“Siapa?” tanya Fery tanpa mengeluarkan suara. Radit hanya mengibaskan tangannya, menyuruh agar Fery diam dulu.“Mbak Manda, ya? ok, besok Mbak bisa datang ke sini. Saya ada waktu sekitar pukul 2 siang. Mbak bisa langsung minta diantar ke ruang meeting,” jelas Radit dan tak mempedulikan temannya yang masih mengibas-ngibaskan tangan karena penasaran.“Iya, ok. Waalaikumsalam.” Radit mengakhiri sambungan teleponnya dan Fery langsung mencecarnya.“Manda? Manda siapa tadi?” tanya Fery terlihat begitu penasaran.“Ah, elu. Elu pikir di dunia ini yang namanya Manda itu cuman bini lu aja?” cibir Radit dengan tawa mengejek.Fery mendengkus pelan.“Lagian, kenapa elu jadi kaya yang semangat gitu denger nama Manda? Bukannya elu dulu paling males kalo yang berhubungan sama bini lu itu?” sindir Radit dan hanya dijawab dengan senyuman malas dari bibir Fery.“Ya, bukan begitu juga. Takutnya emang betulan bini gue.” Fery melengos malu.“Kalau iya emang kenapa? Mau ngapain emangnya?” Radit tertawa ja
“Asal kamu tau, ya. Mas Fery itu sudah punya bini. Ini bininya. Jangan kegatelan kamu!” bentak Yuni dan menarik rambut panjang suci hingga gadis itu meringis kesakitan. Tangannya berusaha menahan tangan Yuni yang semakin kencang menarik rambutnya.“Ma-af, Mbak, saya ini mau kerja di sini,” sahut Suci dengan suara yang terdengar hampir menangis. “Bohong! Ini pasti hanya akal-akalan kalian saja, iya, kan?!” teriak Yuni kalap. Tangannya semakin kencang saja menarik rambut Suci yang panjang terurai.“Yuni, sudah cukup!” bentak Fery yang berbalik menghadap istrinya.“Dia itu yang mau kerja di sini, buat beres-beres rumah. Kamu sendiri nggak bisa bersihin rumah, kan. Makanya aku cari pembantu buat beres-beres sama masak.”Mendengar itu Yuni mulai mengendurkan tarikan tangannya, sehingga Suci kembali berdiri tegak sambil mengelus kepalanya yang terasa sakit karena tarikan Yuni tadi.Yuni masih menatap tajam pada dua orang yang baru datang itu. Rasa curiganya masih ada meski tak sebesar tad
“Maumu apa, sih?” tanya Fery terdengar penuh emosi. Hidupnya kini begitu serba salah. Tidak ada pembantu salah, karena rumahnya begitu kacau, berantakan dan kotor. Ada pembantu masih juga salah, karena sang istri begitu rewel dan cemburuan.“Kamu mulai berani bentak-bentak aku, ya, Mas. Kamu sudah mulai bosan sama aku? Padahal kita baru juga beberapa bulan nikah. Kamu memang buaya. Dasar laki-laki durjana!” teriak Yuni.Fery terbelalak. Sungguh buruk sekali perangai istri keduanya ini. Menyesal? Apakah bisa dia menyesal setelah sejauh ini?Ternyata dia terlalu terburu-buru mengambil keputusan untuk menikah lagi, yang hasilnya bukan lebih baik, tapi justru lebih buruk. Hidupnya kini bagai makan buah simalakama. Serba salah.“Coba kamu pikir, dari tadi siapa yang duluan membentak? Aku atau kamu?” tanya Fery mulai naik pitam. Dia sudah tak pedulikan lagi meski ada ibu mertuanya di ruang TV. Persetan kalaupun harus bertengkar dengan mereka semua. Kepalanya sudah mau pecah menghadapi sikap
“Lalu, gimana urusan perceraian elu sama Amanda? Apa udah diajuin?” tanya Radit.“Gue mau pikir-pikir lagi, deh, soal bercerai dari Amanda,” jawab Fery tanpa mengungkapkan alasannya.“Memangnya elu bisa nerima Amanda setelah ini? Bukannya elu jijik lihat muka dia?” sindir Radit dengan kekehan mengejek, karena selama ini Fery selalu mengeluhkan wajah Amanda yang buruk.Fery melengos. Temannya saja masih mengingat hinaan dia untuk istri pertamanya itu. Lalu, apakah mungkin Amanda akan bisa melupakannya? Ah, betapa rumit hidupnya kini.Tanpa menjawab pertanyaan Radit, Fery pun beranjak pergi. “Gue pulang dulu, ya. capek banget,” ujarnya. Radit hanya menyungging senyum dan menggelengkan kepalanya.“Dikira cantik aja cukup,” gumamnya lalu lelaki itu pun melangkah pulang.**Fery ragu untuk kembali ke rumah. Malas rasanya bertemu dengan Yuni dan segala rongrongannya yang membuat jiwanya semakin penat. Sangat menyebalkan. Fery pun memutuskan untuk kembali menginap di rumah sakit.“Dokter Fer
Pasien demi pasien yang ditanganinya seolah tak habis-habis. Jarum jam juga seakan lamban bergerak. Begitu rasanya ketika menunggu sesuatu yang sangat dinantikan. Entah kenapa rasanya begitu penasaran dengan seseorang bernama Amanda. Padahal dulu menurutnya sangat menjijikan.Deretan notifikasi yang masuk dari Brian tak dia hiraukan. Rasanya akan sangat menyebalkan untuk membaca pesan dari lelaki itu, yang isinya pasti tentang misinya mendekati Amanda. Fery ingin bilang agar Brian menghentikannya, tetapi rasa gengsi jauh lebih besar.Hingga waktunya tiba, Fery pun mendapat telpon dari Radit untuk datang ke ruangan meeting, karena tamu yang ditunggu sudah tiba.Lelaki bersneli putih itu gegas membereskan barang-barangnya sebelum dia beranjak ke ruang meeting dengan degup jantung yang berdebar kuat.Sangat lucu memang, dia tidak tahu siapa yang akan ditemuinya tetapi rasa grogi itu sudah menguasai sebegitu dahsyatnya.“Astagfirullah, kenapa gue ini?” gumamnya sambil menghela napas panja
Fery melengos dan melepaskan tangannya yang mencengkeram kuat pergelangan Amanda. Ucapan sang istri barusan seakan menohoknya dengan begitu dalam.“Kamu tidak tau siapa dia. Dia itu hanya laki-laki yang suka berpetualang.” Fery kembali mengingatkan.Amanda menyungging senyum manis sebelum akhirnya berucap. “Walaupun dia laki-laki yang suka berpetualang, setidaknya dia selalu bersikap baik padaku.”Mendengar itu Fery sontak menarik lagi tangan Amanda. “Dia bersikap baik seperti itu cuman agar kamu masuk ke dalam perangkapnya. Setelah dia mendapatkan kamu, kamu pasti akan dibuangnya begitu saja,” cecar Fery berapi-api.Amanda kembali tertawa kecil. “Apa pedulimu? Aku senang berteman dengan dia. Dan semua itu bukan urusanmu, kan?”“Tentu saja itu urusanku. Kamu itu istriku,” ucap Fery begitu geram.Jika saja itu bukan di rumah sakit, mungkin Amanda sudah tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan suaminya yang menurutnya sangat menggelikan itu. “Sejak kapan kamu menganggap aku istrimu? Luc
Suci menatap heran pada wanita cantik yang berdiri di belakang Fery. Dia bingung kenapa wanita itu melarangnya pergi dari rumah itu, padahal wanita itu sudah melihat kondisinya yang mengenaskan.“Bawa dia ke ruang perawatan. Kasihan sekali kalau dia harus pulang dalam kondisi seperti ini. luka bakarnya cukup serius,” ujar amanda yang membuat Suci semakin heran dan bertanya-tanya tentang wanita yang berdiri di depannya.“Iya,” jawab Fery lalu mengajak Suci pergi kembali ke ruang IGD agar mendapat perawatan dari dokter jaga. Sementara itu Amanda mengikuti dua orang itu di belakangnya.Fery diminta menunggu di luar sementara Suci diberikan pengobatan untuk luka bakarnya. Begitu juga dengan Amanda yang ikut menunggu agar tahu kondisi Suci setelah ini.“Kamu kenapa masih di sini? Bukannya mau pergi sama si Brian itu?” sindir Fery terdengar ketus.“Aku ingin tau bagaimana kondisi ART-mu itu. Dia dibawa ke rumahmu. Sudah seharusnya aku juga peduli, karena bagaimanapun juga kamu masih suamiku
Amanda tak punya pilihan lain selain menginap di rumah itu. Dan itu memang menjadi tujuannya sekarang untuk memberi pelajaran pada Yuni yang sudah berbuat semena-mena pada Suci. Namun, dia bisa kembali ke sana tanpa harus menunjukan jika dia mau. Semua ini atas dasar terpaksa karena kemalaman.Sepanjang perjalanan yang tak terlalu jauh ini Fery berkali-kali melirik pada Amanda yang menatap ke jalanan dari kaca jendela. Entah kenapa hati Fery merasakan getaran aneh.Sesampainya di halaman, Fery gegas turun dan membukakan pintu mobil untuk Amanda. Wanita itu menatap datar pada lelaki yang dulu begitu dipujanya. Merasa aneh, karena Fery bersikap begitu manis padanya.“Terima kasih,” ucap Amanda datar lalu turun.Fery mengikuti langkah Amanda setelah menutup pintu mobil dan menguncinya secara otomatis.Yuni yang sedari tadi mengintip dari balik gorden, begitu panas hatiny