Anthonio tentu saja marah, karena dia mendapat kabar jika Daniella pergi bersama Gavriel. Dia juga marah pada dirinya sendiri, karena dia tidak menyadari rencana dari Gavriel. Dia mengakui Gavriel lebih cerdas dari apa yang dia pikirkan. Bagaimana bisa Gavriel lolos dari sang pembunuh bayaran yang sudah dia sewa? Anthonio menghubungi Dion malam itu. "Apa yang kamu kerjakan selama ini? bagaimana bisa Gavriel bisa selamat dan mengetahui keberadaan saya dengan Daniella? Saya sudah mengeluarkan begitu banyak uang untukmu!!! Apa yang sudah kamu kerjakan, huh?" Anthonio membentak Dion, nada bicaranya sangat marah dan mungkin saja jika Dion ada di depannya, sudah di pastikan dia akan menghajar Dion. "Kamu marah karena Gavriel bisa menemukanmu atau karena Daniella lepas dari pengendalianmu?" tanya Dion. Pria itu terkekeh pelan. "Kau sungguh memuakan! kau yang berkhinat dan sekarang kau menyalahkan orang lain untuk kesalahan yang sudah kau buat. Kau hanya mengandalkan uangmu tetapi tidak de
Anthonio bersenandung ceria, dia memutar badannya sambil memegang gelas Wine di tangannya. Di depannya ada seorang pria yang duduk santai sambil memperhatikan Anthonio. "Jadi, mereka menyuruhmu untuk membunuhku?" tanya Anthonio sambil tertawa. "Mereka lebih bodoh dari yang aku pikirkan." Kata Anthonio. Dia merasa kesal dan marah atas pengkhianatan yang dia terima, namun dia begitu bahagia karena mendapatkan banyak informasi dari pembunuh bayaran itu. "Aku ingin kau membereskan orang yang sudah menyuruhmu untuk membunuhku. Aku akan membayar lebih." Katanya. Kali ini dia akan menargetkan Dion, karena pria itu sudah berniat untuk membunuhnya. Dion sudah melakukan kesalahan yang fatal. Soal Gavriel dan Daniella, dia akan menyelesaikan semuanya secara perlahan. Yang paling penting saat ini adalah menghabisi Dion. Pembunuh bayaran itu pergi setelah dia mendapatkan instruksi dari Anthonio. Anthonio tidak sabar menunggu kabar baik yang akan dia terima sebentar lagi. Di sebuah h
Gavriel membangunkan Daniella perlahan-lahan, padahal perempuan itu masih terlelap dalam tidurnya. Langit masih begitu gelap, udara dinginpun terasa menusuki kulit mereka. "Sayang maaf, aku harus membangunkanmu," ucap Gavriel pelan dan lembut. "Ayo, kita harus siap-siap." Katanya. "Kita mau kemana?" tanya Daniella dengan mata yang masih terpejam. Dia membuka matanya perlahan-lahan dan mengerutkan dahinya melihat Gavriel yang sudah rapi dan sudah membereskan barang-barang mereka. "Ayo bangun dulu, dan siap-siap." Katanya lagi. Dia mengambil sebuah jaket dan memberikannya pada Daniella. Daniella bangun dan duduk sambil mengusap-usap matanya. Dia menatap Gavriel yang sibuk memakaikan jaket padanya. "Ada beberapa hal terjadi di luar perkiraanku." Katanya. Sambil membantu Daniella mengenakan jaket, Gavriel memberitahu perempuan itu jika Anthonio mengetahui keberadaan mereka. Entah siapa yang sudah dia sewa untuk membuntuti Daniella dan Gavriel. Mendengar ucapan Gavriel, Da
Anthonio mencengkram ponselnya dengan raut wajah penuh kemarahan. Dia tidak suka dia kalah dari Gavriel, dia tidak suka Gavriel selamat dari rencana pembunuhan yang sudah dia lakukan. Kali ini, Gavriel bisa kembali ke Indonesia dan membawa Daniella bersamanya. "Kau pikir kau bisa selamat dariku Gavriel? Aku bisa membunuh Dion di Negara orang, apalagi di tanah kelahiranku sendiri. Aku pastikan kau tidak akan selamat." Gumamnya dengan suara bergetar penuh amarah. "Whoah!!! sungguh luar biasa bisa melihatmu duduk setenang ini, Anthonio!" suara menggelegar Allena terdengar. Sebelumnya dia memang menghubungi Anthonio dan mengajaknya untuk bertemu. Anthonio menerimanya dan menyuruhnya untuk datang ke tempat penginapannya. "Tadinya aku berpikir bukan kau yang melakukannya, tetapi melihatmu duduk setenang ini setelah kematian Dion dan kecelakaan yang menimpa Fendy, aku jadi tau kaulah pelakunya." Allena menyerukannya dengan sangat lantang, tidak ada ketakutan sama sekali di wajahnya.
Rasanya lega bisa kembali ke Indonesia dengan selamat, walaupun masih ada bahaya yang mengancam mereka. Di bandara sudah ada Alberto yang datang menjemput Daniella dan Gavriel. "Bagaimana? apakah semuanya aman?" tanya Gavriel pada Alberto. Alberto memberitahu Gavriel tentang hal-hal yang sudah dia kerjakan. Di dalam mobil Daniella tertidur lelap di samping Gavriel sambil memegang tangan pria itu. Selama Alberto menjelaskan apa yang dia kerjakan selama ini, Gavriel juga melihat beberapa data yang di simpan Alberto di Tab nya yang sedang di baca Gavriel. "Okay. Kau sudah mengurusnya dengan baik. Soal Allena ... apakah dia setuju?" tanya Gavriel. "Dia setuju tanpa membaca kontrak yang kita berikan." "Aku sudah tau itu akan terjadi. Dia terlalu bersemangat dengan kerjasama yang kita ajukan." Gavriel lega, setidaknya dia sudah membawa Allena masuk ke perangkapnya. Dia hanya membutuhkan orang-orang terdekat Anthonio untuk menghancurkannya. Selain itu, dia juga sudah menyuru
Hal pertama yang Daniella sadari adalah saat ia terbangun dari tidurnya. Saat itu dia sudah berada di dalam kamarnya, padahal dia ingat semalam dia mengikuti Gavriel ke ruang kerja dan menungguinya disana. Sepertinya dia ketiduran dan tidak sadar saat Gavriel menggendongnya ke dalam kamar. Daniella bangun dan duduk, lalu merenggangkan tangan dan lehernya, setelah itu dia melihat jam yang ada di dinding kamar Gavriel. Mata Daniella terbelalak lebar, apakah dia tidur selama itu? pikirnya. Jarum jam sudah menunjukan pukul satu siang. "Tubuhku terlalu lelah, makanya aku tidur terlalu lelap." Gumamnya. Dia turun dari tempat tidurnya, saat ia menggerakan langkah menuju kamar mandi, dia tersenyum kecil melihat sebuah kotak dan surat yang ada di atas kotak itu. Dia tau itu pasti dari Gavriel. Dia mengambil suratnya dan membacanya. "Aku takut kalau kau merindukan aku." Daniella membuka kotak tersebut dan mendapatkan sebuah ponsel baru dari Gavriel. Dia menyalakan ponselnya dan wajah t
Gavriel menggulung lengan kemejanya, lalu menarik kursi dan duduk di balik meja kerjanya. Jarum jam sudah menunjukan pukul delapan malam, namun dia masih sibuk dengan pekerjaannya. Hari ini ada begitu banyak masalah pekerjaan yang harus dia selesaikan setelah dia meeting dengan beberapa Manager di kantornya. Hari ini, dia bahkan tidak sempat memikirkan permasalahannya dengan Anthonio. Dia juga bahkan belum menelpon Daniella, terakhir kali dia menelpon saat Daniella baru bangun tidur, ada banyak juga pesan dan telepon yang dia abaikan dari Ray dan juga Kakek. Suara ketukan pintu terdengar, Alberto masuk ke dalam ruangan sambil membawa beberapa dokumen yang perlu dia laporkan pada Gavriel. Wajah dari Alberto juga tak kalah kusut dan lelah dari Gavriel, hari ini mereka begitu bekerja keras. Dia meletalan dokumen yang dia bawa di atas meja, lalu dia menjelaskan beberapa hal pada Gavriel saat Gavriel membuka dokumen tersebut. "Apakah saya perlu pesankan makan malam?" tanya Alberto pad
Daniella merasakan sesuatu berhembus di wajahnya. Saat ia membuka mata, ia kaget mendapatkan wajah Gavriel berada di atas wajahnya. Dengan cepat, ia mendorong wajah Gavriel menjauh dari wajahnya. "Kenapa kamu disini?" teriak Daniella dengan wajah ketakutan. "Pergi!" teriaknya. Wajahnya berkeringat dan badannya gemetar. "Sayang, kamu kenapa? heiii ini aku Sayang." Kata Gavriel mencoba menenangkan Daniella. Sepertinya dia mengalami mimpi buruk, karena teriakannya juga Gavriel terbangun dari tidurnya. Daniella langsung memeluk tubuh Gavriel dengan erat. Dia lega karena hal buruk itu hanya ada dalam mimpinya. Gavriel mengusap lembut punggung Daniella dan menenangkannya. "Aku bermimpi, jika Anthonio mencelakai kamu, dan dia ingin melakukan hal buruk juga padaku." "Itu hanya mimpi buruk, aku akan selalu ada di sampingmu dan memastikan hal buruk yang kamu takutkan tak akan pernah terjadi. Anthonio atau siapapun tidak akan pernah bisa menyentuhmu." "Kamu tidak boleh terluka! kam