Share

TERNODA LAGI

Author: Rosemala
last update Last Updated: 2023-10-31 18:15:42

3

Dua hari semenjak kejadian di rumah makan itu, aku tidak keluar rumah. Aku kesal dengan Prisa dan ayahnya. Saat itu aku sampai pingsan mendengar perkataan Prisa yang seolah mendukung ucapan ayahnya tempo hari. Apa mereka berdua sudah tidak waras? Bahkan mereka bermakar memutuskan sesuatu tanpa meminta persetujuanku dulu.

Aku pingsan saking kaget dan tidak percaya dengan ucapan mereka. Dan sesaat sebelum kesadaran benar-benar hilang, entah nyata atau sekadar halusinasiku saja, aku melihat Dimas memasuki resto bersama seorang wanita.

Aku meyakini jika itu hanya halusinasi saja. Namanya orang mau pingsan kan, pasti kerja organ tubuh sudah kacau. Aku yakin Dimas tidak seperti itu. Setahun kami berpacaran, ia pasangan yang setia, tidak banyak tingkah, sangat romantis dan kami juga sudah merencanakan hubungan ke jenjang lebih serius. Dia kekasih idaman setiap wanita.

Selama dua hari aku tidak keluar rumah. Selama itu pula Prisa bolak-balik menjengukku. Takut terjadi sesuatu denganku katanya. Lebay.

Entahlah, Prisa mendadak jadi sangat perhatian. Walaupun dari dulu juga baik. Jika dulu dia datang membawa oleh-oleh untuk ibu, sekarang dia selalu membawakan makanan kesukaanku. Dia bilang buat calon ibu. Aku semakin kesal jika ia sudah bicara seperti itu. Siapa yang mau jadi ibu tirinya? Gila aja aku harus nikah dengan ayahnya.

Sore ini, suara gadis itu sudah terdengar lagi. Ia mengucap salam dengan riang. Seperti biasa pula, dengan lancangnya langsung masuk tanpa menunggu dipersilakan. Itu sudah biasa dilakukannya sejak lama, karena dia sudah menganggap kami keluarganya. Akan tetapi, ada yang berbeda dengan kedatangannya hari ini. Dia tidak sendiri. Aku mendengar ada suara orang lain yang menyertainya. 

Ya Tuhan, dia mengajak papanya. Aku buru-buru menghampiri saat mendengar ibu mempersilakan Om Pandu masuk. 

"Stop, Om. Jangan masuk rumahku!" seruku dengan napas terengah-engah karena berlari dari kamar. Kedua tanganku terangkat. 

Ibu, Om Pandu, serta Prisa menatapku heran setelah saling melempar pandang. 

"Kenapa, Neng? Kok, tamunya enggak boleh masuk? Nggak sopan, loh," tegur ibu dengan raut wajah kurang suka atas sikapku. Aku mengangkat dagu dengan percaya diri.

"Maaf, Bu. Tapi, Alvi sudah bersumpah kepada diri sendiri. Tidak boleh ada laki-laki asing masuk ke rumah ini, kecuali calon suamiku nanti," jelasku tegas. 

Mereka bertiga terperangah mendengar penjelasanku. 

"Sekali lagi, maaf. Alvi harap kalian menghormati keputusan ini. Termasuk ibu sama ayah. Itulah sebabnya selama ini kalau ada pacar Alvi datang pun, tidak pernah diajak masuk. Itu sudah keputusan Alvi. Ingat, cuma laki-laki yang akan jadi suamiku nanti yang boleh masuk!" lanjutku tak terbantah. Bahkan dengan suara penuh penekanan di akhir kalimat.

Ibu tampak mengangguk-angguk walaupun tersirat rasa tak enak hati kepada Om Pandu. Sementara pria itu malah mengulum senyum tidak jelas.

Dasar meresahkan! Aku berdecak sebal. 

"Maaf, Pak Pandu, anak saya memang suka aneh-aneh, mungkin karena waktu lahirnya sungsang, jadi organ kepalanya ada yang bergeser sedikit. Silakan duduk di teras saja, ya. Tidak apa-apa, kan?" ujar ibu akhirnya dengan raut masih tidak enak hati. 

Aku memutar bola mata. Apa-apaan Ibu? Sungsang dibawa-bawa. Aku berdecak sebal, lalu hendak berlalu, tetapi ibu mencekal tangan ini.

"Al, tolong buatkan minuman untuk Pak Pandu!" perintah ibu tegas. 

"Tidak mau! Ibu saja yang buat!” tolakku mentah-mentah. 

"Tidak sopan, kamu. Pak Pandu itu tamu, kalau ayah tahu, kamu bisa dimarahi," ucap ibu lagi setengah marah, tetapi setengah berbisik. 

Prisa yang dari tadi duduk manis di sofa ruang tengah hanya senyum-senyum tidak jelas melihat ibu memarahiku. 

Dengan malas, aku ke dapur membuatkan teh hangat untuk Om Pandu. Bagaimanapun, titah ibu tak bisa dibantah. Aku tidak mau durhaka karena melawannya. 

Kumasukkan perasan lemon yang banyak ke dalam minuman Om Pandu. Kecut, kecut, deh. Maksudku agar dia kapok datang ke sini. 

"Pris, ini berikan papamu!" Aku menyodorkan nampan berisi minuman untuk Om Pandu kepada Prisa. 

"Tuan rumahnya siapa? Masa tamu harus mengantar minuman?" Prisa menjawab tanpa menoleh. 

Aku mengentakkan kaki. Prisa menyebalkan. 

"Tapi, ini buat papamu."

"Ibu ...." Prisa malah berteriak hendak mengadu kepada ibu. Aku buru-buru melotot ke arahnya. Dasar pengaduan! Lalu, dengan berat hati aku mengantarkan minuman itu ke depan. 

Om Pandu duduk di kursi rotan di teras, sementara ibu menemaninya mengobrol berbatas meja, karena ayah belum pulang kerja.

Aku menarik napas panjang lebih dulu sebelum keluar. Om duda itu langsung tersenyum manis saat melihatku muncul di pintu. Padahal tadinya aku mau mundur lagi, tetapi dia terlanjur melihatku. 

Perlahan aku melangkah menuju meja, diiringi tatapan Om Pandu yang tak lepas memandang diri ini. Duh, panas dingin itu menyerangku lagi. Kenapa selalu seperti ini setiap kali berdekatan dengannya? Benar-benar meresahkan. 

Kini tanganku yang memegang baki malah gemetar, padahal meja pemisah antara ibu dan Om Pandu semakin dekat. 

Siapa juga yang tidak gemetar ditatap terus seperti itu? Lihatlah! Bahkan bibirnya terus menyunggingkan senyum manis. Kalau terus begini, lama-lama aku bisa pingsan lagi. 

Meja sudah semakin dekat, dan tanganku juga semakin gemetar. Aku merasa seperti seorang pesakitan yang akan diadili di depan hakim dan jaksa.

Dua pasang mata itu terus menatapku tak berkedip. Bila ibu menatapku keheranan, sedangkan Om Pandu menatapku karena ... ah, entahlah. Pokoknya meresahkan. 

Akhirnya, aku tiba di depan meja, dan kupikir sudah meletakkan nampan dengan benar di sana. Namun, ternyata tidak. Karena tangan yang gemetar dan pandangan yang tidak fokus, nampan yang kusimpan tidak tepat di atas meja. Alhasil, gelas yang kubawa oleng, dan sukses menumpahkan isinya yang masih lumayan panas itu ke dada Om Pandu. 

Om Pandu tersentak kaget. Pasti karena dadanya panas tersiram teh yang kubawa. Terbukti dari wajahnya yang memerah. 

Mataku terbelalak. 

Ya Tuhan, apa yang kulakukan? Aku yang panik, refleks menghampirinya dan langsung mengusap-usap dadanya dengan ujung bajuku. 

"M-maaf, Om ... maaf, Alvi enggak sengaja," ucapku panik dan takut.

"Alvina, apa yang kamu lakukan, Nak? Kamu ceroboh sekali. Lihat, Pak Pandu kepanasan, kasian dia, kamu kayak anak kecil saja." Omelan ibu langsung saja berhamburan dari mulutnya. Wanita yang cerewetnya menurun padaku itu terlihat tak enak hati. 

Mendengar omelan ibu, aku tambah panik. Aku semakin menggosok-gosok dada Om Pandu dengan keras, hingga lelaki itu mengaduh.

"Cepat ajak Pak Pandu ke kamar mandi. Nanti ibu carikan baju Ayah buat ganti. Mudah-mudahan ada yang pas di badan Pak Pandu," lanjut ibu seraya memukul tanganku yang masih saja menggosok dada Om Pandu. 

"I-iya Bu. Ayo, Om, aku antar ke kamar mandi, nanti pinjam baju Ayah buat ganti," ucapku masih panik.

Aku menunjukkan letak kamar mandi. Prisa yang masih duduk di ruang TV hanya memandang heran, tak lama gadis itu tersenyum ke arah papanya.

Kenapa anak itu? Papanya kena musibah bukannya kasihan, malah senyum-senyum seraya mengacungkan dua jempolnya. Dasar aneh! Ah, sudahlah. Kasihan Om Pandu. Aku segera menyusul ibu ke kamarnya. 

Aku membawa baju ayah yang sudah ibu pilihkan. Sebuah kemeja batik lengan panjang warna coklat bermotif bunga.

Apa Om Pandu mau pakai baju ini? Ini kelihatan sangat tua, sedangkan dia selalu terlihat rapi dan klimis dengan kemeja pas badan yang menonjolkan otot-otot hasil olahraga teraturnya.

Masa bodo! Daripada dia kedinginan, kan?

Aku menuju kamar mandi dengan membawa baju ayah yang akan kupinjamkan hingga sampai di depan pintu. 

"Aaarrghh ...." Aku berteriak keras, lalu menyandarkan punggung di dinding kamar mandi sambil menutup mata. 

Kenapa Om Pandu tidak menutup pintu kamar mandi? Mataku kan, jadi ternoda lagi. 

Aku menggeleng-gelengkan kepala, lalu memegang dada yang mendadak bergemuruh hebat karena melihat Om Pandu bertelanjang dada lagi. 

"Mana bajunya, Al?" Kepala Om Pandu muncul di pintu kamar mandi. 

Aku menyodorkan baju itu dari jarak jauh, dengan punggung masih menempel di dinding dan mata terpejam. Setelah dirasa baju berpindah tangan, baru berani membuka mata. 

Ya Tuhan, mataku, otakku, kamu ternoda lagi. Aku memegang mata dan kepala bergantian, lalu mengacak rambut frustrasi. 

"Kenapa, Al?" Tanpa kusadari Om Pandu sudah berdiri dengan jarak sangat dekat. Tangan kanannya bertumpu di dinding tepat di sisi kepalaku. Sementara matanya menatap penuh intimidasi. Wajah kami sangat dekat.

Mau apa dia? Apa bibirku juga mau mengikuti jejak mataku yang sudah tak perawan? Wajahnya semakin mendekat hingga hanya berjarak beberapa inci. Aku memalingkan wajah ke samping sambil memejamkan mata. 

"Om tidak mau tahu, ya, kamu harus bertanggung jawab. Sudah dua kali kedudaan Om ternoda sama kamu," ujarnya setengah berbisik di depan telingaku hingga embusan napasnya terasa hangat di permukaan kulit. 

Aku menelan saliva dengan susah payah. Seluruh bulu di tubuh ini meremang. 

"Dan, Om mau menagih janjimu."

"Janji apa, Om?" tanyaku parau dengan memberanikan diri, tetap dengan mata terpejam, tetapi sedikit mengintip. 

"Janji, kalau hanya lelaki yang akan menjadi suamimu yang boleh masuk rumah ini," ujarnya disertai seringai aneh.

Aku terbelalak hebat. Teringat janji yang kuucapkan dengan penuh keyakinan tadi. 

“Ingat, Ibu dan Prisa saksinya,” lanjut Om Pandu penuh kemenangan.

Tubuhku membeku seketika.

Related chapters

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   DIMAS

    4"Alvina!” teriak Prisa dengan suara nyaring saat kelas baru saja berakhir.Aku pura-pura tidak mendengarnya. Kuayun langkah dengan tergesa. Memang sengaja sejak pagi menghindarinya. Aku bahkan tidak mengaktifkan ponsel sejak ia dan ayahnya ke rumah. Aku kesal ia yang terus saja menjodoh-jodohkanku dengan ayahnya.Aku ini masih muda. Baru dua puluh satu tahun. Masa iya harus nikah sama duda. Ayahnya dia pula. Apa kata dunia? Memangnya di dunia ini tidak ada lagi bujangan hingga aku harus nikah sama duda ayah sahabatku sendiri?Idih, amit-amit, deh. Kalau Om Pandu sudah kebelet kawin, kan, bisanyari yang janda lagi.“Al ….” Ternyata walaupun sudah berusaha keras menghindarinya, ia dapat mengejarku. Aku lupa ia jago marathon. Apalagi kalau sedang kepepet dikejar satpam kampus karena parkir motor sembarangan."Temenin makan, yuk," ajaknya ringan seolah tidak menyadari aku sengaja menghindarinya."Aku mau pulang, tidak enak badan." Aku menepis tangannya. Juga terpaksa berbohong.“Ayolah,

    Last Updated : 2023-11-01
  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   LAMARAN

    5Di sini kami sekarang. Berlima duduk di ruang tamu dengan suasana canggung. Apakah ini yang dimaksud lamaran oleh Om Pandu? Entahlah. Yang pasti ia datang hanya berdua Prisa dengan pakaian sedikit formal dan membawa banyak parsel. Tanpa meminta persetujuanku, mereka tetap mengadakan acara lamaran ini.Aku terpaksa setuju karena ternyata benar kata Prisa, Dimas tidak kembali bahkan hingga hari menjelang sore. Nomornya yang sudah tidak aktif sejak lama, semakin tidak bisa dihubungi, padahal aku lihat dengan mata sendiri ia mengutak-atik ponselnya kemarin. Bahkan kudengar ada panggilan masuk. Itu artinya dia memakai nomor lain. Atau nomorku yang diblokir?Tidak habis pikir dengan Dimas. Apa salahku hingga ia memperlakukanku seperti ini? Aku merasa kami tidak ada masalah apa pun.Kemarin untunglah walaupun dengan marah, Prisa menungguku hingga aku yakin jika Dimas tidak akan kembali. Ternyata Prisa tidak benar-benar pergi. Ia dan Om Pandu menungguku di dalam mobil tak jauh dari tempatku

    Last Updated : 2023-11-01
  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   ALERGI DUDA

    6Sekarang, hanya kami berdua di sini, di ruang tamu ini. Aku dan Om Pandu. Entah kenapa Ayah, Ibu, dan Prisa pergi ke ruang makan tanpa mengajak kami.Sebenarnya, tadi aku berniat menyusul mereka, tetapi dengan galak Ibu menghardikku, menyuruh tetap tinggal menemani Om Pandu di sini. Ibu galak sekali seolah-olah aku ini anak tiri.Dari sini terdengar mereka makan sambil bercengkerama dengan hangat. Seolah-olah sengaja memanasiku. Aku sebal sama Ayah dan Ibu. Mereka jahat sekali. Tega. Anak mereka itu aku atau Prisa?Aku melipat tangan di dada dengan kesal. Aku tahu dari tadi Om Pandu memperhatikan, tetapi mencoba tidak peduli. Jarak duduk kami lumayan jauh. Aku tetap memasang tampang judes.Dari ekor mata aku bisa melihat Om Pandu berdiri, lalu berjalan mendekat, sepertinya ia mau menghampiriku. Cepat aku menahannya dengan mengangkat tangan."Stop, Om! Berhenti di situ. Jangan dekat-dekat!" hardikku galak.Om Pandu berhenti."Kenapa?" tanyanya dengan mengangkat sebelah alis."Aku ale

    Last Updated : 2023-11-15
  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   MELABRAK

    7Aku melotot memandangi layar ponsel pagi ini. Terlihat chat di aplikasi hijau masuk dari nomor Dimas. Akhirnya, setelah beberapa hari menunggu, ia menghubungiku juga. Niat hati ingin langsung menghubunginya. Namun, urung saat kubaca isi pesannya.[Al, mulai sekarang kita putus. Tidak perlu mencariku lagi!][Jangan tanya kenapa dan jangan salahkan aku! Kalau mau menyalahkan, salahkan laki-laki tua yang bersama Prisa kemarin.][Dia menghajarku, Al. Dia menyuruhku menjauhimu.][Kita putus, mulai sekarang tidak ada hubungan apa-apa di antara kita.]Dimas? Mengirim pesan ini? Setelah beberapa hari aku menunggunya untuk sekadar mengaktifkan nomor? Lalu, begitu aktif dia langsung bilang putus? Aku menatap nanar layar ponsel. Apakah hubungan yang terjalin setahun ini tidak ada artinya sama sekali baginya? Sehingga ia memutuskan hubungan sepihak tanpa bicara dulu denganku? Apakah aku tidak berharga di matanya? Hingga ia dengan mudahnya bilang putus, bahkan hanya lewat pesan WA?Apa salahku?

    Last Updated : 2023-11-17
  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   NASI GORENG

    8Pagi ini Om Pandu menjemputku untuk fitting baju pengantin. Ya, walaupun masih setengah hati, tetapi aku berusaha ikhlas menerimanya sebagai calon suami. Padahal jauh di lubuk hati terdalam berharap Dimas datang memintaku kepada ayah dan ibu, hingga pertunanganku dengan Om Duda itu batal.Tidak salah kan, aku berharap? Mengingat aku dan Dimas sudah menjalin hubungan satu tahun lebih. Aneh saja tiba-tiba harus menikah dengan orang lain. Orang yang baru kukenal. Duda pula. Ayahnya sahabatku lagi. Seolah aku sudah tidak laku terhadap perjaka.Tidak pernah terbayang harus menjadi ibu tiri dari sahabatku sendiri. Ah, semua sudah terlanjur. Ayah dan ibu sudah menerima lamaran Om Pandu. Dan aku tidak punya alasan kuat untuk menolak. Semua alasan mereka patahkan.Seperti kata ayah, pernikahan seperti membayar utang, harus disegerakan kalau semua sudah siap. Tidak ada alasan untuk ditunda, mengingat usia Om Pandu sudah matang, dan ekonominya sudah mapan. Walaupun hatiku belum mantap. Niatkan

    Last Updated : 2023-11-17
  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   PATAH HATI

    8Aku duduk di lantai, punggung bersandar di tepian ranjang. Kepala kubenamkan di antara kedua lutut yang kupeluk erat.Air mata terus berderai tanpa bisa ditahan. Sungguh tak percaya kalau Dimas selama ini tega mengkhianatiku. Terbayang bagaimana mesranya mereka tadi di mall. Andai aku tidak melihat dengan mata kepala sendiri, mungkin tidak akan percaya jika Dimas selama ini punya pacar lain selain diri ini.Pantas saja akhir-akhir ini semua terasa berbeda. Ia malah menudingku berselingkuh duluan dengan Om Pandu. Mana ada? Aku bahkan masih berharap ia datang membatalkan pertunanganku dengan Om Pandu. Aku yakin jika ia datang dengan serius, orang tuaku akan menerimanya.Nyatanya, jangankan datang memintaku dengan serius pada ayah, aku malah mendapati kenyataan jika aku bukan satu-satunya wanitanya.Aku semakin memejam hingga air mata terus bercucuran. Walaupun sudah bertunangan dengan Om Pandu, tetapi mendapati jika dia yang ada di hati ini ternyata sudah mendua entah sejak kapan, tet

    Last Updated : 2023-11-18
  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   MARAH

    Karena kemarin tidak jadi fitting dan belanja perhiasan untuk mas kawin, disebabkan moodku yang anjlok, akhirnya hari ini kami berangkat. Aku mengekori Prisa menuju mobil Om Pandu, setelah pamit dengan ayah dan ibu. Saat Prisa sudah masuk ke pintu belakang dan aku mengikutinya, dia mendorong tubuhku keluar."Ngapain ke sini?" hardiknya galak. "Aku mau duduk sendiri!""Terus, aku di mana?" tanyaku sedih."Masih nanya di mana. Ya, di depan sana. Biar calon suamimu nggak ada yang ngambil!" hardiknya lagi sambil menarik pintu mobil dari dalam dan menutupnya keras.Kok galakan dia, sih? Yang ibu tiri di sini aku. Aku mengentakkan kaki kemudian beralih membuka pintu depan dan duduk di samping Om Pandu yang sudah duduk manis."Mobil tidak akan jalan, sebelum semua penumpangnya tersenyum," sindir Om Pandu dengan tatapan lurus ke depan.Aku dan Prisa saling lirik lewat spion. Namun, tak lama aku membuang muka ke luar jendela. Sebentar kemudian aku kaget, tiba-tiba Prisa memelukku dari belakang

    Last Updated : 2023-11-19
  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   KESAL

    11Om Pandu mencengkeram pergelangan tanganku. Lalu menariknya dengan kasar menjauhi pemuda itu. Aku meringis dan berusaha melepaskan cengkeraman tangannya."Sakit, Om. Lepas!" pekikku sambal memukuli tangannya. Apa dia sudah gila? Kenapa semarah ini? Apa salahku?Setelah dirasa cukup jauh, dia berhenti dan melepaskan tanganku."Apa-apaan, sih, Om? Sakit tahu!" omelku memegangi pergelangan yang tampak merah."Al, kamu harus hati-hati. Jangan mudah percaya dengan orang asing. Lelaki seperti itu modus, awalnya minta nomor HP padahal ada maunya. Pura-pura tak sengaja nabrak, terus minta nomor. Terus berlanjut saling chating. Om sudah tahu modus lelaki seperti itu," omelnya penuh emosi. Wajahnya masih merah padam dengan urat-urat pelipis yang terlihat berkedut.Aku hanya melongo mendengar kalimat-kalimat yang keluar dari mulutnya. Sumpah, aku baru melihatnya semarah ini. Ternyata sangat menyeramkan. Kemarin-kemarin aku bertingkah konyol dan menyebalkan pun, dia tidak pernah terlihat kesal

    Last Updated : 2023-11-19

Latest chapter

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   SALING MELENGKAPI

    190Hening. Ruangan luas itu menjadi sangat senyap. Wajah-wajah tegang menghiasi, sebelum akhirnya tawa Nakula membahana memenuhi seluruh ruangan.Pemuda itu tertawa terpingkal-pingkal hingga membuat tiga orang di ruangan itu saling melempar pandang. Tatapan heran tak bisa mereka sembunyikan.Ketiganya menunggu hingga sang pemuda mengabiskan sisa tawanya seorang diri. Entah apa yang lucu.“Aku serius, Mas. Aku ini sudah tua.” Dinda tidak sabar. Mungkin Nakula tidak percaya ucapannya hingga tertawa seperti itu. Gadis itu membuka tas, lalu mencari sesuatu di sana. Tangannya terulur memegangi sebuah kartu. Namun, saat ingin menyodorkan kartu itu, tangan Nakula menahannya.“Kamu simpan saja, bukankah kita harus segera menyiapkan berkas untuk ke KUA?” ujarnya saat melihat Dinda menyodorkan kartu identitasnya.“Maksudnya?” Kening Dinda berkerut dalam.Kembali Nakula menghabiskan sisa tawa yang tidak habis-habis.“Aku mengaku sudah tua, tapi belum setua Bundaku, kan?” tanya pemuda itu lagi d

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   KERAGUAN & KESERIUSAN

    189Dinda menatap nanar pemuda yang menggeret koper bajunya dengan bersemangat. Sebelah tangan sang pemuda menggeret koper, sedangkan tangan yang lain menggandeng tangannya.Sang pemuda memelankan langkah saat merasa gadis yang ia gandeng langkahnya pelan hingga agak tertinggal.“Mau aku antar ke mana?” tanya sang pemuda seraya menyunggingkan senyum. Senyum yang ia harap bisa meyakinkan gadis itu jika keputusannya untuk tinggal tidak akan disesalinya.Sang gadis tidak menjawab. Jujur hatinya masih ragu. Apa keputusannya membatalkan kepergian sudah benar atau tidak?Apa benar pemuda yang sekarang menggandengnya tidak akan mengecewakannya lagi? Bagaimana jika di kemudian hari lagi-lagi ia kecewa?Selama ini terlalu banyak ia dikecewakan orang-orang sekitar higga sulit untuknya percaya lagi terhadap mereka yang berjanji.Pemuda yang tidak lain Nakula menarik napas panjang dan mengembusnya kuat. Ia sangat mengerti kondisi Dinda saat ini. Ia pun termasuk laki-laki yang berkali-kali mengece

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   SEMUA SAMA

    188“Apa yang kau lakukan? Lepasss…!” Dinda mendesis seraya mencoba melepaskan tangan yang mencekalnya. Ia ingin berteriak, tetapi tak ingin mengundang perhatian karena sadar tengah berada di mana.“Lita, kamu mau ke mana? Kau pikir bisa jauh-jauh dariku?” Lelaki itu menarik kupluk hoodie Dinda hingga terbuka dan menyisakan rambut sang gadis yang berantakan.“Kita dekat bertahun-tahun, kamu tidak akan akan bisa mengelabuiku hanya dengan pakaian seperti ini.”“Ya, kita dekat bertahun-tahun. Dan kau menghancurkan hidupku hanya dalam sekedip mata.”“Bukankah Abang sudah meminta maaf? Sungguh Abang tidak tahu jika ibu tirimu sudah menghasut Abang. Lita, Abang menyesali semuanya. Andai Abang tahu itu hanya hasutan, tentu Abang tidak akan melakukan ini.”“Seharusnya Abang mencari tahu dulu kebenaran sebuah berita sebelum mengambil keputusan besar. Jangan menerima mentah-mentah berita begitu saja.”“Abang menyesal Lita. Demi Tuhan Abang sangat menyesal. Kamu tahu seberapa besar cinta Abang s

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   ANDAI MASIH ADA KESEMPATAN

    187Nakula maju. Ia sudah memutuskan tak ingin mengalah lagi. Sudah cukup selama ini selalu membiarkan saudara kembarnya mendapatkan apa yang diinginkannya dengan mengorbankan perasaannya. Kini tak akan ia membiarkan sang saudara menyalahkan dirinya, apalagi untuk sesuatu yang tidak dilakukannya.Karena terburu-buru dan tidak fokus, ia menabrak Inggit yang sepertinya ingin naik tangga. Bodohnya dirinya yang lupa jika di rumah itu ada penghuni baru, langsung mengulurkan tangan untuk membantu orang yang ia tabrak bangun. Semua ia lakukan karena rasa bersalahnya yang kurang hati-hati.Siapa sangka di saat ingin membantu Inggit berdiri itu Sadewa yang tengah bucin-bucinnya terhadapa istrinya itu datang. Salah faham pun tak bisa dihindarkan. Sadewa mengira jika saudara kembarnya ingin menggoda istrinya. Terlebih melihat kondisi pakaian sang istri yang tersibak.“Apa yang kamu lakukan pada istriku, N

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   PANTASKAH MENYESAL?

    186 Nakula setengah berlari menuju tangga penghubung lantai dua dan lantai bawah. Sebenarnya kamar orang tuanya ada di lantai bawah, hanya saja ia ingat harus mengambil sesuatu di kamarnya dulu sebelum pergi. “Dinda meminta disampaikan maaf yang sebesar-besarnya. Maaf katanya tidak jujur sejak awal jika ia wanita bersuami.” Kalimat sang ayah selepas pemutaran video itu terus berputar-putar di kepala Nakula. “Sama sekali tidak ada maksud menipumu, Naku. Ia memang pernah menikah, tapi hari itu juga menjadi janda. Dan kemarin, pengadilan agama mensahkan statusnya itu setelah sebelumnya proses perceraiannya dipersulit. Mantan suaminya ingin rujuk, melakukan berbagai cara agar gugatan cerai Dinda tidak dikabulkan. Syukurlah nasib baik masih berpihak padanya.” Sang ayah menjeda penjelasannya. “Kemarin Dinda akhirnya menerima akta cerai, karenanya hari ini langsung terbang.” “Terbang?” Nakula terperanjat. “Ke-mana?” Pandu menarik napas panjang. Tatapannya sendu. “Dinda memutuskan meng

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   SATU KENYATAAN

    185 “Lihat dulu ini sampai selesai, lalu silakan berkomentar.” Pria usia enam puluhan menyalakan laptop, lalu menyerahkan benda itu ke hadapan laki-laki muda yang duduk di tepi ranjang. Sang pemuda membuang muka. Ini alasan kenapa ia malas pulang. Bertemu ayah dan saudara kembar yang sudah mengecewakannya. Sang pemuda ingin bangkit, tetapi sebuah tangan menahan pergelangan tangannya. Ia pun memejam sebelum meloneh pemilik tangan yang masih terasa hangat itu. “Bunda sebaiknya istirahat saja, ya. Badannya juga masih anget. Biar cepat sembuh. Aku pamit dulu,” ucapnya lembut seraya menggenggam tangan sang sang ibu yang mencekal pergelangannya. Wanita berwajah pucat yang memakai baju tebal dan duduk bersandar ke kepala ranjang menggeleng. Tatapan nanarnya sudah diliputi embun tebal. Terlihat sangat berat melepas putranya pergi. “Naku Sayang, percayalah tidak ada orang tua yang ingin menjerumuskan anaknya sendiri.” Nakula menarik napas yang begitu berat, ingin rasanya menyangkal ucapa

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   AKU BUKAN KAMU

    184 Nakula berbaring di kamar minimalisnya. Tatapannya lurus menyapu langit-langit kamar yang menampilan bayangan bagaimana pertemuan awalnya dengan Dinda. Bagaimana ia kesal terhadap gadis itu hingga akhirnya tergila-gila. Sayang seribu kali sayang jika semua yang terjadi antara dirinya dan Dinda yang ia anggap tulus, hanya fatamorgana. Hubungan mereka yang begitu manis ternyata hanya settingan semata. Settingan sang ayah dengan wanita bersuami itu. Sudah beberapa hari tinggal lagi di galeri, Nakula tidak pernah lagi melihat Dinda. Entah dimutasi lagi atau memang tidak menampakkan diri lagi di depannya, yang pasti ia sudah tidak pernah melihat sosoknya. Baguslah jika dimutasi, itu artinya ia bisa segera melupakan rasa sakitnya. Nakula bangkit, lalu beranjak menuju meja kecil yang biasa ia gunakan untuk makan. Sekotak makanan yang ia beli via jasa antar online sudah tersedia di sana. Dibukanya dengan malas kotak makanan itu. Sungguh, ia sebenarnya tak berselera makan. Jika tak mem

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   MASIH MARAH?

    183 Hari ini Nakula kembali ke galeri. Kondisinya jauh lebih baik setelah tiga hari menginap di rumah sang kakak. Meski suami istri Prisa dan Nino tidak mau memberitahu di mana Nadira saat ini, setidaknya di sana Nakula punya teman bicara, si imut Nindy selalu membuat harinya terasa menyenangkan. Terlebih saat minta diantar ke taman bermain dan outbond kecil-kecilan di dalam kota. Keceriaan gadis SMA itu, juga dirinya yang ikut mencoba berbagai wahana membuatnya bisa berteriak kencang melepaskan ganjalan di dada. Seolah sedang mencari pelampiasan, Nakula terus mengajak Nindy naik wahana yang lebih menantang agar ia bisa berteriak lebih keras. Seperti orang gila Nakula saat itu. Tapi ia benar-benar bisa melepaskan beban yang sudah bersemayam di dadanya. Satu yang ia sesali. Kenapa malam itu ia harus pergi ke club dan mabuk, hingga berujung Nadira yang diungsikan entah ke mana oleh kedua orang tuanya. Kenapa ia tidak pergi ke tempat seperti taman bermain saja, agar bisa meluapkan gan

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   INI SALAHKU

    182Nakula mengerjap berkali-kali hingga matanya dapat terbuka. Rasa pusing di kepalanya masih sangat menyiksa, tetapi ia terus berusaha membuka matanya. Berbaring dalam waktu lama membuat tubuhnya pegal-pegal.Perlahan, walau samar, matanya dapat menangkap sesuatu di depannya. Hingga akhirnya wajah imut seorang gadis yang tengah tersenyum tersaji di depan matanya.“Sudah bangun, Om?” tanya gadis imut seraya menghampiri dan duduk di tepi ranjang. Sepertinya ia sudah lama menunggu Nakula bangun.Nakula menggelengkan kepalanya berkali-kali untuk membuang rasa pusing. Lalu mencoba bangkit dari berbaringnya. Gadis imut membantunya duduk.Sang pemuda mengedarkan pandangan setelah kepalanya tidak begitu pusing. Cahaya terang dari jendela yang terbuka, membuatnya yakin jika ini siang hari.“Ini di rumah kami, Om.” Seolah mengerti dengan pikiran Nakula, gadis mungil menjelaskan.“Semalam Mami sama Papi bawa Om ke sini. Katanya Om sedang kurang enak badan. Aku sih, nggak tahu karena udah bobok

DMCA.com Protection Status