Kehidupan Daniella berubah drastis, kini dia menjadi seperti seorang tawanan bagi Anthonio. Dia tidak boleh melakukan hal-hal yang tidak di inginkan oleh pria itu. "Apa?" Daniella melompat kaget ketika Anthonio menemuinya di kamar. Saat itu mereka menempati sebuah rumah dengan penjagaan yang begitu ketat. Mudah sekali bagi Anthonio untuk membayar para penjaga itu. Dia memiliki segalanya dan dia bisa melakukan semua yang dia inginkan dengan mudahnya. "Aku tidak melakukan apapun, jangan khawatir." Katanya saat dia menyadari tatapan menyelidik Anthonio. Daniella berkata cepat karena dia takut jika tindakannya akan membahayakan sang Kakek. Daniella yang duduk termenung di kamarnya di kagetkan dengan kehadiran Anthonio. Wajah Anthonio yang tadinya menatapnya penuh selidik kini berubah cerah. "Kalau kamu tidak berpikir untuk melakukan hal yang buruk, aku juga tidak akan melakukan hal yang buruk padamu. Aku hanya akan membuatmu jatuh cinta padaku dan melupakan Gavriel." "Kau melakukannya
"Aku baik-baik saja. Itulah yang dia katakan pada Kakek. Tetapi nada bicara terdengar berbeda, dia sedang tidak baik-baik saja." Kakek Michael sedang berbicara dengan Gavriel. Permintaan Gavriel pada Kakek Andreas sebelumnya tidak di jalankan. Kakek Andreas memberitahu keadaan Daniella di Jepang yang tentu saja membuat Kakek Michael begitu cemas padanya. Kakek Michael juga berkata pada Gavriel jika dia sangat berharap pada Gavriel agar Gavriel bisa membawa Daniella kembali dengan selamat. Dia juga memberikan nomor yang sebelumnya di gunakan oleh Daniella untuk menghubungi Kakek Michael. Gavriel tau nomor tersebut hanya sekali pakai saja, dia tidak perlu petunjuk dari nomor itu karena Ray sudah menemukan keberadaan Daniella di Fukuoka. Kadang Gavriel begitu kagum dengan kemampuan Ray yang bisa melakukan hal yang sangat sulit bagi Gavriel namun mudah baginya. Sekarang, Gavriel hanya perlu mengunjungi tempat-tempat yang sudah dia dapatkan dari Ray, tempat yang di yakini akan di kunj
"Daniella...!!!" teriakan melengking dan panjang Anthonio terdengar di seluruh ruangan. "Daniella!!!" teriaknya lagi sambil berlari mengecek semua ruangan yang ada disana, tetapi dia tidak menemukan Daniella disana. Anthonio mendecak kesal pada dirinya sendiri karena semalam dia sengaja tidak mengunci pintu kamar Daniella, dia ingin membuat Daniella nyaman saat tinggal bersamanya. Dia tidak menyangka jika tindakannya itu membuatnya jadi takut seperti ini. "Ada apa Anthonio? teriakanmu bisa membuat gendang telingaku pecah." Daniella muncul dari pintu belakang. "Kau darimana?" teriak Anthonio. Dia kesal dan juga lega karena Daniella masih ada bersamanya disana. "Aku dari halaman belakang. Pemandangan pegunungan di belakang sana terlihat sangat indah." "Aku pikir kau pergi darisini." "Aku tidak akan pergi kemanapun karena Kakek ku yang akan menjadi taruhannya!" kata Daniella. "Setidaknya saat ini aku sedikit lega karena kemarin aku sudah menelpon Kakek dan mengatakan jika
Berlari saat turun gunung adalah satu hal yang baru pertama kali di lakukan oleh keduanya, mereka yang baru saja tiba di puncak beristirahat sejenak dari lelahnya pendakian kini harus turun sambil berlari. Mereka tidak mau jika Anthonio akan menyusul mereka turun. "Kamu masih kuat?" tanya Gavriel. Dia menoleh melihat Daniella yang berlari di belakangnya. Wajahnya sangat lelah, napasnya pun putus-putus. Gavriel berhenti dan mengajaknya untuk beristirahat sebentar, namun Daniella menolak. Dia ingin segera turun dan terbebas dari Anthonio. "Tidak! kamu istirahat, kamu bisa terluka jika memaksakan diri untuk turun." Daniella menggeleng. "Anthonio tidak akan tinggal diam, dia akan menyadarinya dan segera menyusulku. Kau dan Kakek dalam bahaya." "Jangan khawatir. Aku tau apa yang harus aku lakukan, aku pastikan Kakek Michael baik-baik saja." Gavriel meraih tangan Daniella, mengusap punggung tangannya dengan lembut dan menyuruh Daniella untuk istirahat, tetapi Daniella tetap menolak
Gavriel tau, seseorang telah mengincarnya. Dia juga sudah tau apa yang harus dia lakukan. Menjaga Daniella dan memastikan Daniella kembali ke Indonesia dengan selamat. Gavriel melirik Daniella yang sudah terlelap di sampingnya, perempuan itu pasti kelelahan setelah mendaki gunung. Saat ini mereka menuju sebuah tempat Camping yang sudah di Booking oleh Gavriel. Perjalanan yang di tempuh sekitar satu jam. Mereka tiba di sebuah tempat camping dengan view bukit-bukit kecil dan Danau. Ada banyak tenda yang di sewakan disana, di lapangan terlihat anak-anak kecil berlarian, bermain bersama teman seusia mereka dan orang tua mereka. Sebelum turun dari mobil, Gavriel mengawasi sekelilingnya. Merasa aman, dia membangunkan Daniella. "Sudah sampai?" tanya Daniella, lalu mengerang pelan karena kakinya yang sakit. Daniella melemparkan pandangannya keluar jendela mobil. Ekspresinya berubah cerah melihat pemandangan sore itu. "Kita beneran camping?" tanya Daniella. Gavriel menganggukan kepalanya
Anthonio tentu saja marah, karena dia mendapat kabar jika Daniella pergi bersama Gavriel. Dia juga marah pada dirinya sendiri, karena dia tidak menyadari rencana dari Gavriel. Dia mengakui Gavriel lebih cerdas dari apa yang dia pikirkan. Bagaimana bisa Gavriel lolos dari sang pembunuh bayaran yang sudah dia sewa? Anthonio menghubungi Dion malam itu. "Apa yang kamu kerjakan selama ini? bagaimana bisa Gavriel bisa selamat dan mengetahui keberadaan saya dengan Daniella? Saya sudah mengeluarkan begitu banyak uang untukmu!!! Apa yang sudah kamu kerjakan, huh?" Anthonio membentak Dion, nada bicaranya sangat marah dan mungkin saja jika Dion ada di depannya, sudah di pastikan dia akan menghajar Dion. "Kamu marah karena Gavriel bisa menemukanmu atau karena Daniella lepas dari pengendalianmu?" tanya Dion. Pria itu terkekeh pelan. "Kau sungguh memuakan! kau yang berkhinat dan sekarang kau menyalahkan orang lain untuk kesalahan yang sudah kau buat. Kau hanya mengandalkan uangmu tetapi tidak de
Anthonio bersenandung ceria, dia memutar badannya sambil memegang gelas Wine di tangannya. Di depannya ada seorang pria yang duduk santai sambil memperhatikan Anthonio. "Jadi, mereka menyuruhmu untuk membunuhku?" tanya Anthonio sambil tertawa. "Mereka lebih bodoh dari yang aku pikirkan." Kata Anthonio. Dia merasa kesal dan marah atas pengkhianatan yang dia terima, namun dia begitu bahagia karena mendapatkan banyak informasi dari pembunuh bayaran itu. "Aku ingin kau membereskan orang yang sudah menyuruhmu untuk membunuhku. Aku akan membayar lebih." Katanya. Kali ini dia akan menargetkan Dion, karena pria itu sudah berniat untuk membunuhnya. Dion sudah melakukan kesalahan yang fatal. Soal Gavriel dan Daniella, dia akan menyelesaikan semuanya secara perlahan. Yang paling penting saat ini adalah menghabisi Dion. Pembunuh bayaran itu pergi setelah dia mendapatkan instruksi dari Anthonio. Anthonio tidak sabar menunggu kabar baik yang akan dia terima sebentar lagi. Di sebuah h
Gavriel membangunkan Daniella perlahan-lahan, padahal perempuan itu masih terlelap dalam tidurnya. Langit masih begitu gelap, udara dinginpun terasa menusuki kulit mereka. "Sayang maaf, aku harus membangunkanmu," ucap Gavriel pelan dan lembut. "Ayo, kita harus siap-siap." Katanya. "Kita mau kemana?" tanya Daniella dengan mata yang masih terpejam. Dia membuka matanya perlahan-lahan dan mengerutkan dahinya melihat Gavriel yang sudah rapi dan sudah membereskan barang-barang mereka. "Ayo bangun dulu, dan siap-siap." Katanya lagi. Dia mengambil sebuah jaket dan memberikannya pada Daniella. Daniella bangun dan duduk sambil mengusap-usap matanya. Dia menatap Gavriel yang sibuk memakaikan jaket padanya. "Ada beberapa hal terjadi di luar perkiraanku." Katanya. Sambil membantu Daniella mengenakan jaket, Gavriel memberitahu perempuan itu jika Anthonio mengetahui keberadaan mereka. Entah siapa yang sudah dia sewa untuk membuntuti Daniella dan Gavriel. Mendengar ucapan Gavriel, Da