Ada apa dengan Bunga?
🏵️🏵️🏵️Sebelum dokter datang, mama mertua mengusap-usap punggung dan leher belakangku. Bahagia rasanya memiliki mama mertua seperti beliau, seperti mama kandung sendiri. Sentuham lembut tangannya mampu membuatku terbuai dan merasakan kantuk.Dokter akhirnya tiba dan asisten rumah tangga langsung mengantarnya ke ruang keluarga. Aku diminta berbaring di kasur depan TV. Rasanya sudah tidak sabar untuk mengetahui apa yang terjadi terhadapku. Kenapa akhir-akhir ini badan terasa lemah?“Kapan terakhir datang bulan?” tanya dokter itu setelah memeriksa keadaanku.Aku baru sadar ternyata sudah tiga bulan lamanya tidak kedatangan tamu istimewa. Kenapa hal sepenting itu sampai terlupakan? Apa mungkin karena akhir-akhir ini, aku disibukkan dengan tugas-tugas kampus atau terlalu menikmati masa-masa indah bersama Mas Ezza?“Kalau nggak salah, tiga bulan, Dok.” “Setelah saya periksa, ternyata ada kabar bahagia. Selamat, ya, Mbak lagi hamil sekarang. Usia kandungannya memasuki sembilan minggu.” Ak
🏵️🏵️🏵️Setelah selesai makan malam dan menjalankan salat Isya, aku merebahkan tubuh ke tempat tidur. Mas Ezza masih berada di ruang TV bersama papanya, sedangkan mama mertua dari tadi sudah masuk kamar. Aku mengusap perut dan menyadari ada sang buah hati di dalam. Nikmat yang kurasakan saat ini sangat indah karena sebentar lagi akan menyandang status sebagai ibu. Seandainya Mas Ezza mengetahui kehamilan ini, seperti apa reaksinya? Apa dia akan bahagia? Ingin rasanya mengatakan kabar ini kepadanya, tetapi hatiku masih sedikit kesal.“Belum tidur, Sayang?” Mas Ezza tiba-tiba masuk kamar. Aku segera menjauhkan tanganku dari perut. “Belum, Mas.” Dia mengunci pintu kamar lalu menghampiriku.“Maafin aku, ya, Sayang. Aku nggak mau melihat kamu sedih.” Dia merebahkan tubuhnya, kemudian memelukku dari belakang. Posisiku saat ini sedang memunggunginya.“Jangan sakitin aku jika kamu tidak ingin aku sedih.”“Aku janji tidak akan pernah membuat kamu sedih lagi.” Dia memelukku makin erat, tanga
🏵️🏵️🏵️Aku tidak ada niat sedikit pun untuk menjauhkan Mas Ezza dari anaknya. Namun, hati ini masih belum terima dengan kejadian kemarin siang. Aku butuh waktu agar dapat menepiskan bayangan atas apa yang dilakukan oleh teman lamanya.Mas Ezza mencium perutku, hati ini merasa bersalah karena tidak memberitahukan tentang kehamilanku kepadanya. Saat melihatnya bersedih seperti ini, aku tidak kuasa. Ingin rasanya menenangkannya. Namun, entah kenapa aku tidak melakukannya.“Semarah itukah kamu padaku, Sayang? Kamu tega menyembunyikan kehamilanmu dariku. Apa kamu tidak ingin kita merasakan kebahagiaan bersama-sama? Apa tujuan kamu melakukan ini?” Aku tetap bingung dengan pertanyaan Mas Ezza.“Aku minta maaf.”“Kamu pikir aku nggak aneh melihat kamu mual-mual? Aku juga perhatiin kamu saat minum jus. Kamu terlihat sangat menikmatinya. Aku curiga sampai akhirnya menghubungi Dokter Aliyah untuk bertanya tentang mual-mual yang kamu rasakan.”“Ternyata kamu tahu dari Dokter Aliyah?” Aku tidak
🏵️🏵️🏵️“Aku ngidam agar kamu tetap setia menjadi suamiku dan ayah dari anak ini.” Aku memegang perutku.“Tanpa kamu minta, aku pasti melakukan hal itu.” “Jangan pernah sakiti hatiku, Mas. Aku nggak kuat. Jika kamu kembali melakukan hal itu, aku lebih baik pulang ke rumah orang tuaku. Aku akan membesarkan anak ini dengan penuh cinta dan kasih sayang. Kamu bebas melakukan apa yang kamu mau.”Mas Ezza langsung menempelkan jari telunjuk kanannya ke bibirku. “Jangan pernah ngomong seperti itu, Sayang. Aku tidak akan mungkin menyakitimu.”“Aku akan mencoba untuk kembali percaya padamu.”Mas Ezza memelukku. Dia selalu mampu membuat diri ini luluh dengan kemesraan yang dia tunjukkan. Aku akui, dia tidak membuatku merasa menderita walaupun pernikahan kami berawal dari sebuah kesepakatan dan perjodohan. Dia mampu membuatku merasakan kasih sayangnya.Tiba-tiba terdengar suara getaran pesan masuk dari ponselku. Mas Ezza meraih benda tersebut lalu menyerahkannya kepadaku. Aku membuka pesan ters
🏵️🏵️🏵️Hari ini, aku dan Mas Ezza kembali ke kampus. Sebelum mata kuliah dimulai, Mas Ezza ingin berbicara empat mata dengan Dika. Aku tetap mengingatkan dirinya untuk tidak terpengaruh dengan sikap mahasiswa yang selalu berusaha mendekatiku itu.“Hati-hati, ya, Mas. Kamu tahu kalau Dika itu nekat. Kalau dia memang punya pikiran baik, nggak mungkin tetap mendekati wanita yang udah menikah.” Aku ingin agar Mas Ezza tetap berhati-hati.“Iya, Sayang. Aku tahu apa yang harus aku lakukan. Kamu jangan khawatir.” Mas Ezza akhirnya melangkah menuju ruangannya dan aku pun memasuki kelas.Terus terang, aku sangat khawatir dengan pertemuan Mas Ezza dan Dika. Mas Ezza memiliki tingkat kecemburuan tinggi, sedangkan Dika sangat kuat dengan ambisi dan percaya diri. Aku tidak tenang membayangkan pembicaraan di antara mereka.“Kamu kenapa? Mukanya, kok, kelihatan bingung?” Reva mengagetkanku.“Aku khawatir banget, nih, Va.” Aku ingin jujur kepada Reva.“Ada apa?”“Suamiku meminta agar Dika menemuiny
🏵️🏵️🏵️Aku merasa bersalah karena tidak jujur kepada Mas Ezza. Seandainya saat aku tahu kalau Dika adalah laki-laki yang dulu pernah ada dalam hatiku dan langsung mengatakannya kepada Mas Ezza, mungkin kejadiannya tidak akan seperti ini.Mas Ezza terlihat panik, dia tiba-tiba menepi dan menghentikan mobilnya. Aku tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan. Dia meraih kedua tanganku dan menatapku sangat dekat. Terus terang, aku bingung dengan sikap yang dia tunjukkan.“Sayang, aku suamimu. Kenapa kamu menutupi tentang kedekatanmu dengan Dika di masa lalu?” tanya Mas Ezza.“Kami nggak dekat, Mas. Aku bertemu dengannya hanya sekali. Itu juga saat dia menolongku dari kehancuran itu.” Aku memberikan penjelasan.“Tapi dia mengikuti kegiatanmu hingga SMA. Itu yang dia ceritakan padaku tadi. Dia berani berterus terang kalau dia mencintaimu hingga detik ini.”“Itu nggak mungkin, Mas. Aku milik kamu.” “Tapi kenyataannya dia tetap mengaku mencintaimu, Sayang. Aku hampir bertindak kasar tadi pada
🏵️🏵️🏵️“Tapi tadi kamu bilang kalau dia mengikuti kegiatanku sampai SMA.”“Iya, Sayang. Tapi itu dia lakujan dari jarak jauh. Apa kamu pernah memberikan harapan padanya?”Mas Ezza seolah-olah menyudutkanku. “Kamu apa-apan, sih, Mas? Kenapa malah nuduh aku?”“Aku nggak nuduh kamu, tapi aku sangat aneh melihat usahanya.”“Aku akan jujur sekarang padamu, Mas. Sebenarnya, dia cinta pertamaku. Aku mengaguminya karena dia telah menyelamatkanku. Tapi aku nggak pernah mengatakan isi hatiku yang sebenarnya padanya karena aku bertemu dengannya hanya sekali.” Akhirnya, aku berhasil mengatakan yang sebenarnya kepada Mas Ezza.“Sekarang aku tahu jawaban dari sikap yang kamu tunjukkan sebelum kamu mengakui cintamu padaku. Aku yakin kalau kamu sulit menerimaku karena masih memikirkan dia.” Mas Ezza berhasil menebak apa yang kurasakan.“Aku berusaha keras mengeluarkan dia dari dalam pikiran dan menerima kamu seutuhnya menjadi suamiku. Akhirnya, setelah dua tahun pernikahan kita, aku baru yakin dan
🏵️🏵️🏵️“Alhamdulillah udah enakan, Mah. Nggak usah, deh, Mah. Bunga bawa istirahat aja.” Aku meyakinkan mama mertua.“Za, bawa istri kamu istirahat ke kamar supaya lebih nyaman rebahannya,” titah wanita itu kepada Mas Ezza.“Iya, Mah.” Mas Ezza segera menggendongku.Sepanjang perjalanan menuju kamar, Mas Ezza lebih banyak memandangiku. Entah kenapa, tatapan itu membuatku salah tingkah walaupun dia suamiku. Rasanya seperti kembali ke masa dulu saat mendapatkan perhatian dari seseorang.Setelah sampai di kamar, Mas Ezza merebahkanku ke tempat tidur. Dia juga melakukan hal yang sama, berbaring di sampingku lalu memelukku. Kehangatan itu benar-benar nyata aku rasakan walaupun tadi dia membuatku tersinggung.“Aku minta maaf, ya, Sayang.” Mas Ezza mencium keningku.Aku berusaha tersenyum kepadanya dan dia makin erat memberikan pelukan. Ternyata rasa ego yang ada dalam hati ini mampu terkalahkan dengan perhatian dan kasih sayang yang dia tunjukkan. Aku kembali bermesraan dengannya.“Aku sa