Share

MELABRAK

Author: Rosemala
last update Last Updated: 2023-11-17 12:05:01

7

Aku melotot memandangi layar ponsel pagi ini. Terlihat chat di aplikasi hijau masuk dari nomor Dimas. Akhirnya, setelah beberapa hari menunggu, ia menghubungiku juga. Niat hati ingin langsung menghubunginya. Namun, urung saat kubaca isi pesannya.

[Al, mulai sekarang kita putus. Tidak perlu mencariku lagi!]

[Jangan tanya kenapa dan jangan salahkan aku! Kalau mau menyalahkan, salahkan laki-laki tua yang bersama Prisa kemarin.]

[Dia menghajarku, Al. Dia menyuruhku menjauhimu.]

[Kita putus, mulai sekarang tidak ada hubungan apa-apa di antara kita.]

Dimas? Mengirim pesan ini? Setelah beberapa hari aku menunggunya untuk sekadar mengaktifkan nomor? Lalu, begitu aktif dia langsung bilang putus? 

Aku menatap nanar layar ponsel. Apakah hubungan yang terjalin setahun ini tidak ada artinya sama sekali baginya? Sehingga ia memutuskan hubungan sepihak tanpa bicara dulu denganku? Apakah aku tidak berharga di matanya? Hingga ia dengan mudahnya bilang putus, bahkan hanya lewat pesan WA?

Apa salahku?

Aku mengusap kasar air mata yang tak bisa dicegah meleleh begitu saja. Sakit? Tentu saja. Ia yang kuharapkan datang memintaku pada Ayah, tetapi nyatanya ....

Tunggu! Dia bilang salahkan laki-laki tua yang bersama Prisa? Apakah itu Om Pandu? Apa hubungannya dengan Om Pandu?

Ok, aku harus mencari tahu. Apa hubungan Om Pandu dengan pemutusan hubungan Dimas ini. Awas saja kalau ini gara-gara dia. Aku juga akan memutuskan pertunangan ini. Pertunangan yang akhirnya kuterima dengan terpaksa. Karena tekanan Ayah, Ibu, juga Prisa.

Enak saja main hajar-hajar cowok orang. Memang dia siapa? Belum apa-apa sudah sok merasa memilikiku. Ini tidak bisa dibiarkan!

Tanpa berpikir panjang, aku langsung menyambangi rumahnya. Padahal ini masih pagi. Ibu bahkan terbengong-bengong saat melihatku naik ojek yang sudah kupesan sebelumnya.

Di sini aku sekarang. Di depan pintu rumahnya, menekan bel dengan tidak sabar. Tak lama pintu terbuka. Tampak wajah Prisa yang masih bau bantal. Sepertinya dia baru bangun.

"Al? Ada apa pagi-pagi ke sini?" tanyanya dengan mata menyipit.

"Gue mau bicara sama papa lu," jawabku langsung sambil celingak-celinguk mencari sosoknya.

"Papa kayaknya di ruang olahraga ...."

Prisa belum selesai dengan kalimatnya, tetapi aku sudah menerobos masuk dan langsung menuju ruang olahraga yang dimaksud Prisa. Aku sudah tahu pasti di mana letaknya.

"Ciee ... calon manten sudah kangen aja. Baru kemarin ketemu." Prisa menggodaku sambil mengekor. Tak kuhiraukan. Aku terus melangkah menuju ruang itu. Rasanya sudah tidak sabar ingin mendamprat lelaki itu.

Dari luar ruangan tak berpintu itu terdengar suara embusan napas kasar khas orang berolahraga berat. Sepertinya Om Pandu tengah melatih otot-ototnya.

Huh, sepagi ini sudah olahraga. Untuk apa? Capek-capek badan saja. Mendingan juga bergelung di bawah selimut. Aku juga kalau tidak urgent, malas keluar rumah pagi-pagi begini.

Aku langsung masuk ke ruangan itu tanpa permisi. Susana hati yang buruk selalu membuatku seperti ini, tak mengindahkan sopan santun. Kekesalan yang sudah di ubun-ubun yang mendorongku langsung merangsek masuk.

Aku langsung menuju ke arahnya yang sedang sibuk dengan salah satu alat kebugaran. Sepertinya dia sedang fokus membentuk otot tubuh bagian atasnya. Terlihat gerakkan tangannya yang naik turun menarik alat itu. Otot-otot tangan dan punggungnya yang basah oleh keringat terlihat mengkilap. Posisinya membelakangiku hingga ia tidak menyadari kedatanganku.

Dengan langkah-langkah kasar, aku langsung maju dan berdiri di hadapannya. Repetan pertanyaan dan cacian yang sudah kupersiapkan dari rumah, sudah siap meledak.

Akan tetapi, OMG! Seketika aku membuang muka dengan kulit wajah terasa panas saat tubuh ini sudah berdiri di depannya. Kenapa, sih, Om Pandu ini hobi sekali tidak memaki baju? Mentang-mentang tubuhnya bagus. Aku, kan, jadi ... aku jadi lupa tadi mau apa ke sini.

Semua kekesalan yang tadi sudah di ubun-ubun menguap entah ke mana. Berbagai pertanyaan tajam yang sudah di ujung lidah pun mendadak hilang. Aku melengos saat Om Pandu menghentikan aktivitasnya. Dia berdiri. Sekarang kami saling berhadapan dengan jarak hanya sekitar satu meter.

Tuh, kan, aku gemetaran lagi. Kalau sudah begini serasa runtuh lagi harga diriku. Aarrgghhh! Ibu ... aku menyesal bangun pagi-pagi. Mendingan tadi selimutan lagi setelah salat subuh.

"Ada apa, Al? Jangan bilang kamu sudah kangen lagi sama calon suamimu?" tanyanya seraya mengangkat sebelah alis. Keringat terlihat membanjiri seluruh tubuhnya. Beberapa menetes melalui ujung rambutnya yang sedikit menjuntai di kening.

Aku mendelik ke arahnya. Namun, buru-buru membuang muka lagi. Tak kuat rasanya melihat pemandangan yang, ah ... entahlah.

"Om, bisa enggak kalau pakai baju dulu?" Akhirnya hanya kalimat itu yang keluar dari mulutku dengan ketus.

"Kenapa?" tanyanya seraya maju mendekat. Refleks aku mundur karena kaget.

"Dasar mesum. Hobi banget telanjang dada, sih!” umpatku kesal.

"Lho, kamu datang tiba-tiba, mana Om tahu kamu mau ke sini.” Dia kian maju, dan aku semakin mundur.

Akan tetapi, sial, langkahku tertahan salah satu alat fitnesnya. Kini aku tersudut. Bahkan tidak tahu bagaimana nasib diri ini. Aku laksana mangsa yang masuk kandang macan dan menyerahkan diri.

Om Pandu sudah berdiri sangat dekat. Aku mulai gemetar, tangan terasa sedingin es, mataku melotot, tubuh panas dingin. Tangannya mulai terulur ke arah ... ke arah samping wajahku, dia meraih handuk kecil yang tergantung di belakang kepala ini.

"Tegang amat," tukasnya santai sambil mengelap keringat di wajahnya dengan handuk itu.

Ya Tuhan ... kukira dia mau ... ah, kenapa jadi aku yang mesum? 

Aku menarik napas dalam beberapa kali sambil mengumpulkan lagi kata-kata yang sempat ambyar. Om Pandu berjalan ke arah pintu sambil terus mengelap keringatnya.

"Om!" panggilku nyaring. Dia menoleh.

"Ya, Sayang ... kenapa teriak?" tanyanya menyipitkan mata.

Aku mendengkus kasar mendengar kata 'sayang' dari  mulutnya.

"Kenapa, Om, menghajar Dimas?" tanyaku seraya menatapnya tajam.

Om Pandu terlihat kaget. Namun, sebentar kemudian dia bisa menguasai diri. Wajahnya kembali datar.

"Kalau mau bersaing, yang sehat, dong! Om, kan, lebih tua, harusnya lebih tahu mana yang baik mana yang tidak. Bukan begitu caranya menarik perhatian wanita," ucapku berapi-api.

Om Pandu hanya menatapku datar, kemudian mengembus napas kasar. Lalu, melanjutkan langkahnya tanpa bicara.

"Om ...." panggilku lagi kesal merasa tak digubris.

"Om sudah bilang, tidak usah teriak. Sini coba kita bicara sambil duduk," jawabnya lagi menepuk sofa sebelahnya.

Ya, sekarang dia duduk manis di ruang TV setelah sebelumnya meneguk habis air putih dalam gelas besar.

"Atau ... mau duduk di sini?" lanjutnya menepuk pahanya yang hanya terbalut celana pendek.

Aku melengos.

"Aku tidak terima Om menghajar Dimas dan meminta dia meninggalkanku. Aku tidak terima, Om mendapatkanku dengan cara seperti itu. Itu curang namanya. Om tahu aku juga bisa berbuat curang. Aku bisa membatalkan pertunangan ini," cerocosku lagi penuh emosi.

Aku pikir dia akan terpancing dengan kata-kataku dan balik marah. Namun, ajaibnya dia sama sekali tidak bereaksi. Wajahnya tetap datar.

"Om tidak merasa bersaing dengan siapa pun, apalagi dengan seorang pecundang." Santai. Begitulah cara bicaranya.

"Maksud, Om, Dimas pecundang? Om, jangan menganggap diri Om lebih hebat hanya karena lebih mapan sekarang. Di usia dia sekarang, aku jamin Om juga belum semapan ini," tudingku geram.

"Al, jaga bicara lu! Gue nggak suka lu bicara begitu sama papa!" Prisa yang tiba-tiba datang, menghardikku.

"Gue juga nggak suka papa lu semena-mena sama cowok gue!" balasku tak terima. Terdengar dengkusan dari mulut Prisa.

"Lu yakin dia cuma cowok lu? Lu yakin jadi satu-satunya pacar dia?" tanya Prisa lagi sinis.

"Maksud lu apa?" balasku tak kalah sengit.

Prisa sudah membuka mulutnya lagi hendak membalasku. Namun, Om Pandu mencegah dengan mengangkat tangannya. Dia menggeleng ke arah anaknya.

Prisa diam, tetapi menatapku kesal, dan aku balas dengan tatapan nyalang.

"Pris, sudah siap-siap sana! Kita ke rumah calon mertua Papa. Hormati calon istri Papa yang sudah jauh-jauh datang untuk mengundang kita sarapan di rumahnya," ucap Om Pandu yang membuatku tercengang.

Prisa mengangguk, lalu berjalan ke arah tangga. Sepertinya dia mau bersiap ke kamarnya.

"Tunggu sebentar, ya, Om mandi dulu," lanjut lelaki yang kini berdiri. Keringat masih membasahi tubuhnya.

"Atau ... mau nemenin mandi?" lanjutnya dengan senyum menggoda.

Aku yang sudah sangat kesal pun melengos. Kenapa, sih, dia tidak meladeni kemarahanku? Om Pandu hendak berlalu, tetapi sebentar kemudian kembali menghampiriku.

"Dengar, Al, karena kamu sudah menyinggung perasaan Om. Maka, tanggal pernikahan kita, Om majukan, dan begitu seterusnya setiap kali kamu berbuat salah!"

Apa?

Comments (4)
goodnovel comment avatar
Erna Ernawati
bagus bnget ceritanya
goodnovel comment avatar
Erna Ernawati
seneng dn penasaran dgn critanya
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Nah lo Al si duda benar² sudah kebelet kawin hahahaha
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   NASI GORENG

    8Pagi ini Om Pandu menjemputku untuk fitting baju pengantin. Ya, walaupun masih setengah hati, tetapi aku berusaha ikhlas menerimanya sebagai calon suami. Padahal jauh di lubuk hati terdalam berharap Dimas datang memintaku kepada ayah dan ibu, hingga pertunanganku dengan Om Duda itu batal.Tidak salah kan, aku berharap? Mengingat aku dan Dimas sudah menjalin hubungan satu tahun lebih. Aneh saja tiba-tiba harus menikah dengan orang lain. Orang yang baru kukenal. Duda pula. Ayahnya sahabatku lagi. Seolah aku sudah tidak laku terhadap perjaka.Tidak pernah terbayang harus menjadi ibu tiri dari sahabatku sendiri. Ah, semua sudah terlanjur. Ayah dan ibu sudah menerima lamaran Om Pandu. Dan aku tidak punya alasan kuat untuk menolak. Semua alasan mereka patahkan.Seperti kata ayah, pernikahan seperti membayar utang, harus disegerakan kalau semua sudah siap. Tidak ada alasan untuk ditunda, mengingat usia Om Pandu sudah matang, dan ekonominya sudah mapan. Walaupun hatiku belum mantap. Niatkan

    Last Updated : 2023-11-17
  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   PATAH HATI

    8Aku duduk di lantai, punggung bersandar di tepian ranjang. Kepala kubenamkan di antara kedua lutut yang kupeluk erat.Air mata terus berderai tanpa bisa ditahan. Sungguh tak percaya kalau Dimas selama ini tega mengkhianatiku. Terbayang bagaimana mesranya mereka tadi di mall. Andai aku tidak melihat dengan mata kepala sendiri, mungkin tidak akan percaya jika Dimas selama ini punya pacar lain selain diri ini.Pantas saja akhir-akhir ini semua terasa berbeda. Ia malah menudingku berselingkuh duluan dengan Om Pandu. Mana ada? Aku bahkan masih berharap ia datang membatalkan pertunanganku dengan Om Pandu. Aku yakin jika ia datang dengan serius, orang tuaku akan menerimanya.Nyatanya, jangankan datang memintaku dengan serius pada ayah, aku malah mendapati kenyataan jika aku bukan satu-satunya wanitanya.Aku semakin memejam hingga air mata terus bercucuran. Walaupun sudah bertunangan dengan Om Pandu, tetapi mendapati jika dia yang ada di hati ini ternyata sudah mendua entah sejak kapan, tet

    Last Updated : 2023-11-18
  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   MARAH

    Karena kemarin tidak jadi fitting dan belanja perhiasan untuk mas kawin, disebabkan moodku yang anjlok, akhirnya hari ini kami berangkat. Aku mengekori Prisa menuju mobil Om Pandu, setelah pamit dengan ayah dan ibu. Saat Prisa sudah masuk ke pintu belakang dan aku mengikutinya, dia mendorong tubuhku keluar."Ngapain ke sini?" hardiknya galak. "Aku mau duduk sendiri!""Terus, aku di mana?" tanyaku sedih."Masih nanya di mana. Ya, di depan sana. Biar calon suamimu nggak ada yang ngambil!" hardiknya lagi sambil menarik pintu mobil dari dalam dan menutupnya keras.Kok galakan dia, sih? Yang ibu tiri di sini aku. Aku mengentakkan kaki kemudian beralih membuka pintu depan dan duduk di samping Om Pandu yang sudah duduk manis."Mobil tidak akan jalan, sebelum semua penumpangnya tersenyum," sindir Om Pandu dengan tatapan lurus ke depan.Aku dan Prisa saling lirik lewat spion. Namun, tak lama aku membuang muka ke luar jendela. Sebentar kemudian aku kaget, tiba-tiba Prisa memelukku dari belakang

    Last Updated : 2023-11-19
  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   KESAL

    11Om Pandu mencengkeram pergelangan tanganku. Lalu menariknya dengan kasar menjauhi pemuda itu. Aku meringis dan berusaha melepaskan cengkeraman tangannya."Sakit, Om. Lepas!" pekikku sambal memukuli tangannya. Apa dia sudah gila? Kenapa semarah ini? Apa salahku?Setelah dirasa cukup jauh, dia berhenti dan melepaskan tanganku."Apa-apaan, sih, Om? Sakit tahu!" omelku memegangi pergelangan yang tampak merah."Al, kamu harus hati-hati. Jangan mudah percaya dengan orang asing. Lelaki seperti itu modus, awalnya minta nomor HP padahal ada maunya. Pura-pura tak sengaja nabrak, terus minta nomor. Terus berlanjut saling chating. Om sudah tahu modus lelaki seperti itu," omelnya penuh emosi. Wajahnya masih merah padam dengan urat-urat pelipis yang terlihat berkedut.Aku hanya melongo mendengar kalimat-kalimat yang keluar dari mulutnya. Sumpah, aku baru melihatnya semarah ini. Ternyata sangat menyeramkan. Kemarin-kemarin aku bertingkah konyol dan menyebalkan pun, dia tidak pernah terlihat kesal

    Last Updated : 2023-11-19
  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   HP BARU

    12Mobil itu terus mengikuti, mendahuluiku, dan akhirnya berhenti satu meter di depan. Tubuhku sudah bergetar hebat saking takutnya, menanti apa yang akan terjadi. Bayangan terburuk yang akan menimpa sudah berputar-putar di kepala. Hingga pintu depan samping kiri terbuka.Aku mempersiapkan diri dengan memasang kuda-kuda karena jika orang yang berniat jahat yang turun, aku tidak akan menyerah begitu saja. Aku akan melawan sekuat tenaga, sampai titik darah penghabisan. Namun …."Al, ayok naik!" Sebuah suara yang familier membuyarkan ketakutanku.Suara itu ...."Ayok cepat naik sebelum hujan bertambah besar," lanjut suara itu lembut tapi tegas.Aku sangat mengenali suara itu. Suara dari orang yang membuat hariku sial. Suara biang kerok semua ini. Siapa lagi? Tentu saja Om Pandu.Ketakutan yang sudah membuncah tadi tiba-tiba berubah menjadi kekesalan yang teramat. Apalagi saat kepala Om Pandu muncul di sela pintu yang terbuka."Ayok cepat naik, kita pulang. Sebentar lagi hujan," ajaknya l

    Last Updated : 2023-11-19
  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   NYONYA PANDU

    13Belum percaya rasanya kalau sekarang aku, Alvina Damayanti, di umur yang kedua puluh satu tahun, sudah berubah status. Aku, gadis yang masih suka tidur di ketiak ibu, sekarang sudah menjadi seorang istri.Ya, rasanya waktu begitu cepat berlalu. Jangka waktu seminggu yang diberikan Om Pandu bergulir begitu cepat. Padahal aku, Ayah, dan Ibu, tidak melakukan apa pun selama seminggu itu. Kami hanya duduk santai di rumah. Semua tetek-bengek persiapan pernikahan dari yang terbesar sampai yang remeh temeh sudah diatur Om Pandu.Kami tinggal duduk manis di pelaminan. So sweet banget, kan, Om Pandu? Itu menurut kalian. Menurutku? Entahlah. Sampai sekarang aku masih setengah hati. Belum percaya saja kalau sekarang aku sudah jadi Nyonya Pandu.Padahal tadi pagi, sudah jelas-jelas lelaki itu dengan lantang menghalalkanku di depan orang tua, penghulu, saksi, kerabat, dan semua orang. Kami sudah halal. Iya, halal. Ish, memang kenapa kalau sudah halal? Duduk berdeketan saja aku masih takut. Awas

    Last Updated : 2023-11-20
  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   SERIBU ALASAN

    14"Al, mau jalan sendiri ke kamar atau Om gendong?" tanyanya tegas, sepertinya dia tahu aku sedang mencari alasan.Aku langsung berjalan cepat menuju kamarnya sebelum dia benar-benar menggendongku. Enak saja mau gendong-gendong, nanti nyuri-nyuri kesempatan. Eh tapi, kemarin-kemarin aku sudah pernah digendongnya juga, enggak diapa-apain.Aku langsung duduk di sofa begitu sampai kamar, tidak tahu juga mau apa. Jantung sudah melompat-lompat seolah ingin keluar dari rongganya."Salat, yuk!” ajaknya. “Kamu juga belum salat Isya, kan?"Benar, aku belum salat. Kenapa bisa lupa? Gara-gara mikirin cara menghindari Om Pandu, aku jadi melupakan kewajiban lima waktu itu. Akhirnya kami salat Isya berjamaah. Ini pertama kali dia menjadi imam salat setelah jadi imamku dalam rumah tangga. Kenapa aku belum bisa menerimanya, ya?Bacaan surat-surat Al Quran Om Pandu sangat fasih. Dan dia melantunkan dengan suara merdunya. Sekejap aku terlena. Duh ... sudah ganteng, mapan, rajin salat. Suami siapa, sih

    Last Updated : 2023-11-20
  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   PENANGGUHAN

    15Akhirnya, setelah beberapa kali menarik napas panjang, kubuka juga pintu kamar mandi. Wajah merengut Om Pandu langsung menyambut. Dia memindaiku dari ujung rambut hingga ujung kaki. Keningnya berkerut. "Kamu mau ke mana, Al?" tanyanya heran. "Mau jalan-jalan, Om," jawabku asal. "Jalan-jalan ke mana?""Ke alam mimpi." Aku berlalu meninggalkannya yang masih terbengong-bengong. Namun, langkahku terhenti di dekat tempat tidur. Aku bingung sendiri, apa yang harus aku lakukan. Haruskah langsung merebahkan diri di atas kasur yang sudah seperti kuburan ini? Taburan bunga di mana-mana. "Al, haruskah tidur dengan pakaian seperti itu?" tanya Om Pandu menyusulku."Kenapa, Om? Ada masalah? Badan-badan aku yang pake. Kenapa Om yang repot?" Aku pura-pura berani. Padahal hati sudah tidak tahu bentuknya seperti apa. Saking gugup dan takut.Om Pandu terlihat garuk-garuk kepala yang aku yakin tidak gatal. Aku mulai mengumpulkan kelopak-kelopak mawar yang terserak di atas ranjang untuk disingkirk

    Last Updated : 2023-11-20

Latest chapter

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   SALING MELENGKAPI

    190Hening. Ruangan luas itu menjadi sangat senyap. Wajah-wajah tegang menghiasi, sebelum akhirnya tawa Nakula membahana memenuhi seluruh ruangan.Pemuda itu tertawa terpingkal-pingkal hingga membuat tiga orang di ruangan itu saling melempar pandang. Tatapan heran tak bisa mereka sembunyikan.Ketiganya menunggu hingga sang pemuda mengabiskan sisa tawanya seorang diri. Entah apa yang lucu.“Aku serius, Mas. Aku ini sudah tua.” Dinda tidak sabar. Mungkin Nakula tidak percaya ucapannya hingga tertawa seperti itu. Gadis itu membuka tas, lalu mencari sesuatu di sana. Tangannya terulur memegangi sebuah kartu. Namun, saat ingin menyodorkan kartu itu, tangan Nakula menahannya.“Kamu simpan saja, bukankah kita harus segera menyiapkan berkas untuk ke KUA?” ujarnya saat melihat Dinda menyodorkan kartu identitasnya.“Maksudnya?” Kening Dinda berkerut dalam.Kembali Nakula menghabiskan sisa tawa yang tidak habis-habis.“Aku mengaku sudah tua, tapi belum setua Bundaku, kan?” tanya pemuda itu lagi d

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   KERAGUAN & KESERIUSAN

    189Dinda menatap nanar pemuda yang menggeret koper bajunya dengan bersemangat. Sebelah tangan sang pemuda menggeret koper, sedangkan tangan yang lain menggandeng tangannya.Sang pemuda memelankan langkah saat merasa gadis yang ia gandeng langkahnya pelan hingga agak tertinggal.“Mau aku antar ke mana?” tanya sang pemuda seraya menyunggingkan senyum. Senyum yang ia harap bisa meyakinkan gadis itu jika keputusannya untuk tinggal tidak akan disesalinya.Sang gadis tidak menjawab. Jujur hatinya masih ragu. Apa keputusannya membatalkan kepergian sudah benar atau tidak?Apa benar pemuda yang sekarang menggandengnya tidak akan mengecewakannya lagi? Bagaimana jika di kemudian hari lagi-lagi ia kecewa?Selama ini terlalu banyak ia dikecewakan orang-orang sekitar higga sulit untuknya percaya lagi terhadap mereka yang berjanji.Pemuda yang tidak lain Nakula menarik napas panjang dan mengembusnya kuat. Ia sangat mengerti kondisi Dinda saat ini. Ia pun termasuk laki-laki yang berkali-kali mengece

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   SEMUA SAMA

    188“Apa yang kau lakukan? Lepasss…!” Dinda mendesis seraya mencoba melepaskan tangan yang mencekalnya. Ia ingin berteriak, tetapi tak ingin mengundang perhatian karena sadar tengah berada di mana.“Lita, kamu mau ke mana? Kau pikir bisa jauh-jauh dariku?” Lelaki itu menarik kupluk hoodie Dinda hingga terbuka dan menyisakan rambut sang gadis yang berantakan.“Kita dekat bertahun-tahun, kamu tidak akan akan bisa mengelabuiku hanya dengan pakaian seperti ini.”“Ya, kita dekat bertahun-tahun. Dan kau menghancurkan hidupku hanya dalam sekedip mata.”“Bukankah Abang sudah meminta maaf? Sungguh Abang tidak tahu jika ibu tirimu sudah menghasut Abang. Lita, Abang menyesali semuanya. Andai Abang tahu itu hanya hasutan, tentu Abang tidak akan melakukan ini.”“Seharusnya Abang mencari tahu dulu kebenaran sebuah berita sebelum mengambil keputusan besar. Jangan menerima mentah-mentah berita begitu saja.”“Abang menyesal Lita. Demi Tuhan Abang sangat menyesal. Kamu tahu seberapa besar cinta Abang s

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   ANDAI MASIH ADA KESEMPATAN

    187Nakula maju. Ia sudah memutuskan tak ingin mengalah lagi. Sudah cukup selama ini selalu membiarkan saudara kembarnya mendapatkan apa yang diinginkannya dengan mengorbankan perasaannya. Kini tak akan ia membiarkan sang saudara menyalahkan dirinya, apalagi untuk sesuatu yang tidak dilakukannya.Karena terburu-buru dan tidak fokus, ia menabrak Inggit yang sepertinya ingin naik tangga. Bodohnya dirinya yang lupa jika di rumah itu ada penghuni baru, langsung mengulurkan tangan untuk membantu orang yang ia tabrak bangun. Semua ia lakukan karena rasa bersalahnya yang kurang hati-hati.Siapa sangka di saat ingin membantu Inggit berdiri itu Sadewa yang tengah bucin-bucinnya terhadapa istrinya itu datang. Salah faham pun tak bisa dihindarkan. Sadewa mengira jika saudara kembarnya ingin menggoda istrinya. Terlebih melihat kondisi pakaian sang istri yang tersibak.“Apa yang kamu lakukan pada istriku, N

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   PANTASKAH MENYESAL?

    186 Nakula setengah berlari menuju tangga penghubung lantai dua dan lantai bawah. Sebenarnya kamar orang tuanya ada di lantai bawah, hanya saja ia ingat harus mengambil sesuatu di kamarnya dulu sebelum pergi. “Dinda meminta disampaikan maaf yang sebesar-besarnya. Maaf katanya tidak jujur sejak awal jika ia wanita bersuami.” Kalimat sang ayah selepas pemutaran video itu terus berputar-putar di kepala Nakula. “Sama sekali tidak ada maksud menipumu, Naku. Ia memang pernah menikah, tapi hari itu juga menjadi janda. Dan kemarin, pengadilan agama mensahkan statusnya itu setelah sebelumnya proses perceraiannya dipersulit. Mantan suaminya ingin rujuk, melakukan berbagai cara agar gugatan cerai Dinda tidak dikabulkan. Syukurlah nasib baik masih berpihak padanya.” Sang ayah menjeda penjelasannya. “Kemarin Dinda akhirnya menerima akta cerai, karenanya hari ini langsung terbang.” “Terbang?” Nakula terperanjat. “Ke-mana?” Pandu menarik napas panjang. Tatapannya sendu. “Dinda memutuskan meng

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   SATU KENYATAAN

    185 “Lihat dulu ini sampai selesai, lalu silakan berkomentar.” Pria usia enam puluhan menyalakan laptop, lalu menyerahkan benda itu ke hadapan laki-laki muda yang duduk di tepi ranjang. Sang pemuda membuang muka. Ini alasan kenapa ia malas pulang. Bertemu ayah dan saudara kembar yang sudah mengecewakannya. Sang pemuda ingin bangkit, tetapi sebuah tangan menahan pergelangan tangannya. Ia pun memejam sebelum meloneh pemilik tangan yang masih terasa hangat itu. “Bunda sebaiknya istirahat saja, ya. Badannya juga masih anget. Biar cepat sembuh. Aku pamit dulu,” ucapnya lembut seraya menggenggam tangan sang sang ibu yang mencekal pergelangannya. Wanita berwajah pucat yang memakai baju tebal dan duduk bersandar ke kepala ranjang menggeleng. Tatapan nanarnya sudah diliputi embun tebal. Terlihat sangat berat melepas putranya pergi. “Naku Sayang, percayalah tidak ada orang tua yang ingin menjerumuskan anaknya sendiri.” Nakula menarik napas yang begitu berat, ingin rasanya menyangkal ucapa

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   AKU BUKAN KAMU

    184 Nakula berbaring di kamar minimalisnya. Tatapannya lurus menyapu langit-langit kamar yang menampilan bayangan bagaimana pertemuan awalnya dengan Dinda. Bagaimana ia kesal terhadap gadis itu hingga akhirnya tergila-gila. Sayang seribu kali sayang jika semua yang terjadi antara dirinya dan Dinda yang ia anggap tulus, hanya fatamorgana. Hubungan mereka yang begitu manis ternyata hanya settingan semata. Settingan sang ayah dengan wanita bersuami itu. Sudah beberapa hari tinggal lagi di galeri, Nakula tidak pernah lagi melihat Dinda. Entah dimutasi lagi atau memang tidak menampakkan diri lagi di depannya, yang pasti ia sudah tidak pernah melihat sosoknya. Baguslah jika dimutasi, itu artinya ia bisa segera melupakan rasa sakitnya. Nakula bangkit, lalu beranjak menuju meja kecil yang biasa ia gunakan untuk makan. Sekotak makanan yang ia beli via jasa antar online sudah tersedia di sana. Dibukanya dengan malas kotak makanan itu. Sungguh, ia sebenarnya tak berselera makan. Jika tak mem

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   MASIH MARAH?

    183 Hari ini Nakula kembali ke galeri. Kondisinya jauh lebih baik setelah tiga hari menginap di rumah sang kakak. Meski suami istri Prisa dan Nino tidak mau memberitahu di mana Nadira saat ini, setidaknya di sana Nakula punya teman bicara, si imut Nindy selalu membuat harinya terasa menyenangkan. Terlebih saat minta diantar ke taman bermain dan outbond kecil-kecilan di dalam kota. Keceriaan gadis SMA itu, juga dirinya yang ikut mencoba berbagai wahana membuatnya bisa berteriak kencang melepaskan ganjalan di dada. Seolah sedang mencari pelampiasan, Nakula terus mengajak Nindy naik wahana yang lebih menantang agar ia bisa berteriak lebih keras. Seperti orang gila Nakula saat itu. Tapi ia benar-benar bisa melepaskan beban yang sudah bersemayam di dadanya. Satu yang ia sesali. Kenapa malam itu ia harus pergi ke club dan mabuk, hingga berujung Nadira yang diungsikan entah ke mana oleh kedua orang tuanya. Kenapa ia tidak pergi ke tempat seperti taman bermain saja, agar bisa meluapkan gan

  • DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU   INI SALAHKU

    182Nakula mengerjap berkali-kali hingga matanya dapat terbuka. Rasa pusing di kepalanya masih sangat menyiksa, tetapi ia terus berusaha membuka matanya. Berbaring dalam waktu lama membuat tubuhnya pegal-pegal.Perlahan, walau samar, matanya dapat menangkap sesuatu di depannya. Hingga akhirnya wajah imut seorang gadis yang tengah tersenyum tersaji di depan matanya.“Sudah bangun, Om?” tanya gadis imut seraya menghampiri dan duduk di tepi ranjang. Sepertinya ia sudah lama menunggu Nakula bangun.Nakula menggelengkan kepalanya berkali-kali untuk membuang rasa pusing. Lalu mencoba bangkit dari berbaringnya. Gadis imut membantunya duduk.Sang pemuda mengedarkan pandangan setelah kepalanya tidak begitu pusing. Cahaya terang dari jendela yang terbuka, membuatnya yakin jika ini siang hari.“Ini di rumah kami, Om.” Seolah mengerti dengan pikiran Nakula, gadis mungil menjelaskan.“Semalam Mami sama Papi bawa Om ke sini. Katanya Om sedang kurang enak badan. Aku sih, nggak tahu karena udah bobok

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status