Apa tujuan Dara sebenarnya?
🏵️🏵️🏵️Seminggu pun berlalu, Dara hampir tiap hari menghubungi Mas Ezza. Namun, Mas Ezza telah berjanji untuk tidak menerima panggilan dari perempuan tersebut. Hubunganku dan Mas Ezza kembali membaik karena dia selalu meyakinkan besarnya cinta yang dia miliki untukku seorang.Akan tetapi, masih ada masalah yang belum kunjung selesai hingga saat ini. Dika tetap tidak terima kalau aku istri Mas Ezza. Dia bahkan berkata akan selalu mencintaiku karena ternyata dia sudah lama memendam rasa untukku. Dia menceritakan sebuah kenyataan yang membingungkan.“Aku tidak peduli meski kamu sudah menikah dengan siapa pun itu. Kamu pikir aku baru mengenalmu? Kamu salah, Bunga.” Aku tidak mengerti apa maksud ucapan Dika.“Maksud kamu apa?”“Aku kenal kamu saat kita masih SMP.” Aku tidak percaya dengan apa yang Dia katakan.“Itu nggak mungkin karena sebelumnya aku tidak pernah melihatmu.”“Mungkin kamu lupa dengan kejadian yang sudah lama berlalu. Aku pernah menolongmu, Bunga. Sejak saat itu, aku sela
🏵️🏵️🏵️Setelah makan malam, aku dan Mas Ezza bersantai di ruang TV untuk menyaksikan acara kesukaan kami. Tiba-tiba terdengar suara getaran dari ponselku menandakan adanya pesan masuk. Aku segera meraih benda tersebut dari meja lalu membuka layar.Aku sangat terkejut melihat nama pengirim pesan, siapa lagi kalau bukan Dika. Saat awal berkenalan dengannya, dia meminta nomor ponselku. Sebagai seorang teman, aku bersedia memberikannya. Sebelumnya, dia jarang menghubungiku karena mengaku lebih puas bertatap muka.[Kamu udah ingat aku?] Isi pesan dari Dika.Aku bingung dengan pertanyaannya. Apa maksud Dika sebenarnya? Kenapa tadi saat di kampus, dia mengatakan sudah lama mengenalku? Dia juga mengaku pernah menolongku. Seandainya aku tahu siapa nama laki-laki yang telah memberikan pertolongan kala itu, mungkin sekarang hati ini lebih tenang.[Maksud kamu apa?] Aku membalas pesannya. Sementara Mas Ezza melirik ke arahku.[Kamu lupa dengan laki-laki yang telah melepaskanmu dari perbuatan be
🏵️🏵️🏵️“Doakan secepatnya, Mah, Pah.” Mas Ezza memberikan jawaban atas pertanyaan mamanya.“Dua hari yang lalu Papa mimpi gendong anak kecil. Dia tampan dan mirip kamu, Za. Papa merasa kalau itu nyata, tapi setelah terbangun ternyata hanya mimpi.” Aku benar-benar terharu mendengar cerita papa mertua.“Minta doanya, ya, Pah … semoga mimpi itu jadi kenyataan.” Aku berusaha meyakinkan papa Mas Ezza.“Iya, Nak. Papa selalu mendoakan yang terbaik untuk kalian berdua.”“Papa tenang aja, Ezza dan Bunga juga lagi berusaha, kok.” Ucapan Mas Ezza membuat pipiku terasa panas. Aku malu.“Papa percaya sama kamu, Za. Kamu pasti hebat seperti Papa.” Aku tidak mengerti apa arti hebat dari ucapan papa mertua. Beliau dan Mas Ezza pun tertawa, sedangkan aku dan mama mertua terdiam sambil berpandangan.“Oh, yah … kami ke kamar dulu, ya. Bunga belum pernah masuk kamar Ezza semenjak berstatus jadi istri. Dulu dia nggak mau diajak masuk, tapi sekarang harus mau.” Mas Ezza kembali membuat pipi ini kian mem
🏵️🏵️🏵️Waktu terus berlalu, tidak terasa sudah tiga bulan lamanya, Dara tidak memghubungi Mas Ezza karena nomor kontaknya telah diblokir. Aku kembali merasakan cinta yang makin bersemi untuk Mas Ezza. Dia juga tetap bersikap seperti sediakala, menunjukkan rasa peduli dan cinta yang begitu besar terhadapku.Satu masalah selesai, tetapi masih ada yang membuatku bingung. Dika makin berani menunjukkan apa yang dia rasakan kepadaku. Dia tidak peduli dengan statusku yang jelas-jelas sudah dia ketahui. Dirinya bahkan selalu mengungkit tentang pertolongan yang pernah dia lakukan di masa lalu.Aku tidak tahu pasti apakah Dika adalah sosok yang dulu memberikan bantuan bahkan menyelamatkan diriku dari kehancuran itu. Dia seolah-olah ingin memberikan teka-teki dan tidak ingin menjelaskan secara terbuka. Hari ini, Dika kembali membuatku kesal. Dia menghentikan langkahku saat ingin memasuki toilet. Alasanku ke ruangan tersebut bukan karena ingin membuang air, tetapi karena rasa mual yang tiba-ti
🏵️🏵️🏵️Aku tidak sanggup menyaksikan wanita lain berada dalam dekapan Mas Ezza. Kenapa dia tidak berusaha mengelak, tetapi justru tetap diam? Aku akhirnya langsung menghampiri mereka dengan perasaan kesal dan kecewa. Segera kutarik tangan wanita tidak tahu diri itu.“Sadar diri, dong. Ngapain peluk suami orang? Kurang dapat pelukan dari suami sendiri?” Mas Ezza tampak terkejut melihat keberadaanku.“Sayang, ini bukan seperti yang kamu pikirkan.” Mas Ezza meraih tanganku.“Ya, Mas, aku percaya sama kamu.” Aku berusaha menghargai suamiku di depan wanita itu.“Kita pulang sekarang, ya, Sayang.” Aku dan Mas Ezza segera memasuki mobil lalu meninggalkan Dara di tempat tersebut.Mobil segera meluncur dan aku tetap terdiam. Jika melihat pemandangan tadi, hati ini masih sangat sakit. Mas Ezza seolah-olah menikmati dekapan sahabatnya. Aku tidak pernah menyangka kalau dia mampu berbuat seperti itu. Selama ini, aku selalu percaya kalau dia sangat menghargai istrinya.“Terima kasih, Sayang, kare
🏵️🏵️🏵️Sebelum dokter datang, mama mertua mengusap-usap punggung dan leher belakangku. Bahagia rasanya memiliki mama mertua seperti beliau, seperti mama kandung sendiri. Sentuham lembut tangannya mampu membuatku terbuai dan merasakan kantuk.Dokter akhirnya tiba dan asisten rumah tangga langsung mengantarnya ke ruang keluarga. Aku diminta berbaring di kasur depan TV. Rasanya sudah tidak sabar untuk mengetahui apa yang terjadi terhadapku. Kenapa akhir-akhir ini badan terasa lemah?“Kapan terakhir datang bulan?” tanya dokter itu setelah memeriksa keadaanku.Aku baru sadar ternyata sudah tiga bulan lamanya tidak kedatangan tamu istimewa. Kenapa hal sepenting itu sampai terlupakan? Apa mungkin karena akhir-akhir ini, aku disibukkan dengan tugas-tugas kampus atau terlalu menikmati masa-masa indah bersama Mas Ezza?“Kalau nggak salah, tiga bulan, Dok.” “Setelah saya periksa, ternyata ada kabar bahagia. Selamat, ya, Mbak lagi hamil sekarang. Usia kandungannya memasuki sembilan minggu.” Ak
🏵️🏵️🏵️Setelah selesai makan malam dan menjalankan salat Isya, aku merebahkan tubuh ke tempat tidur. Mas Ezza masih berada di ruang TV bersama papanya, sedangkan mama mertua dari tadi sudah masuk kamar. Aku mengusap perut dan menyadari ada sang buah hati di dalam. Nikmat yang kurasakan saat ini sangat indah karena sebentar lagi akan menyandang status sebagai ibu. Seandainya Mas Ezza mengetahui kehamilan ini, seperti apa reaksinya? Apa dia akan bahagia? Ingin rasanya mengatakan kabar ini kepadanya, tetapi hatiku masih sedikit kesal.“Belum tidur, Sayang?” Mas Ezza tiba-tiba masuk kamar. Aku segera menjauhkan tanganku dari perut. “Belum, Mas.” Dia mengunci pintu kamar lalu menghampiriku.“Maafin aku, ya, Sayang. Aku nggak mau melihat kamu sedih.” Dia merebahkan tubuhnya, kemudian memelukku dari belakang. Posisiku saat ini sedang memunggunginya.“Jangan sakitin aku jika kamu tidak ingin aku sedih.”“Aku janji tidak akan pernah membuat kamu sedih lagi.” Dia memelukku makin erat, tanga
🏵️🏵️🏵️Aku tidak ada niat sedikit pun untuk menjauhkan Mas Ezza dari anaknya. Namun, hati ini masih belum terima dengan kejadian kemarin siang. Aku butuh waktu agar dapat menepiskan bayangan atas apa yang dilakukan oleh teman lamanya.Mas Ezza mencium perutku, hati ini merasa bersalah karena tidak memberitahukan tentang kehamilanku kepadanya. Saat melihatnya bersedih seperti ini, aku tidak kuasa. Ingin rasanya menenangkannya. Namun, entah kenapa aku tidak melakukannya.“Semarah itukah kamu padaku, Sayang? Kamu tega menyembunyikan kehamilanmu dariku. Apa kamu tidak ingin kita merasakan kebahagiaan bersama-sama? Apa tujuan kamu melakukan ini?” Aku tetap bingung dengan pertanyaan Mas Ezza.“Aku minta maaf.”“Kamu pikir aku nggak aneh melihat kamu mual-mual? Aku juga perhatiin kamu saat minum jus. Kamu terlihat sangat menikmatinya. Aku curiga sampai akhirnya menghubungi Dokter Aliyah untuk bertanya tentang mual-mual yang kamu rasakan.”“Ternyata kamu tahu dari Dokter Aliyah?” Aku tidak
🏵️🏵️🏵️“Aku sudah mengetahui semuanya tentang rencana Cindy dan kakaknya yang telah menjebak Pak Ezza. Mereka yang melukai Pak Ezza hingga membuatnya tidak mengingatmu.” Dika tidak tahu kalau Mas Ezza hanya berpura-pura hilang ingatan.“Maksudnya apa, Dika?” Aku tidak mengerti arah pembicaraannya.“Cindy sudah menceritakan semuanya padaku. Tapi sayang, saat itu aku lupa merekam semua pengakuannya. Sekarang, coba kami pancing kakaknya agar memberitahukan semuanya, tapi kamu harus rekam untuk dijadikan bukti. Aku tahu kalau dia sering ke rumah mertuamu menemui Pak Ezza.” Aku pun menerima saran Dika supaya Dara segera mengakui perbuatannya hingga Mas Ezza tidak perlu berpura-pura hilang ingatan lagi.“Okeh, Dika. Terima kasih atas bantuanmu.”“Iya, Bunga. Aku senang dapat membantumu.”Kami pun mengakhiri pembicaraan lalu aku menutup telepon. Aku sudah yakin untuk menjalankan apa yang Dika sarankan. Aku sangat terharu karena dia bersedia membantuku.Aku menunggu kedatangan wanita yang t
🏵️🏵️🏵️Hari ini, usia kehamilanku memasuki tujuh bulan. Aku sangat sedih karena acara syukuran diadakan di rumah orang tuaku. Tujuannya agar Mas Ezza tidak mendengar siapa ayah bayi yang ada dalam kandunganku.Aku tidak ingin Mas Ezza bingung saat mendengar namanya disebut. Ini demi kesehatannya. Kedua mertuaku tetap memberikan semangat kepadaku. Aku sangat mengerti apa yang mereka pikirkan.“Kamu yang sabar, ya, Nak. Semoga semuanya kembali seperti dulu lagi.” Mama mertua mengusap-usap perutku.“Iya, Mah. Bunga akan tetap kuat dan sabar demi kebaikan Mas Ezza.” Aku berusaha tersenyum kepadanya.Acara pun segera dimulai. Seorang ustaz yang telah Papa minta memimpin doa akan menyebutkan nama ayah bayi yang ada dalam kandunganku. Namun, tiba-tiba ustaz tersebut bertanya tentang Mas Ezza.Papa mertua memberikan penjelasan tentang keberadaan Mas Ezza. Beliau terpaksa berkata kalau Mas Ezza sedang berada di luar kota. Akhirnya, ustaz pun mengerti.“Baiklah, acara akan segera kita mulai.
🏵️🏵️🏵️Setelah beberapa hari kemudian, Mas Ezza kembali ke rumah orang tuanya. Aku tidak terima ketika Dara juga turut mendampinginya, tetapi aku hanya bisa diam demi kesehatannya. Mama mertua selalu menenangkan aku agar tetap kuat dan tegar.“Kamu tinggal di sini juga?” tanya Mas Ezza kepadaku. Dada ini terasa sesak mendengar pertanyaan itu.“Iya, Mas.” Aku berusaha tersenyum.Sebelum Mas Ezza tiba di rumah, mama mertua meminta Bi Imah memindahkan barang-barangku dari kamarnya ke kamar lain demi kebaikannya. Kami tidak ingin melihat Mas Ezza kesakitan saat ingin mencoba mengingat sesuatu.“Bunga itu adik sepupu kamu, Nak. Dia sudah Mama anggap seperti anak sendiri.” Mama mertua turut menimpali pertanyaan Mas Ezza.“Suami Bunga ke mana, Mah? Sepertinya Bunga lagi hamil, ya.” Aku hampir pingsan mendengar pertanyaan itu.“Suaminya nggak bertanggung jawab, Sayang.” Tiba-tiba Dara membuka suara. Wanita itu menyandarkan kepalanya ke bahu Mas Ezza.“Itu nggak benar, Nak. Suaminya orang ba
POV DARA 🏵️🏵️🏵️“Kamu di rumah sakit.”“Kamu siapa?” Pertanyaan itu yang kuharapkan.“Aku Dara, tunanganmu, Sayang.” Aku pun mulai menjalankan rencana.“Tunanganku? Aku siapa?”“Kamu Ezza.”Aku pun meraih tangan Ezza lalu menggenggamnya. Aku benar-benar merasakan kehangatan yang luar biasa. Aku sudah lama menantikan saat-saat ini tiba. Ternyata harapan itu kini menjadi kenyataan. Cindy tersenyum melihat ke arah kami.Tiba-tiba terdengar suara seorang ibu memanggil nama Ezza. Aku pun menoleh, ternyata dia bersama Bunga. Kedua wanita itu langsung menghampiri laki-laki yang sangat aku cintai lalu memintaku menjauh.“Sayang, kamu nggak apa-apa?” tanya ibu tersebut kepada Ezza.“Maaf, Ibu siapa?” Ezza sama sekali tidak mengenali mamanya.“Ini Mama, Sayang, dan ini istri kamu.” Wanita paruh baya itu meraih tangan istri Ezza.“Istri? Aku sudah memiliki istri? Tapi wanita itu tadi mengaku sebagai tunanganku.” Ezza menunjuk ke arahku.“Dia wanita yang selalu mengusik rumah tangga kita, Mas.
POV DARA🏵️🏵️🏵️Waktu terus berlalu, akhirnya apa yang kusembunyikan dari banyak orang tentang status pernikahanku dengan Arif, terbongkar juga. Istri pertamanya mengetahui penikahan kami.Akhirnya, terjadi pertengkakaran antara diriku dan istri pertama Arif. Beberapa orang tahu tentang statusku. Mereka tidak tahu kalau rasa putus asa yang menyelimuti hati kala itu, membuatku menerima pinangan lelaki beristri.Saat itu, aku bingung harus berbuat apa, apalagi laki-laki yang ada dalam hatiku sejak dulu, selalu menolak perasaan yang kumiliki. Oleh karena itu, aku menjadikan Arif sebagai pelarian, walaupun pernikahan itu akhirnya kandas.Kini, aku benar-benar sendiri dan memiliki kesempatan besar mencari perhatian Ezza. Aku merasa kalau takdir telah berpihak kepadaku untuk tetap kembali mendekati laki-laki tampan itu. Harapan itu sudah ada di depan mata. Ezza akan menjadi milikku.Aku akan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan Ezza. Aku tidak terima dengan sikapnya yang selalu dingi
POV DARA🏵️🏵️🏵️“Kakak nggak apa-apa, kok, Dek.” Aku menutupi kekesalanku karena menurutku Cindy masih terlalu kecil untuk mengetahui masalah yang kuhadapi.“Pasti Kakak mau bilang kalau Cindy masih kecil. Iya, ‘kan?” Anak itu selalu saja mampu membuatku tertawa.“Nanti kalau kamu udah SMP, Kakak pasti cerita, deh.” Aku memberikan pengertian kepadanya.“Janji, ya. Kakak nggak boleh bohong.” Cindy terlihat serius.“Iya, Kakak janji.” Aku pun meyakinkan dirinya.Saat duduk di bangku SMA kelas dua, aku kembali mengungkapkan cinta yang tetap bersemayam dalam hati ini kepada Ezza. Seperti jawaban sebelumnya, hanya penolakan yang dia berikan kepadaku. Aku makin tidak mampu menghapus dirinya dari dalam pikiran.Cinta yang kumiliki untuk Ezza kian besar. Aku merasa telah terhipnotis oleh pesona yang dia pancarkan. Banyak teman yang memintaku untuk mundur saja, tetapi hati ini tetap ingin mendapatkan balasan perasaan darinya.“Apa, sih, yang kamu harapin, Dar? Ezza itu nggak cinta sama kamu.
🏵️🏵️🏵️Aku duduk di taman belakang rumah mertua sambil menunggu Mas Ezza pulang kantor. Entah kenapa, hati ini masih terus memikirkan pesan yang Dara kirimkan tadi pagi. Ingin rasanya memberikan pelajaran kepada wanita itu, tetapi itu tidak mungkin.Aku harus menyadari kalau sekarang dalam keadaan berbadan dua. Aku tidak ingin terjadi sesuatu pada janin yang ada dalam rahimku. Aku harus tetap waspada dengan apa yang akan Dara rencanakan.Aku dan Mas Ezza harus mampu memahami apa tujuan Dara sebenarnya. Mungkin saat ini, wanita itu akan lebih memiliki kesempatan untuk mendekati suamiku karena dirinya sudah resmi bercerai dengan laki-laki yang pernah menikahinya.“Kamu di sini, Sayang?” Aku terkejut mendengar suara Mas Ezza yang datang menghampiriku ke taman belakang.“Iya, Mas. Kok, kamu tahu aku di sini?”“Tahu dari Mama.” Mas Ezza melangkah lalu memilih duduk di sampingku. Seperti biasa, dia langsung mengusap perutku. “Selamat sore, Anak Papa.” Dia berbicara kepada anak kami.“Mas,
🏵️🏵️🏵️Pagi kembali menyapa dengan mentari yang sangat cerah, tetapi tidak dengan hatiku saat ini. Ketika Mas Ezza menjalankan kegiatan rutinitas kembali ke kantor, aku pun memilih duduk di depan teras rumah sambil menikmati cahaya matahari pagi.Aku membuka ponsel, melihat postingan teman-teman saat sekolah. Aku sudah sangat lama tidak bertemu mereka. Sejak menikah dengan Mas Ezza, aku lebih banyak menghabiskan waktu di rumah karena kala itu, belum siap menerima status sebagai seorang istri.Betapa egoisnya diriku saat itu dan menganggap pernikahan dengan Mas Ezza sebagai penderitaan. Namun, dia tetap sabar dan ikhlas menghadapi sikap istri yang tidak menginginkan dirinya. Dia bahkan tidak pernah memaksaku untuk melakukan kewajiban sebagai istri.“Aku janji tidak akan meminta hakku ataupun menyentuhmu jika memang kamu belum bisa menerimaku sebagai suamimu.” Janji itu yang Mas Ezza ucapkan saat awal pernikahan kami.Jangankan menyentuhku, saat Mas Ezza menatapku sangat dekat saja, a
🏵️🏵️🏵️Aku tidak tahu apa yang Dika pikirkan saat ini. Dia masih tetap memperhatikan perutku. Aku sangat risi melihat pandangannya yang seperti itu. Ternyata Mas Ezza juga menyadari sikap yang Dika tunjukkan.Mas Ezza langsung meraih tanganku lalu kami akan beranjak dari tempat itu. Namun, baru satu langkah, tiba-tiba Dika memintaku dan Mas Ezza berhenti. Aku tidak mengerti apa tujuannya sebenarnya.“Tunggu, Bunga … aku ingin menyampaikan sesuatu padamu dan Pak Ezza.” Aku dan Mas Ezza terkejut mendengar permintaan Dika. Kami pun menghentikan langkah lalu melihat ke arahnya.“Ada apa?” tanyaku dengan nada kesal.“Hati-hati dengan Cindy.” Aku tidak mengerti maksud Dika.“Ada apa dengan Cindy?” Aku kembali bertanya “Dia punya rencana jahat untuk mengusik rumah tanggamu.” “Maksudnya apa, Dika?” tanya Mas Ezza tiba-tiba.“Ternyata Cindy memiliki kakak perempuan yang sudah lama menaruh hati pada Bapak.” Dika memberikan jawaban kepada Mas Ezza.“Kenapa mengatakan hal ini pada saya dan Bu