Share

ALERGI DUDA

Penulis: Rosemala
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

6

Sekarang, hanya kami berdua di sini, di ruang tamu ini. Aku dan Om Pandu. Entah kenapa Ayah, Ibu, dan Prisa pergi ke ruang makan tanpa mengajak kami.

Sebenarnya, tadi aku berniat menyusul mereka, tetapi dengan galak Ibu menghardikku, menyuruh tetap tinggal menemani Om Pandu di sini. Ibu galak sekali seolah-olah aku ini anak tiri.

Dari sini terdengar mereka makan sambil bercengkerama dengan hangat. Seolah-olah sengaja memanasiku. Aku sebal sama Ayah dan Ibu. Mereka jahat sekali. Tega. Anak mereka itu aku atau Prisa?

Aku melipat tangan di dada dengan kesal. Aku tahu dari tadi Om Pandu memperhatikan, tetapi mencoba tidak peduli. Jarak duduk kami lumayan jauh. Aku tetap memasang tampang judes.

Dari ekor mata aku bisa melihat Om Pandu berdiri, lalu berjalan mendekat, sepertinya ia mau menghampiriku. Cepat aku menahannya dengan mengangkat tangan.

"Stop, Om! Berhenti di situ. Jangan dekat-dekat!" hardikku galak.

Om Pandu berhenti.

"Kenapa?" tanyanya dengan mengangkat sebelah alis.

"Aku alergi," jawabku ketus.

"Alergi apa?"

"Alergi duda." Aku menjawab asal.

Dia terbahak. Lalu, duduk lagi tanpa meneruskan langkah.

"Tenang, nanti Om terapi. Dijamin pasti sembuh, dan yakin kamu bakal kecanduan sama obatnya," ucapnya dengan senyum menggoda.

Idih! Apa, sih? Aku semakin kesal. Apalagi mendengar suara tawa Prisa dari ruang makan yang begitu bahagia. Bertambahlah rasa dongkolku.

"Jadi, kamu mau kapan dihalalinnya? Kamu mau mas kawin apa? Mau di mana tempatnya? Mau konsep pernikahan seperti apa?" berondong Om Pandu yang membuatku membulatkan mata. Sumpah aku salut, percaya dirinya terlalu tinggi.

"Om, pede banget, sih! Aku, kan, belum bilang mau.” Aku berujar sinis.

"Tidak apa bibir belum bilang mau, yang penting hati udah OK," timpalnya ringan.

Aku berdecak sebal. Tiba-tiba terlintas ide yang menurutku brilian untuk membuat Om Pandu ilfeel.

"Om, yakin mau nikahin aku? Nanti menyesal, lho. Om, kan, belum kenal siapa aku?" Aku memancing. Kutatap wajah yang sejujurnya sangat tampan dan terlihat sangat muda untuk ukuran pria seusianya.

Dia mengangguk dengan pasti. Tanpa keraguan sedikit pun. Ok, lihat reaksinya! Apa dia masih seyakin itu kalau aku sudah cerita sesuatu.

"Kamu teman baik Prisa, dan dia juga sudah sangat dekat dengan orang tuamu. Itu cukup alasan bagi Om mengenal bagaimana kamu. Lagipula, Om sudah jatuh hati sejak kamu menodai Om di rumah tempo hari," jawabnya sambil tersenyum. Senyum yang … ah, bisa-bisa aku kena diabet bila terus disuguhi pemandangan seperti ini. Terlalu manis.

Aku menggeleng dengan kuat. Tidak boleh lemah, tidak boleh terhipnotis.

"Om tahu tidak, aku kalau bobok mengoroknya keras, lho. Terus ileran sampai sini, Om." Aku menunjuk pipi bawah sampai dagu.

"Ada lagi, aku kalau tidur enggak bisa diam, jabrah. Seumpama aku tidur di lapangan bola, niscaya bisa keubek semua itu lapangan dari ujung Persija sampai ujung Persib tidak ada yang kelewat, Om," lanjutku lagi dengan suara yang dibuat sedramatis mungkin. Biar apa coba? Ya, biar Om Pandu ilfeel seilfeel-ilfeelnya.

"Terus apa lagi, Al?" tukas Om Pandu mengulum senyum, dan yang membuatku heran, dia tidak ilfeel sama sekali. Biasa saja.

"Apa kentutmu keras? Ketekmu bau? Jempolmu cantengan? Rambutmu kutuan? Atau semuanya?" tanyanya santai. Sumpah, membuatku ternganga tak percaya.

Ya Tuhan, dia makhluk apa, sih? Kok, tidak ada jijik-jijiknya menyebut semua itu? Dasar makhluk tampan meresahkan. Ups!

"Om, Om ini makhluk apa sebenarnya?" tanyaku asal. Sumpah aku heran, kenapa dia tidak ilfeel sama sekali, bahkan setelah aku menakut-nakutinya dengan semua yang kebanyakan orang akan menutupi dari calon pasangan karena dianggap aib.

"Apa?" Om Pandu mengernyit kemudian terbahak.

"Kamu lucu sekali, Al. Sumpah Om gemas banget, semakin tidak sabar pingin halalin kamu," lanjutnya menatapku gemas.

Oh My God ....

Aku menggaruk kepala walaupun tak gatal. Entah harus bagaimana lagi meyakinkan dia agar tak jadi melamarku. Sepertinya aku mulai putus asa.

"Neng, ajak Pak Pandu makan sana, kasihan pasti sudah lapar." Tiba-tiba Ayah sudah berdiri di belakangku.

"Om, makan sendiri saja, gih! Aku belum lapar." Aku berkata dengan ringan sembari menunjuk arah ruang makan.

"Alvina!" seru Ayah tiba-tiba dengan suara keras, dan itu sukses menciutkan nyaliku. Aku menunduk, tak berani melihat wajah Ayah.

Ayah itu pria berhati lembut. Jarang bicara dengan suara keras, baik kepadaku atau Ibu. Jadi, kalau itu sudah dilakukannya, berarti beliau sedang marah.

"Ayo makan, Om!" ajakku kepada Om Pandu dengan suara pelan. Kemudian mendahului berjalan menuju ruang makan, Om Pandu mengekor.

Masih ada ibu dan Prisa di sana yang sedang mencuci piring sambil mengobrol hangat. Prisa menyebalkan sekali, dari tadi terus bergelayut manja dengan ibu. Aku mendengkus sebal. Cemburu? Iri? Jelas. Beliau ibuku. Kenapa jadi Prisa yang seperti anak Ibu?

"Nanti, kita gantian bikin Prisa iri, ya. Kita balas dendam lebih menyakitkan dari ini," bisik Om Pandu tiba-tiba di dekat telingaku.

Ih, apa, sih, dia? Bikin aku tambah dongkol saja.

"Cie ... calon manten, mesra banget, sih," ledak Prisa saat menyadari kami sudah berada di sana. Aku mendelik, tetapi gadis itu malah tergelak sambil menggandeng tangan ibu meninggalkan kami.

"Al, Om cuci tangan di mana, nih?" tanya Om Pandu. Pasti pura-pura. Bukankah dia melihat sendiri Prisa dan ibu di sana mencuci piring?

"Sana, Om!” jawabku singkat sambil menarik salah satu kursi, lalu duduk di sana.

"Om, duduk di mana, Al?" tanya Om Pandu lagi setelah mencuci tangan.

"Di mana sajalah, Om, terserah. Kursi kan, banyak, masa harus aku pangku?" Aku mulai kesal.

Om Pandu menarik satu kursi tepat di sebelahku dan sengaja didekatkan pula. Aku mendelik.

"Jangan modus, deh. Aku, kan, udah bilang alergi dekat-dekat duda!" dampratku semakin kesal.

Om Pandu menggeserkan lagi kursinya agak menjauh. Anehnya walaupun aku terus bersikap galak dan ketus, tak terlihat sedikit pun raut kesal atau marah di wajahnya. Malah aku yang semakin emosi melihat ketenangannya.

"Piringnya mana, Al?" tanyanya seperti sengaja. Padahal tumpukan piring jelas ada di depan matanya.

"Itu, kan, piring, Om!" tunjukku dengan kasar di depan wajahnya. Dia hanya mengangguk tipis.

"Sendoknya?"

Aku semakin kesal. Darahku semakin panas. Dengan kasar kuambilkan sendok lalu menaruh di atas piringnya dengan gerakan kasar juga.

"Nasinya, Al?”

Apa?

Darahku semakin mendidih, sepertinya tanduk juga sudah tumbuh di kepala. Apalagi setelah itu ....

"Lauknya belum."

"Sayurnya mana?"

"Tolong ambilkan tisu, Al!"

"Minumnya mana?"

"Al, suap-suapan yuk!"

Aaarghhh ....

Kawinin saja aku, Om! Eh, salah. Matiin aja aku, Om!

Dasar, duda meresahkan!

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Bhahahahahah dasar duda meresahkan seneng bgt ngerjain Alvina
goodnovel comment avatar
Nathalie Simatupang
Aaahh..om Pandu, bner2 meresahkan...jd gemes pengen cubit ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   MELABRAK

    7Aku melotot memandangi layar ponsel pagi ini. Terlihat chat di aplikasi hijau masuk dari nomor Dimas. Akhirnya, setelah beberapa hari menunggu, ia menghubungiku juga. Niat hati ingin langsung menghubunginya. Namun, urung saat kubaca isi pesannya.[Al, mulai sekarang kita putus. Tidak perlu mencariku lagi!][Jangan tanya kenapa dan jangan salahkan aku! Kalau mau menyalahkan, salahkan laki-laki tua yang bersama Prisa kemarin.][Dia menghajarku, Al. Dia menyuruhku menjauhimu.][Kita putus, mulai sekarang tidak ada hubungan apa-apa di antara kita.]Dimas? Mengirim pesan ini? Setelah beberapa hari aku menunggunya untuk sekadar mengaktifkan nomor? Lalu, begitu aktif dia langsung bilang putus? Aku menatap nanar layar ponsel. Apakah hubungan yang terjalin setahun ini tidak ada artinya sama sekali baginya? Sehingga ia memutuskan hubungan sepihak tanpa bicara dulu denganku? Apakah aku tidak berharga di matanya? Hingga ia dengan mudahnya bilang putus, bahkan hanya lewat pesan WA?Apa salahku?

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   NASI GORENG

    8Pagi ini Om Pandu menjemputku untuk fitting baju pengantin. Ya, walaupun masih setengah hati, tetapi aku berusaha ikhlas menerimanya sebagai calon suami. Padahal jauh di lubuk hati terdalam berharap Dimas datang memintaku kepada ayah dan ibu, hingga pertunanganku dengan Om Duda itu batal.Tidak salah kan, aku berharap? Mengingat aku dan Dimas sudah menjalin hubungan satu tahun lebih. Aneh saja tiba-tiba harus menikah dengan orang lain. Orang yang baru kukenal. Duda pula. Ayahnya sahabatku lagi. Seolah aku sudah tidak laku terhadap perjaka.Tidak pernah terbayang harus menjadi ibu tiri dari sahabatku sendiri. Ah, semua sudah terlanjur. Ayah dan ibu sudah menerima lamaran Om Pandu. Dan aku tidak punya alasan kuat untuk menolak. Semua alasan mereka patahkan.Seperti kata ayah, pernikahan seperti membayar utang, harus disegerakan kalau semua sudah siap. Tidak ada alasan untuk ditunda, mengingat usia Om Pandu sudah matang, dan ekonominya sudah mapan. Walaupun hatiku belum mantap. Niatkan

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   PATAH HATI

    8Aku duduk di lantai, punggung bersandar di tepian ranjang. Kepala kubenamkan di antara kedua lutut yang kupeluk erat.Air mata terus berderai tanpa bisa ditahan. Sungguh tak percaya kalau Dimas selama ini tega mengkhianatiku. Terbayang bagaimana mesranya mereka tadi di mall. Andai aku tidak melihat dengan mata kepala sendiri, mungkin tidak akan percaya jika Dimas selama ini punya pacar lain selain diri ini.Pantas saja akhir-akhir ini semua terasa berbeda. Ia malah menudingku berselingkuh duluan dengan Om Pandu. Mana ada? Aku bahkan masih berharap ia datang membatalkan pertunanganku dengan Om Pandu. Aku yakin jika ia datang dengan serius, orang tuaku akan menerimanya.Nyatanya, jangankan datang memintaku dengan serius pada ayah, aku malah mendapati kenyataan jika aku bukan satu-satunya wanitanya.Aku semakin memejam hingga air mata terus bercucuran. Walaupun sudah bertunangan dengan Om Pandu, tetapi mendapati jika dia yang ada di hati ini ternyata sudah mendua entah sejak kapan, tet

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   MARAH

    Karena kemarin tidak jadi fitting dan belanja perhiasan untuk mas kawin, disebabkan moodku yang anjlok, akhirnya hari ini kami berangkat. Aku mengekori Prisa menuju mobil Om Pandu, setelah pamit dengan ayah dan ibu. Saat Prisa sudah masuk ke pintu belakang dan aku mengikutinya, dia mendorong tubuhku keluar."Ngapain ke sini?" hardiknya galak. "Aku mau duduk sendiri!""Terus, aku di mana?" tanyaku sedih."Masih nanya di mana. Ya, di depan sana. Biar calon suamimu nggak ada yang ngambil!" hardiknya lagi sambil menarik pintu mobil dari dalam dan menutupnya keras.Kok galakan dia, sih? Yang ibu tiri di sini aku. Aku mengentakkan kaki kemudian beralih membuka pintu depan dan duduk di samping Om Pandu yang sudah duduk manis."Mobil tidak akan jalan, sebelum semua penumpangnya tersenyum," sindir Om Pandu dengan tatapan lurus ke depan.Aku dan Prisa saling lirik lewat spion. Namun, tak lama aku membuang muka ke luar jendela. Sebentar kemudian aku kaget, tiba-tiba Prisa memelukku dari belakang

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   KESAL

    11Om Pandu mencengkeram pergelangan tanganku. Lalu menariknya dengan kasar menjauhi pemuda itu. Aku meringis dan berusaha melepaskan cengkeraman tangannya."Sakit, Om. Lepas!" pekikku sambal memukuli tangannya. Apa dia sudah gila? Kenapa semarah ini? Apa salahku?Setelah dirasa cukup jauh, dia berhenti dan melepaskan tanganku."Apa-apaan, sih, Om? Sakit tahu!" omelku memegangi pergelangan yang tampak merah."Al, kamu harus hati-hati. Jangan mudah percaya dengan orang asing. Lelaki seperti itu modus, awalnya minta nomor HP padahal ada maunya. Pura-pura tak sengaja nabrak, terus minta nomor. Terus berlanjut saling chating. Om sudah tahu modus lelaki seperti itu," omelnya penuh emosi. Wajahnya masih merah padam dengan urat-urat pelipis yang terlihat berkedut.Aku hanya melongo mendengar kalimat-kalimat yang keluar dari mulutnya. Sumpah, aku baru melihatnya semarah ini. Ternyata sangat menyeramkan. Kemarin-kemarin aku bertingkah konyol dan menyebalkan pun, dia tidak pernah terlihat kesal

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   HP BARU

    12Mobil itu terus mengikuti, mendahuluiku, dan akhirnya berhenti satu meter di depan. Tubuhku sudah bergetar hebat saking takutnya, menanti apa yang akan terjadi. Bayangan terburuk yang akan menimpa sudah berputar-putar di kepala. Hingga pintu depan samping kiri terbuka.Aku mempersiapkan diri dengan memasang kuda-kuda karena jika orang yang berniat jahat yang turun, aku tidak akan menyerah begitu saja. Aku akan melawan sekuat tenaga, sampai titik darah penghabisan. Namun …."Al, ayok naik!" Sebuah suara yang familier membuyarkan ketakutanku.Suara itu ...."Ayok cepat naik sebelum hujan bertambah besar," lanjut suara itu lembut tapi tegas.Aku sangat mengenali suara itu. Suara dari orang yang membuat hariku sial. Suara biang kerok semua ini. Siapa lagi? Tentu saja Om Pandu.Ketakutan yang sudah membuncah tadi tiba-tiba berubah menjadi kekesalan yang teramat. Apalagi saat kepala Om Pandu muncul di sela pintu yang terbuka."Ayok cepat naik, kita pulang. Sebentar lagi hujan," ajaknya l

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   NYONYA PANDU

    13Belum percaya rasanya kalau sekarang aku, Alvina Damayanti, di umur yang kedua puluh satu tahun, sudah berubah status. Aku, gadis yang masih suka tidur di ketiak ibu, sekarang sudah menjadi seorang istri.Ya, rasanya waktu begitu cepat berlalu. Jangka waktu seminggu yang diberikan Om Pandu bergulir begitu cepat. Padahal aku, Ayah, dan Ibu, tidak melakukan apa pun selama seminggu itu. Kami hanya duduk santai di rumah. Semua tetek-bengek persiapan pernikahan dari yang terbesar sampai yang remeh temeh sudah diatur Om Pandu.Kami tinggal duduk manis di pelaminan. So sweet banget, kan, Om Pandu? Itu menurut kalian. Menurutku? Entahlah. Sampai sekarang aku masih setengah hati. Belum percaya saja kalau sekarang aku sudah jadi Nyonya Pandu.Padahal tadi pagi, sudah jelas-jelas lelaki itu dengan lantang menghalalkanku di depan orang tua, penghulu, saksi, kerabat, dan semua orang. Kami sudah halal. Iya, halal. Ish, memang kenapa kalau sudah halal? Duduk berdeketan saja aku masih takut. Awas

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   SERIBU ALASAN

    14"Al, mau jalan sendiri ke kamar atau Om gendong?" tanyanya tegas, sepertinya dia tahu aku sedang mencari alasan.Aku langsung berjalan cepat menuju kamarnya sebelum dia benar-benar menggendongku. Enak saja mau gendong-gendong, nanti nyuri-nyuri kesempatan. Eh tapi, kemarin-kemarin aku sudah pernah digendongnya juga, enggak diapa-apain.Aku langsung duduk di sofa begitu sampai kamar, tidak tahu juga mau apa. Jantung sudah melompat-lompat seolah ingin keluar dari rongganya."Salat, yuk!” ajaknya. “Kamu juga belum salat Isya, kan?"Benar, aku belum salat. Kenapa bisa lupa? Gara-gara mikirin cara menghindari Om Pandu, aku jadi melupakan kewajiban lima waktu itu. Akhirnya kami salat Isya berjamaah. Ini pertama kali dia menjadi imam salat setelah jadi imamku dalam rumah tangga. Kenapa aku belum bisa menerimanya, ya?Bacaan surat-surat Al Quran Om Pandu sangat fasih. Dan dia melantunkan dengan suara merdunya. Sekejap aku terlena. Duh ... sudah ganteng, mapan, rajin salat. Suami siapa, sih

Bab terbaru

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   SALING MELENGKAPI

    190Hening. Ruangan luas itu menjadi sangat senyap. Wajah-wajah tegang menghiasi, sebelum akhirnya tawa Nakula membahana memenuhi seluruh ruangan.Pemuda itu tertawa terpingkal-pingkal hingga membuat tiga orang di ruangan itu saling melempar pandang. Tatapan heran tak bisa mereka sembunyikan.Ketiganya menunggu hingga sang pemuda mengabiskan sisa tawanya seorang diri. Entah apa yang lucu.“Aku serius, Mas. Aku ini sudah tua.” Dinda tidak sabar. Mungkin Nakula tidak percaya ucapannya hingga tertawa seperti itu. Gadis itu membuka tas, lalu mencari sesuatu di sana. Tangannya terulur memegangi sebuah kartu. Namun, saat ingin menyodorkan kartu itu, tangan Nakula menahannya.“Kamu simpan saja, bukankah kita harus segera menyiapkan berkas untuk ke KUA?” ujarnya saat melihat Dinda menyodorkan kartu identitasnya.“Maksudnya?” Kening Dinda berkerut dalam.Kembali Nakula menghabiskan sisa tawa yang tidak habis-habis.“Aku mengaku sudah tua, tapi belum setua Bundaku, kan?” tanya pemuda itu lagi d

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   KERAGUAN & KESERIUSAN

    189Dinda menatap nanar pemuda yang menggeret koper bajunya dengan bersemangat. Sebelah tangan sang pemuda menggeret koper, sedangkan tangan yang lain menggandeng tangannya.Sang pemuda memelankan langkah saat merasa gadis yang ia gandeng langkahnya pelan hingga agak tertinggal.“Mau aku antar ke mana?” tanya sang pemuda seraya menyunggingkan senyum. Senyum yang ia harap bisa meyakinkan gadis itu jika keputusannya untuk tinggal tidak akan disesalinya.Sang gadis tidak menjawab. Jujur hatinya masih ragu. Apa keputusannya membatalkan kepergian sudah benar atau tidak?Apa benar pemuda yang sekarang menggandengnya tidak akan mengecewakannya lagi? Bagaimana jika di kemudian hari lagi-lagi ia kecewa?Selama ini terlalu banyak ia dikecewakan orang-orang sekitar higga sulit untuknya percaya lagi terhadap mereka yang berjanji.Pemuda yang tidak lain Nakula menarik napas panjang dan mengembusnya kuat. Ia sangat mengerti kondisi Dinda saat ini. Ia pun termasuk laki-laki yang berkali-kali mengece

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   SEMUA SAMA

    188“Apa yang kau lakukan? Lepasss…!” Dinda mendesis seraya mencoba melepaskan tangan yang mencekalnya. Ia ingin berteriak, tetapi tak ingin mengundang perhatian karena sadar tengah berada di mana.“Lita, kamu mau ke mana? Kau pikir bisa jauh-jauh dariku?” Lelaki itu menarik kupluk hoodie Dinda hingga terbuka dan menyisakan rambut sang gadis yang berantakan.“Kita dekat bertahun-tahun, kamu tidak akan akan bisa mengelabuiku hanya dengan pakaian seperti ini.”“Ya, kita dekat bertahun-tahun. Dan kau menghancurkan hidupku hanya dalam sekedip mata.”“Bukankah Abang sudah meminta maaf? Sungguh Abang tidak tahu jika ibu tirimu sudah menghasut Abang. Lita, Abang menyesali semuanya. Andai Abang tahu itu hanya hasutan, tentu Abang tidak akan melakukan ini.”“Seharusnya Abang mencari tahu dulu kebenaran sebuah berita sebelum mengambil keputusan besar. Jangan menerima mentah-mentah berita begitu saja.”“Abang menyesal Lita. Demi Tuhan Abang sangat menyesal. Kamu tahu seberapa besar cinta Abang s

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   ANDAI MASIH ADA KESEMPATAN

    187Nakula maju. Ia sudah memutuskan tak ingin mengalah lagi. Sudah cukup selama ini selalu membiarkan saudara kembarnya mendapatkan apa yang diinginkannya dengan mengorbankan perasaannya. Kini tak akan ia membiarkan sang saudara menyalahkan dirinya, apalagi untuk sesuatu yang tidak dilakukannya.Karena terburu-buru dan tidak fokus, ia menabrak Inggit yang sepertinya ingin naik tangga. Bodohnya dirinya yang lupa jika di rumah itu ada penghuni baru, langsung mengulurkan tangan untuk membantu orang yang ia tabrak bangun. Semua ia lakukan karena rasa bersalahnya yang kurang hati-hati.Siapa sangka di saat ingin membantu Inggit berdiri itu Sadewa yang tengah bucin-bucinnya terhadapa istrinya itu datang. Salah faham pun tak bisa dihindarkan. Sadewa mengira jika saudara kembarnya ingin menggoda istrinya. Terlebih melihat kondisi pakaian sang istri yang tersibak.“Apa yang kamu lakukan pada istriku, N

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   PANTASKAH MENYESAL?

    186 Nakula setengah berlari menuju tangga penghubung lantai dua dan lantai bawah. Sebenarnya kamar orang tuanya ada di lantai bawah, hanya saja ia ingat harus mengambil sesuatu di kamarnya dulu sebelum pergi. “Dinda meminta disampaikan maaf yang sebesar-besarnya. Maaf katanya tidak jujur sejak awal jika ia wanita bersuami.” Kalimat sang ayah selepas pemutaran video itu terus berputar-putar di kepala Nakula. “Sama sekali tidak ada maksud menipumu, Naku. Ia memang pernah menikah, tapi hari itu juga menjadi janda. Dan kemarin, pengadilan agama mensahkan statusnya itu setelah sebelumnya proses perceraiannya dipersulit. Mantan suaminya ingin rujuk, melakukan berbagai cara agar gugatan cerai Dinda tidak dikabulkan. Syukurlah nasib baik masih berpihak padanya.” Sang ayah menjeda penjelasannya. “Kemarin Dinda akhirnya menerima akta cerai, karenanya hari ini langsung terbang.” “Terbang?” Nakula terperanjat. “Ke-mana?” Pandu menarik napas panjang. Tatapannya sendu. “Dinda memutuskan meng

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   SATU KENYATAAN

    185 “Lihat dulu ini sampai selesai, lalu silakan berkomentar.” Pria usia enam puluhan menyalakan laptop, lalu menyerahkan benda itu ke hadapan laki-laki muda yang duduk di tepi ranjang. Sang pemuda membuang muka. Ini alasan kenapa ia malas pulang. Bertemu ayah dan saudara kembar yang sudah mengecewakannya. Sang pemuda ingin bangkit, tetapi sebuah tangan menahan pergelangan tangannya. Ia pun memejam sebelum meloneh pemilik tangan yang masih terasa hangat itu. “Bunda sebaiknya istirahat saja, ya. Badannya juga masih anget. Biar cepat sembuh. Aku pamit dulu,” ucapnya lembut seraya menggenggam tangan sang sang ibu yang mencekal pergelangannya. Wanita berwajah pucat yang memakai baju tebal dan duduk bersandar ke kepala ranjang menggeleng. Tatapan nanarnya sudah diliputi embun tebal. Terlihat sangat berat melepas putranya pergi. “Naku Sayang, percayalah tidak ada orang tua yang ingin menjerumuskan anaknya sendiri.” Nakula menarik napas yang begitu berat, ingin rasanya menyangkal ucapa

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   AKU BUKAN KAMU

    184 Nakula berbaring di kamar minimalisnya. Tatapannya lurus menyapu langit-langit kamar yang menampilan bayangan bagaimana pertemuan awalnya dengan Dinda. Bagaimana ia kesal terhadap gadis itu hingga akhirnya tergila-gila. Sayang seribu kali sayang jika semua yang terjadi antara dirinya dan Dinda yang ia anggap tulus, hanya fatamorgana. Hubungan mereka yang begitu manis ternyata hanya settingan semata. Settingan sang ayah dengan wanita bersuami itu. Sudah beberapa hari tinggal lagi di galeri, Nakula tidak pernah lagi melihat Dinda. Entah dimutasi lagi atau memang tidak menampakkan diri lagi di depannya, yang pasti ia sudah tidak pernah melihat sosoknya. Baguslah jika dimutasi, itu artinya ia bisa segera melupakan rasa sakitnya. Nakula bangkit, lalu beranjak menuju meja kecil yang biasa ia gunakan untuk makan. Sekotak makanan yang ia beli via jasa antar online sudah tersedia di sana. Dibukanya dengan malas kotak makanan itu. Sungguh, ia sebenarnya tak berselera makan. Jika tak mem

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   MASIH MARAH?

    183 Hari ini Nakula kembali ke galeri. Kondisinya jauh lebih baik setelah tiga hari menginap di rumah sang kakak. Meski suami istri Prisa dan Nino tidak mau memberitahu di mana Nadira saat ini, setidaknya di sana Nakula punya teman bicara, si imut Nindy selalu membuat harinya terasa menyenangkan. Terlebih saat minta diantar ke taman bermain dan outbond kecil-kecilan di dalam kota. Keceriaan gadis SMA itu, juga dirinya yang ikut mencoba berbagai wahana membuatnya bisa berteriak kencang melepaskan ganjalan di dada. Seolah sedang mencari pelampiasan, Nakula terus mengajak Nindy naik wahana yang lebih menantang agar ia bisa berteriak lebih keras. Seperti orang gila Nakula saat itu. Tapi ia benar-benar bisa melepaskan beban yang sudah bersemayam di dadanya. Satu yang ia sesali. Kenapa malam itu ia harus pergi ke club dan mabuk, hingga berujung Nadira yang diungsikan entah ke mana oleh kedua orang tuanya. Kenapa ia tidak pergi ke tempat seperti taman bermain saja, agar bisa meluapkan gan

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   INI SALAHKU

    182Nakula mengerjap berkali-kali hingga matanya dapat terbuka. Rasa pusing di kepalanya masih sangat menyiksa, tetapi ia terus berusaha membuka matanya. Berbaring dalam waktu lama membuat tubuhnya pegal-pegal.Perlahan, walau samar, matanya dapat menangkap sesuatu di depannya. Hingga akhirnya wajah imut seorang gadis yang tengah tersenyum tersaji di depan matanya.“Sudah bangun, Om?” tanya gadis imut seraya menghampiri dan duduk di tepi ranjang. Sepertinya ia sudah lama menunggu Nakula bangun.Nakula menggelengkan kepalanya berkali-kali untuk membuang rasa pusing. Lalu mencoba bangkit dari berbaringnya. Gadis imut membantunya duduk.Sang pemuda mengedarkan pandangan setelah kepalanya tidak begitu pusing. Cahaya terang dari jendela yang terbuka, membuatnya yakin jika ini siang hari.“Ini di rumah kami, Om.” Seolah mengerti dengan pikiran Nakula, gadis mungil menjelaskan.“Semalam Mami sama Papi bawa Om ke sini. Katanya Om sedang kurang enak badan. Aku sih, nggak tahu karena udah bobok

DMCA.com Protection Status