurna. Maaf juga jika ada yang kurang puas dengan akhir dari jovel ini. Yang jelas, saya berusaha menulis novel ini dengan sepenuh hati. Sudah tidak terhitung banyaknya waktu dan revisi yang saya lakukan untuk novel ini. Semua itu saya lakukan untuk mencoba memberikan yang terbaik bagi pembaca. Ikuti juga novel-novel author Sunny Zylven selanjutnya, Ya! Salam sayang, Sunny Zylven ā¤ļøā¤ļøā¤ļø
Memasuki kamar Raja Rifian, Alisya tidak menyangka akan bertemu ibu suri. Meski canggung, adik kandung penguasa Crysozh tetap berusaha tenang dan tersenyum. "Hormat kepada Ibu Suri," ucap Alisya, selanjutnya memberikan hormat kepada raja yang masih terbaring di ranjang. "Syukurlah, akhirnya kakak sadar juga!" Seulas senyuman terlukis di bibir sang putri Crysozh. Setelah dokter menemukan penyebab utama raja tidak kunjung sadar, perawatan ekstra diberikan kepada pria normor satu di kerajaan Crysozh. Kesehatan Raja Rifian memang belum pulih sempurna. Wajah kakak Alisya juga masih terlihat pucat. Akan tetapi, itu masih lebih baik dari pada terus terpejam tidak sadarkan diri. "Ya, semua ini berkat suamimu," balas Rifian. "Suamiku?" Alis sang ratu Kosmimazh melompat bersamaan. "Tentu saja, jika tidak karena pertolongannya, baik aku, kamu, ibu, dan rakyat tidak berdaya pasti sudah mati di tangan Paman Ega. Aku sangat berterima kasih kepadanya. Kamu sangat beruntung Alisya, mempunyai seo
"Bagaimana keadaannya, Dokter?" tanya Dafandra kepada pria berambut putih. Dengan wajah cerah Iason berkata, "Yang Mulia tenang saja, kondisi janin Ratu Alisya baik-baik saja." Setelah sekian lama di Crysozh, baru kali ini Alisya mendapatkan pemeriksaan medis oleh dokter kerajaan Crysozh. Keadaan sebelumnya yang memaksa sang ratu Kosmimazh untuk menyembunyikan kehamilan. Spontan senyuman di bibir pria nomor satu Kosmimazh melebar, "Terima kasih, Dokter." "Sebaiknya Yang Mulia beristirahat terlebih dahulu di Crysozh, jangan buru-buru kemabli ke Kosmimazh. Biarkan Ratu Alisya beristirahat setelah hari-hari yang buruk menimpanya." Kepala dokter kerajaan memandang Alisya dan Dafandra bergantian. "Tentu, Dokter! Aku akan memberikan waktu istirahat yang banyak untuk ratuku," jawab Dafandra segera. "Guru, ngomong-ngomong bagaimana keadaan kakakku?" tanya Alisya dengan kedua alis melengkung ke atas. Rasa di hati putri Crysozh belum lega jika sang kakak belum pulih kembali. "Yang Mulia b
Layang-layang di angkasa terlihat berpencar. Lysias dan beberapa penyihir lain menembakan sihir ke langit. Saat fokus para penyihir tertuju pada puluhan layang-layang dan terjadi ledakan berkali-kali di ketinggian, sekumpulan pria entah dari mana menggiring pengunjung alun-alun menjauhi pusat keributan melalui jalan yang sepertinya telah disiapkan. Pertempuran di darat dan udara pun pecah. Setelah semua penduduk di pesta berhasil dievakuasi, ratusan panah api turun dari langit bagaikan hujan deras. Prajurit sihir yang kehilangan kemampuan sihir karena tangan dan mulut tidak bisa digerakkan lari kocar-kacir. Tidak membutuhkan waktu lama kobaran api membakar beberapa sisi alun-alun yang terbuat dari kayu. "Mungkinkah mereka pasukan Yang Mulia ..?" gumam sang ratu Kosmimazh. Para gadis di dalam sangkar mulai panik, mereka berteriak dan menangis. Melirik ke sisi kiri, Alisya mendapati ibu kandungnya menatap keributan dengan santai. Begitu juga dengan Gelsi, si Mentri pertahanan. Keduan
"Apa ada di antara kalian yang ingin mengikuti jejak Gelsi? aku akan menerimanya dengan senang hati" tanya Ega dengan salah satu alis terangkat. Semua orang di dalam aula kerajaan terdiam. Para menteri yang tamak tentu saja akan lebih memilih nyawa mereka masing-masing. *** "Yang Mulia, tiga hari lagi kerajaan akan mengadakan upacara pengangkatan raja. Pada malam pengangkatan raja, akan diadakan upacara pengorbanan lima puluh gadis perawan dan tiga orang bangsawan." Arys memberikan laporan kepada pria berambut pirang yang tengah duduk termenung memandang peta ibu kota Stemmazh. "Apa? Pengorbanan lima puluh gadis perawan dan tiga bangsawan? Apa maksudnya?" tanya Dafandra dengan kedua alis melompat bersamaan. Pria nomor satu di Kosmimazh tidak dapat menyembunyikan keterkejutan. "Mereka akan menggelar ritual sihir!" jelas Arys. "Sial!" umpat pria nomor satu di Kosmimazh sambil mengepalkan tangan di atas meja. "Menurut informasi dari intelejen, Pangeran Ega akan mengorbankan para pe
"Kasihan sekali raja baru kita, belum lama menjabat kini harus merelakan diri turun dari tahta," ucap seorang wanita bergaun biru di salah satu gang ibu kota. "Benar sekali. Akan tetapi, aku rasa itu yang terbaik demi kemajuan kerajaan. Kita tidak bisa terus-terusan menunggu orang yang tertidur untuk bangun, sedangkan rakyat setiap hari bangun pagi untuk mencari sepotong roti," saut wanita bergaun cokelat. "Setuju! Apalagi yang akan menjadi raja selanjutnya adalah Pangeran Ega. Bukankah dia pejabat yang bijaksana?" Wanita bergaun ungu turut angkat bicara. "Benar ... Benar sekali!" Jawab wanita bergaun biru dan cokelat serempak. Suasana di ibu kota benar-benar kondusif untuk segera melengserkan Raja Crysozh yang berkuasa. Segala lini kehidupan telah memberikan dukungan kepada calon raja baru. Bahkan, pada lapisan masyarakat paling bawah. Penduduk kota telah menyambut pengangkatan raja baru dengan mendekorasi kota sedemikian rupa. Siapa sangka, di saat yang sama pasukan penyihir yan