Anthonio mencengkram ponselnya dengan raut wajah penuh kemarahan. Dia tidak suka dia kalah dari Gavriel, dia tidak suka Gavriel selamat dari rencana pembunuhan yang sudah dia lakukan. Kali ini, Gavriel bisa kembali ke Indonesia dan membawa Daniella bersamanya. "Kau pikir kau bisa selamat dariku Gavriel? Aku bisa membunuh Dion di Negara orang, apalagi di tanah kelahiranku sendiri. Aku pastikan kau tidak akan selamat." Gumamnya dengan suara bergetar penuh amarah. "Whoah!!! sungguh luar biasa bisa melihatmu duduk setenang ini, Anthonio!" suara menggelegar Allena terdengar. Sebelumnya dia memang menghubungi Anthonio dan mengajaknya untuk bertemu. Anthonio menerimanya dan menyuruhnya untuk datang ke tempat penginapannya. "Tadinya aku berpikir bukan kau yang melakukannya, tetapi melihatmu duduk setenang ini setelah kematian Dion dan kecelakaan yang menimpa Fendy, aku jadi tau kaulah pelakunya." Allena menyerukannya dengan sangat lantang, tidak ada ketakutan sama sekali di wajahnya.
Rasanya lega bisa kembali ke Indonesia dengan selamat, walaupun masih ada bahaya yang mengancam mereka. Di bandara sudah ada Alberto yang datang menjemput Daniella dan Gavriel. "Bagaimana? apakah semuanya aman?" tanya Gavriel pada Alberto. Alberto memberitahu Gavriel tentang hal-hal yang sudah dia kerjakan. Di dalam mobil Daniella tertidur lelap di samping Gavriel sambil memegang tangan pria itu. Selama Alberto menjelaskan apa yang dia kerjakan selama ini, Gavriel juga melihat beberapa data yang di simpan Alberto di Tab nya yang sedang di baca Gavriel. "Okay. Kau sudah mengurusnya dengan baik. Soal Allena ... apakah dia setuju?" tanya Gavriel. "Dia setuju tanpa membaca kontrak yang kita berikan." "Aku sudah tau itu akan terjadi. Dia terlalu bersemangat dengan kerjasama yang kita ajukan." Gavriel lega, setidaknya dia sudah membawa Allena masuk ke perangkapnya. Dia hanya membutuhkan orang-orang terdekat Anthonio untuk menghancurkannya. Selain itu, dia juga sudah menyuru
Hal pertama yang Daniella sadari adalah saat ia terbangun dari tidurnya. Saat itu dia sudah berada di dalam kamarnya, padahal dia ingat semalam dia mengikuti Gavriel ke ruang kerja dan menungguinya disana. Sepertinya dia ketiduran dan tidak sadar saat Gavriel menggendongnya ke dalam kamar. Daniella bangun dan duduk, lalu merenggangkan tangan dan lehernya, setelah itu dia melihat jam yang ada di dinding kamar Gavriel. Mata Daniella terbelalak lebar, apakah dia tidur selama itu? pikirnya. Jarum jam sudah menunjukan pukul satu siang. "Tubuhku terlalu lelah, makanya aku tidur terlalu lelap." Gumamnya. Dia turun dari tempat tidurnya, saat ia menggerakan langkah menuju kamar mandi, dia tersenyum kecil melihat sebuah kotak dan surat yang ada di atas kotak itu. Dia tau itu pasti dari Gavriel. Dia mengambil suratnya dan membacanya. "Aku takut kalau kau merindukan aku." Daniella membuka kotak tersebut dan mendapatkan sebuah ponsel baru dari Gavriel. Dia menyalakan ponselnya dan wajah t
Gavriel menggulung lengan kemejanya, lalu menarik kursi dan duduk di balik meja kerjanya. Jarum jam sudah menunjukan pukul delapan malam, namun dia masih sibuk dengan pekerjaannya. Hari ini ada begitu banyak masalah pekerjaan yang harus dia selesaikan setelah dia meeting dengan beberapa Manager di kantornya. Hari ini, dia bahkan tidak sempat memikirkan permasalahannya dengan Anthonio. Dia juga bahkan belum menelpon Daniella, terakhir kali dia menelpon saat Daniella baru bangun tidur, ada banyak juga pesan dan telepon yang dia abaikan dari Ray dan juga Kakek. Suara ketukan pintu terdengar, Alberto masuk ke dalam ruangan sambil membawa beberapa dokumen yang perlu dia laporkan pada Gavriel. Wajah dari Alberto juga tak kalah kusut dan lelah dari Gavriel, hari ini mereka begitu bekerja keras. Dia meletalan dokumen yang dia bawa di atas meja, lalu dia menjelaskan beberapa hal pada Gavriel saat Gavriel membuka dokumen tersebut. "Apakah saya perlu pesankan makan malam?" tanya Alberto pad
Daniella merasakan sesuatu berhembus di wajahnya. Saat ia membuka mata, ia kaget mendapatkan wajah Gavriel berada di atas wajahnya. Dengan cepat, ia mendorong wajah Gavriel menjauh dari wajahnya. "Kenapa kamu disini?" teriak Daniella dengan wajah ketakutan. "Pergi!" teriaknya. Wajahnya berkeringat dan badannya gemetar. "Sayang, kamu kenapa? heiii ini aku Sayang." Kata Gavriel mencoba menenangkan Daniella. Sepertinya dia mengalami mimpi buruk, karena teriakannya juga Gavriel terbangun dari tidurnya. Daniella langsung memeluk tubuh Gavriel dengan erat. Dia lega karena hal buruk itu hanya ada dalam mimpinya. Gavriel mengusap lembut punggung Daniella dan menenangkannya. "Aku bermimpi, jika Anthonio mencelakai kamu, dan dia ingin melakukan hal buruk juga padaku." "Itu hanya mimpi buruk, aku akan selalu ada di sampingmu dan memastikan hal buruk yang kamu takutkan tak akan pernah terjadi. Anthonio atau siapapun tidak akan pernah bisa menyentuhmu." "Kamu tidak boleh terluka! kam
Mobil Gavriel baru saja tiba di depan kantornya, dia turun dari Mobil dan salah seorang staffnya masuk kedalam mobil, menggantikan Gavriel untuk memarkir mobilnya. Baru saja dia hendak masuk kedalam kantornya, dia mendengar seorang wanita berteriak memanggilnya. Gavriel menghentikan langkahnya dan melihat Zeva berlari menemui Gavriel. "Sepertinya ada hal penting yang mau kamu sampaikan, sehingga kamu datang menemuiku di kantor." Kata Gavriel. "Kamu pasti tau hal apa yang membawaku kesini. Aku ingin menanyakan keadaan Daniella. Dimana dia? kenapa aku tidak bisa menghubunginya?" Zeva bertanya penuh selidik dan tidak mengalihkan pandangannya dari mata Gavriel, dia ingin tau apakah Gavriel berkata jujur atau tidak padanya. "Apakah dia tidak memberitahumu apa yang terjadi saat dia di Jepang?" tanya Gavriel. Dia ingin memancing Zeva, apakah Anthonio pernah mengatakan sesuatu padanya tentang Daniella. Kemana dia selama ini? kenapa dia baru datang sekarang? Zeva tidak bertanya lebih
Setelah menemui Gavriel. Zeva pergi menemui Anthonio. Dia menyampaikan semua hal yang dia dapatkan dari Gavriel, tidak ada yang dia lebihkan dan dia kurang-kurangi. "Kau yakin dengan ucapanmu?" Anthonio merasa ragu dengan jawaban yang di sampaikan oleh Zeva. Dia pun melanjutkan. "Kau tau konsekuensinya jika kau membohingiku Zeva. Perusahaan milik Ayahmu yang akan menjadi taruhannya." Zeva menahan kekesalannya. Kini dia merasa menyesal karena dia pernah menjodohkan Daniella dengan Anthonio. Rupanya, pria itu lebih buruk dari apa yang dia dengar selama ini. Demi urusan pribadinya, dia bahkan berusaha untuk menghancurkan perusahaan milik Ayahnya Zeva. "Aku bertemu dengan Allena di perusahaan Gavriel. Aku juga mendengar pembicaraan Gavriel dengan sekretarisnya tentang kontrak kerjasama mereka dengan Allena." Anthonio menyipitkan matanya. Dia tidak tau mengenai kontrak kerjasama yang di maksud oleh Zeva. Dia tidak mau penasaran dan langsung menghubungi seseorang yang dia percaya un
Gavriel tidak memberitahu Daniella tentang Zeva yang dia duga bersekongkol dengan Anthonio. Dia juga tidak membahas lagi tentang masalah Anthonio, dia membiarkan Daniella menjalani hari-harinya yang sedang suka berkebun dan belajar memasak. Namun, semua kesenangan mereka berakhir ketika Zeva datang ke rumah Anthonio. "Gavriel yang memberitahuku jika kamu disini. Awalnya dia enggan memberitahuku tentang keberadaanmu karena dia takut jika Anthonio memhetahui keberadaanmu." Itulah yang Zeva katakan ketika dia bertemu dengan Daniella. Daniella tidak mencurigai apapun. Dia hanya merasa bahagia karena sudah bertemu dengan Zeva. Keduanya salung melepaskan rindu, dan berbagi cerita tentang segala hal yang mereka lalui. "Aku tidak tau jika Anthonio bersikap mengerikan seperti itu. Aku menyesal sudah mengenalkanmu padanya." Ungkap Zeva tulus. Dia mengatakannya dengan bersungguh-sungguh. Daniella menggelengkan kepalanya, "Ini bukan salah kamu. Kita berdua jika tidak akan tau jika Anthonio