Saya ucapkan 'terima kasih' sebesar-besarnya kepada para pembaca setia yang telah merelakan waktu untuk membaca buku ini. Juga, merelakan uangnya untuk beli koin buku ini, menulis komentar, review, memberikan gem/vote, mengajak orang-orang untuk membaca buku ini.😍😍😍 Thanks, I ❤️u. Kalian ada di hati author Sunny.
Berhari-hari sejak pertemuan Selena dengan ratu dan Alisya membuat hidupnya menjadi tidak tenang. Meski belum ada satu pun hal buruk yang menimpa Selena, Putri dari Samargdyzh itu merasa terancam. "Apa yang sebenarnya terjadi kepadamu Selena, beberapa hari ini kamu terlihat tidak nyaman?" ucap Fasya sebelum beranjak tidur."Benarkah? Apakah seburuk itu ekspresi wajahku?" Selena menjawab dengan murung."Ada apa, Istriku? Katakanlah!""Tidak ada apa-apa. Aku hanya sedikit rindu dengan ayahanda dan Ibunda.""Jika kamu rindu, cobalah mengirim surat kepada mereka.""Tentu, terima kasih atas perhatiannya, Suamiku." Tidak lama setelah itu Fasya tertidur sedangkan Selena belum bisa memejamkan matanya barang sesaat. Putri berambut pirang itu dipenuhi kebencian kepada Alisya. Ingatannya membawa kembali pada kejadian dua pekan yang lalu saat dirinya melihat Alisya keluar dari ruangan Fasya bersama dengan Kim. Tingkat rasa ingin tahu Selena berada pada titik maksimal. Juga ucapan memojokan Alisy
"Apa yang kamu lakukan kepada menantuku?" selidik ratu."Hamba tidak melakukan apa pun," jawab Belen apa adanya. Kecurigaan ratu langsung tertuju kepada Belen. "Kenapa dia bisa terluka?" "Hamba tidak tahu, Ratu. Saat hamba melintas tidak sengaja mendengar suara gaduh di koridor. Sesampainya di sana putri telah terluka." Ratu menghela napas panjang. Kecurigaan ratu bukan tanpa alasan. Meski Dafandra dan Belen telah berteman sejak lama, tetapi kematian Maulvi bisa jadi pemicu retaknya hubungan persahabatan mereka. Bukankah darah lebih kental dari pada air? "Benarkah?""Benar, Ratu. Jika Ratu tidak percaya, Anda bisa menanyakan langsung kepada putri saat dia tersadar." Dafandra yang baru saja pulang dari pangkalan militer terkejut mendengar cerita pelayan Alisya. Serta-merta hati pangeran berambut pirang itu dipenuhi kecemasan. Tanpa membuang waktu, Pangeran kedua berlari menuju ruangan dokter. Sesampainya di sana dia bertemu dengan ratu dan Belen yang tengah menunggu Alisya di luar
Baik Alisya ataupun Dafandra keduanya hanya saling diam. Bukankah mereka tidak pernah sedekat ini sebelumnya? Meski begitu, sebenarnya hati mereka saling terpaut. Tidak ada kata maaf dari Dafandra. Alisya pun tidak terlihat kesal seperti sebelumnya. "Tinggal sedikit obatnya," kata Dafandra memecah keheningan."Aku tidak ingin lagi." Alisya menjawab dengan canggung. Tiba-tiba terdengar suara Arys dari balik pintu. Sepertinya ada hal serius yang akan dia sampaikan. Dafandra segera memerintahkan pengawal pribadinya untuk masuk. "Ada apa Arys? Bukankah aku telah memerintahkanmu untuk memata-matai Selena?""Lapor, Yang Mulia. Putri mahkota kehilangan bayinya.""Apa maksudmu?""Setelah beberapa hari tidak terlihat baru saja hamba mencuri dengar dari pembicaraan dokter yang merawat putri mahkota.""Apa yang terjadi Kepadanya? Apakah dia terjatuh?" tanya Alisya dengan suara lirih."Hamba dengar itu karena racun.""Racun? Apakah dia memakan sesuatu?""Tidak, Putri. Racun itu berasal dari seb
Dikarenakan keadaan Alisya yang memerlukan perawatan ekstra, Dafandra memutuskan untuk terus bersama Alisya hingga Festival Nikiniki. Festifal itu akan dilakukan awal bulan depan untuk memperingati kemenangan kerajaan Kosmimazh atas kelompok penyihir jahat. Pangeran itu berharap kondisi Alisya telah membaik dan dapat mengikuti festival tahunan kerajaan Kosmimazh. Selain dari itu, Dafandra juga berencana akan menyatakan cintanya kepada Alisya pada malam Festival Nikiniki. Dia sangat berharap, hubungannya dengan Alisya akan semakin membaik. Juga sandiwara pernikahannya akan berakhir. "Yang Mulia waktunya mengganti perban." Seorang dokter wanita berambut hitam terikat di belakang memasuki ruangan. Senyumnya ramah juga tingkahnya sopan. Dafandra membantu Alisya untuk duduk. "Maaf, Putri. Mohon izin untuk melepas baju." Dokter wanita itu duduk di samping Alisya."Biar aku yang melakukannya," kata Dafandra tiba-tiba. Spontan pandangan mata Alisya dan dokter wanita itu tertuju kepada Da
Seorang wanita berambut pirang berjalan mondar-mandir di dalam ruangan. Wajahnya terlihat gelisah. Tangan kanannya mengepal menghantam telapak tangan kiri. Berkali-kali dia menyapukan pandangannya ke sekeliling ruangan, juga mengatur napas, tetapi tidak membuatnya tenang sedikit pun. Tidak lama kemudian pengawal di luar pintu mengabarkan kedatangan suami wanita itu, pangeran mahkota kerajaan Kosmimazh. Buru-buru wanita berambut pirang duduk dengan tenang di sofa panjang yang tidak jauh dari tempatnya berdiri. "Hormat kepada Pangeran Mahkota." Wanita itu kembali berdiri dan menyambut kedatangan suaminya. Seolah-olah dia telah menunggu dengan tidak sabar. Para penandu Fasya membawanya mendekati Selena. Kini keduanya duduk berhadapan. Setelah itu Fasya memberikan isyarat dengan lambaian tangan kepada para penandu untuk menunggunya di luar ruangan. "Yang Mulia ...." Selena menunjukkan wajah sedihnya tanpa malu-malu. Dari pelupuk matanya mengalir cairan bening penuh kepedihan. "Saya
Pagi yang cerah membuat suasana hati ratu menjadi lebih baik. Dengan semangat, wanita nomor satu di kerajaan Kosmimazh itu berjalan menuju ke ruangan putranya. Ada sebuah bingkisan kecil yang akan dia berikan kepada sang menantu. Bingkisan itu ratu dapatkan dari seorang pelayan senior. Dia sangat percaya dengan kinerja wanita paruh baya yang sejak lama mengikutinya. Ini adalah salah satu bagian dari strategi ratu untuk segera mendapatkan cucu. Tidak jauh dari pintu kamar Dafandra, ratu mendengar sedikit perdebatan putra dan menantunya. Akan tetapi, ketika menyadari ada orang di balik pintu, suasana di dalam kamar kembali tenang. "Hormat kepada Yang Mulia Ratu," ucap Alisya dan Dafandra bersamaan."Bagaimana keadaanmu, Alisya?" Ratu menyapa ramah."Saya rasa sudah lebih baik.""Syukurlah." Sebuah senyuman kebahagiaan terlukis di bibir ratu. Wajah ratu menoleh memandang putranya. "Ajaklah Alisya jalan-jalan agar dia tidak bosan.""Baik, Ibunda.""Oh ya, aku membawakan bingkisan untu
Seolah waktu berhenti bergerak. Alisya sedikit tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Pangeran itu telah mempersiapkan diri sejak lama untuk mengutarakan cinta. Bukankah ini terlalu terburu-buru? Alisya terlihat gugup. Baru saja putri dari kerajaan Crysozh itu akan menikmati indahnya ribuan lampion menyerbu langit, tetapi ucapan Dafandra justru membuatnya kembali dalam ketegangan. "Alisya, kamu tidak mendengarkanku?""Ah ... iya, Yang Mulia.""Aku mencintaimu, dengar sekali lagi, aku mencintaimu." Dafandra memang tidak ahli dalam hal percintaan. Dia tidak pernah berkencan atau mengutarakan perasaannya. Pangeran itu menunggu Alisya untuk mengucapkan sesuatu atau sepatah kata. "Yang Mulia ... kenapa begitu terburu-buru? Bukankah kita ingin menikmati lampion festival Nikiniki?" Dafandra mengernyitkan dahi. Apa yang Alisya katakan justru tidak sesuai dengan yang dia harapkan. Jauh-jauh hari sang pangeran mempersiapkan diri untuk mengungkapkan perasaannya, sayangnya Alisya justru ha
"Alisya ...." Dafandra sedikit ragu untuk melanjutkan kata-katanya. "Ya.""Jadi kamu setuju untuk memberiku seorang putra?" Alisya tersenyum simpul dan memandang lekat Dafandra. Putri itu tidak lagi terlihat gugup. "Asalkan Yang Mulia serius dengan hubungan ini, aku bersedia.""Aku bersungguh-sungguh. Maafkan aku atas perlakuanku sebelumnya.""Ya, aku juga meminta maaf.""Mulai hari ini tidak ada lagi aku dan kamu, tetapi kita." Alisya tersenyum haru. Tanpa sadar tangan lembut Alisya menyentuh pipi Dafandra yang mulai ditumbuhi bulu. "Yang Mulia terlalu sibuk merawatku sampai lupa untuk bercukur.""Apa kamu masih ingin memanggilku yang mulia?""Tentu saja. Lidahku sudah terbiasa." Sepasang suami-istri itu tertawa bersama. Kebahagiaan telah membanjiri hati keduanya. Juga perasaan cinta yang menggebu bagaikan pengantin baru. Ketika Dafandra ingin melepaskan hasratnya kepada Alisya, putri berambut merah itu mencegahnya. "Jangan di kereta." Alisya menggigit bibir bawahnya. Dengan le