Saya ucapkan 'terima kasih' sebesar-besarnya kepada para pembaca setia yang telah merelakan waktu untuk membaca buku ini. Juga, merelakan uangnya untuk beli koin buku ini, menulis komentar, review, memberikan gem/vote, mengajak orang-orang untuk membaca buku ini.😍😍😍 Thanks, I ❤️u. Kalian ada di hati author Sunny.
"Alisya ...." Dafandra sedikit ragu untuk melanjutkan kata-katanya. "Ya.""Jadi kamu setuju untuk memberiku seorang putra?" Alisya tersenyum simpul dan memandang lekat Dafandra. Putri itu tidak lagi terlihat gugup. "Asalkan Yang Mulia serius dengan hubungan ini, aku bersedia.""Aku bersungguh-sungguh. Maafkan aku atas perlakuanku sebelumnya.""Ya, aku juga meminta maaf.""Mulai hari ini tidak ada lagi aku dan kamu, tetapi kita." Alisya tersenyum haru. Tanpa sadar tangan lembut Alisya menyentuh pipi Dafandra yang mulai ditumbuhi bulu. "Yang Mulia terlalu sibuk merawatku sampai lupa untuk bercukur.""Apa kamu masih ingin memanggilku yang mulia?""Tentu saja. Lidahku sudah terbiasa." Sepasang suami-istri itu tertawa bersama. Kebahagiaan telah membanjiri hati keduanya. Juga perasaan cinta yang menggebu bagaikan pengantin baru. Ketika Dafandra ingin melepaskan hasratnya kepada Alisya, putri berambut merah itu mencegahnya. "Jangan di kereta." Alisya menggigit bibir bawahnya. Dengan le
Sekelompok prajurit segera mengamankan pelaku penembakan pangeran mahkota dan isterinya. Bersamaan dengan itu tim medis segera membawa korban ke ruang kesehatan. Ruangan perjamuan berubah mencekam seketika. Raja memerintahkan para penjaga untuk menutup segala akses keluar masuk ruangan tersebut. Alisya menatap wajah Dafandra. Pangeran itu terlihat terkejut. Entah kenapa, Alisya merasa Dafandra bukan dalang perbuatan itu. Akan tetapi, orang yang pertama kali dicurigai sebagai penyerang pangeran mahkota pasti adiknya sendiri. Semua orang tahu, hubungan kedua putra raja tidak baik. Alisya menyapukan pandangannya kepada segenap pengunjung perjamuan malam. Di bagian belakang Alisya menemukan Belen. Pandangan pria itu jelas tertuju kepada Dafandra dengan tatapan curiga. Mungkinkah ahli strategi perang itu mencurigai Dafandra? Bukankah sebelumnya mereka Sahabat? Seharusnya dia memahami gaya politik Dafandra. Pangeran kedua tidak mungkin melakukan serangan secara terbuka. Gaya kampungan se
Prajurit berbadan gempal memandang raja. Dengan berat hati raja menganggukkan kepalanya. "Kalau begitu Putri harus ikut dengan kami untuk menjalani penyelidikan. Karena menurut keterangan saksi ahli, botol ini berisikan racun yang sama dengan yang digunakan untuk menyerang pangeran mahkota dan istrinya." Suasana ruangan perjamuan berubah menjadi semakin menegang. Keringat dingin mulai membasahi tangan Alisya. Jenis racun dalam botol itu sangat berbahaya. Hanya satu tetes Alisya menggunakan racun itu untuk melumuri belatinya. Akan tetapi, racun itu mampu membuat Selena kehilangan bayi. Jika racun digunakan dalam dosis banyak, sudah tentu Fasya dan Selena dalam kondisi tidak bernyawa. "Alisya ...." Dafandra memandang lekat wajah istrinya."Yang Mulia mencurigaiku?" bisik Alisya."Tidak, aku percaya kepadamu." Dafandra memeluk hangat Alisya di depan semua orang. Akan tetapi, status Alisya saat ini adalah tersangka. Tentu saja putri itu akan segera di bawa ke penjara bawah tanah untuk
"Sakit, Kan?" Penyelidik berambut hitam menyeringai, memandang Alisya dengan tatapan hina. "Kalu begitu, sebaiknya cepat akui saja, Putri adalah dalang dari insiden perjamuan ini!" Wanita berambut hitam menggertak. Dalam keadaan masih bertumpu kepada kedua tangan dan lutut, Alisya membalas tatapan sinis penyelidik. Otaknya terus berpikir cara untuk menghentikan hukumannya. "Aku tidak melakukannya!" teriak Alisya. "Tetapi, bukti itu sudah sangat jelas!" balas wanita pemegang cambuk dengan teriakan yang tidak kalah keras. Wanita berambut hitam kembali memberikan isyarat kepada wanita pemegang cambuk untuk melanjutkan pekerjaannya. Tanpa ampun wanita perkasa itu memberikan hadiah cambukan kepada Alisya berkali-kali. Rasa nyeri di punggung, ditambah dengan luka di perut membuat tubuh Alisya tidak mampu lagi menahan sakit. Seketika itu sang putri tidak sadarkan diri. "Kamu mencambuknya terlalu keras," ujar penyelidik berambut cokelat kepada rekannya. "Tidak, tubuhnya saja yang terlal
"Bukakan pintu!" perintah Dafandra kepada pengawal yang mengantarnya. "T―Tapi ...." Pengawal itu hendak menolak permintaan Dafandra. Akan tetapi tatapan mengerikan Dafandra membuat sang penjaga mengurungkan niatnya. Dengan cekatan sang penjaga pintu mencari kunci gembok sel Alisya dan membukanya. Begitu pintu terbuka Dafandra bergegas masuk ke dalam. "Alisya!" teriak sang pangeran seraya memangku sang putri. Meski gaun Alisya berwarna hitam, punggungnya terlihat basah. Tangan Dafandra menyentuh punggung itu. "Panggilkan dokter sekarang!" perintah Dafandra kepada penjaga yang berada di luar sel. Dengan takut penjaga tahanan segera pergi melakukan perintah pangeran kedua Kosmimazh. Mata Dafandra menjelajahi wajah pucat Alisya. Pangeran itu mengumpat dan merutuki dirinya sendiri di dalam hati seraya memeluk tubuh tak berdaya Alisya. Dafandra berjanji, dia tidak akan membiarkan siapapun yang terlibat dalam insiden perjamuan untuk hidup. Setelah cukup lama menunggu, akhirnya dokter k
Dua baris mentri berjajar saling berhadapan di depan singgasana raja yang kosong. Pagi itu terjadi sedikit keributan di aula kerajaan. Pertemuan mendadak membahas mengenai kematian pangeran mahkota di pimpin oleh penasehat kerajaan. Suasana panas mendominasi ruangan meskipun udara pagi masih sejuk. Wajah para mentri terlihat bersitegang. Kubu sebelah kanan yang dipimpin oleh mentri keuangan menginginkan agar prosesi pemakaman disegerakan. Mereka beralasan, satu masalah mengenai jenazah harus dibereskan terlebih dahulu. Setelah masalah pemakaman beres, kerajaan bisa lebih fokus mengurus penyelidikan pembunuhan Fasya dan Selena. Sedangkan kubu sebelah kiri yang dipimpin oleh mentri kebudayaan menginginkan agar pemakaman Fasya dan Selena ditunda sampai kondisi raja membaik. Fokus utama saat ini untuk menyelesaikan kasus insiden perjamuan malam. Dafandra menarik napas panjang dan melepaskannya. Pangeran itu berusaha menghirup kesejukan di pagi hari agar hatinya lebih tenang. Akan tetapi
Berlindung Di Balik Jabatan Cahaya mentari pagi menerobos ke celah-celah aula kerajaan yang kembali sepi. Dafandra melewati cahaya-cahaya itu meninggalkan aula kerajaan. Dengan langkah cepat, Dafandra berjalan menuju ke arah penjara bawah tanah. Akan tetapi, tidak jauh dari aula kerajaan seorang dayang ratu berjalan tergesa-gesa menuju ke arah Dafanra. Wajah pelayanan wanita itu berkeringat dengan napas sedikit terengah-engah. Hal itu jelas memancing rasa penasaran pangeran kedua. Begitu berada di depan Dafandra, sang gadis pelayan memberikan hormat dengan takzim. "Langsung saja katakan, ada apa?" "Raja telah sadar, sekarang Yang Mulia berada di penjara bawah tanah mengikuti jalannya introgasi para tersangka pembunuhan pangeran dan putri mahkota." Mata Dafandra terbeliak. Sudah pasti raja sangat marah dengan kejadian ini. Jika raja berada di sana suasana penyelidikan pasti akan sangat mengerikan. Tentu saja itu bukan hal baik bagi Alisya. Serta-merta Dafandra berlari meninggalkan
Analisis raja cukup masuk akal di mata Dafandra. Akan tetapi, tatapan sedih Alisya tidak bisa dia lupakan. Oleh karena itu Dafandra lebih memilih percaya kepada pandangan matanya sendiri ketimbang analisis raja. "Analisis ayahanda memang masuk akal. Akan tetapi, aku percaya kepada Alisya." "Anakku, jangan gegabah. Semua mata kini tertuju kepadamu. Kamu bisa berada di sana kapan pun." Pandangan raja sekilas tertuju kepada rombongan penari yang masih bergelut dengan cambukan para algojo. "Aku tidak gegabah. Aku hanya bertindak benar, Ayahanda." Raja menghela napas panjang. Dia mulai berpikir putra satu-satunya telah kehilangan akal sehat karena wanita. Hal itu mengingat raja pada dirinya sendiri. Dia pun pernah mengalami hal yang sama hingga mengabaikan putra kecilnya, Fasya. "Aku peringatkan, jangan libatkan perasaan dalam urusan politik, atau kamu akan menyesal di kemudian hari!" Raja mencengkeram kuat bahu Dafandra. Pangeran itu tersenyum simpul. Dia tahu apa yang dia lakukan. D