Kenan mengekori Hania yang tiba-tiba sibuk mengemasi kopernya. Caranya menjejalkan barang-barang ke dalam koper asal-asalan membuat Kenan keheranan sendiri. Perempuan itu bertingkah seperti orang yang sedang bersiap melarikan diri dari sebuah bencana.“Ada apa ini sebenarnya, Nia?”“Saya harus pulang, Pak!” tegas Hania. “Tapi kenapa? Ada masalah?”Hania tak menggubris. Ia melangkah cepat ke setiap sudut ruangan, mengambil barang-barangnya yang kemudian ia masukkan ke dalam tas.“Saya harus pulang. Saya harus ke Jakarta sekarang jua, Pak!”“Nia … kamu belum menjawab pertanyaan saya. Ada apa? Kenapa kita harus pulang sekarang? Ada masalah apa?”“Aku harus pulang.” Hania bergumam sendiri. “Tiket! Aku harus pesen tiket dulu!” Hania duduk di bibir ranjang, memegang ponselnya dengan tangan gemetaran. Kini ia memilih mengabaikan Kenan dengan sibuk berbicara sendiri. “Aku harus pulang. Aku harus pulang,” gumamnya tanpa henti.Kenan yang memperhatikan gelagat aneh Hania langsung menghampiri p
“Aaarrrggghhh!!!”Kenan batal berjalan ke arah pintu keluar Vila saat mendengar suara keras yang bersumber dari toilet. Ia hanya mampu berdiri tepat di depan pintu tanpa berani mengetuk apalagi memanggil nama Hania. Hanya isak tangis yang samar-samar terdengar. “Hania! Ada apa?”Tak ada tanggapan kecuali suara isak. Tangan Kenan siap mengetuk pintu, tapi berulang kali ia urungkan.“Nia, kamu tidak apa-apa, kan? Buka pintunya!” tanya Kenan dengan suara pelan. Takut mengusik Hania yang entah sedang melakukan apa. Tapi suara yang ditimbulkan perempuan itu cukup membuatnya khawatir.Masih tak ada jawaban, Kenan tentu tak bisa beranjak sejengkal pun dari tempatnya. Rasa gusarnya semakin merongrong seiring isak tangis yang tak kunjung berhenti terdengar.“Hania, saya dobrak pintunya!”Sepersekian detik kemudian, Kenan memutar gagang pintu toilet. Memastikan saja jika memang pintu itu terkunci rapat. Agar rencananya untuk mendobrak pintu ini tak gagal.Tapi, rupanya pintu itu tak terkunci!
“Membicarakan laki-laki asing di depan suami kamu sendiri itu sangat tidak beretika, Nia!” Kenan mengerahkan seluruh keberaniannya untuk melanjutkan kalimatnya. “Yah … asal kamu tahu saja. Saya bertindak sampai sejauh ini, memaksa kamu untuk menikah, menandatangani perjanjian segala, semuanya bukan karena pernikahan kontrak sialan itu! Tapi karena saya benar-benar menyukai kamu dan ingin membuat kamu melupakan laki-laki brengsek itu!”Kenan menghentikan langkahnya sambil menoleh pada Hania. Ingin melihat reaksi macam apa yang istrinya itu tunjukkan setelah mendengar ungkapan perasaannya.Tapi, Kenan malah mendapati Hania tampak melamun. Diam macam orang kehilangan kesadaran dengan tatapan sayu tertunduk ke bawah.“Nia! Kamu dengerin saya, kan?” tanya Kenan. Kali saja kan perkataan Kenan barusan terlalu mengejutkan perempuan itu. Hania tampaknya tidak menyangka jika ia tengah disukai laki-laki seperti dia. Kenan sampai tersenyum lebar saking bangganya. “Jadi, lupakan laki-laki itu dan
Bola mata Hania berputar-putar. Saat matanya mendarat ke arah depan, ada dada bidang Kenan berjarak beberapa senti dari wajahnya. Ketika matanya berputar ke atas, ada ceruk leher Kenan dan jakunnya yang bergerak naik-turun. Ke arah bawah lebih parah lagi! Ada dada dan perut Kenan yang saling menempel!“Astagfirullaah!!! Kuatkan iman lo, Nia!!! Lo kuat! Lo harus kuat!!!”Tentu ada alasan kenapa yang bergerak dari seluruh tubuh Hania hanyalah matanya. Karena sekujur tubuhnya mati rasa akibat pelukan erat Kenan yang bertahan hingga pagi!Hania ingin melepaskan diri, namun takut membuat Kenan tersadar. Ia saat ini sedang tak ingin bertegur sapa dengan laki-laki ini. Maunya saat sudah terbangun, ia langsung terjun saja ke lautan! Menghilang sejenak dengan tidak berhadapan dengan Kenan sampai batas waktu yang tidak bisa Hania tentukan.“Pak ….” Hania takut-takut bersuara. Malu sebenarnya, tapi ia sudah tak tahan ingin ke toilet sekarang juga!“Hmm ….” Kenan hanya mengerang. Justru pelukanny
“Pak Kenan yang minta lo ke sini?”Hania tak mengira jika Ratna bisa berada di sini untuk menemuinya. Ia masih enggan melepaskan pelukan dari sahabatnya ini. Rasanya begitu menyenangkan bisa melihat orang yang sudah lama tak ditemui.“Cuma sehari ini aja. Nanti malem gue udah harus pulang sama Pak Bima.” Ratna melirik Bima yang tampak sibuk berbincang dengan beberapa orang tak jauh dari mereka.“Kok cuma bentar?”“Karena tugas gue disini cuma buat jadi asisten pribadi sementara lo!”“Hah? Asisten pribadi?”“Lo lihat orang-orang yang sama Pak Bima siapa?”Hania kini memperhatikan Bima dan orang-orang disekitarnya dengan saksama. Beberapa dari mereka Hania kenal, sempat bertemu beberapa kali seingat Hania.“Ngapain Mbak Queen di sini?!”“Bos gila lu tuh!” Ratna segera merapatkan bibir. “Maksud gue, suami lo.”“Kenapa Pak Kenan?”“Lo masih manggil suami lo ‘Pak’?”Hania langsung garuk-garuk kepala. “Maksud gue, Mas Kenan kenapa?” ralat Hania terpaksa. Malu juga sebenarnya. Semoga Kenan a
Dibilang malu, jelas malu banget! Hania sedang tak berkutik di depan Kenan yang sekarang sedang tidur di pangkuannya.Masih sesi pemotretan di kapal pesiar tentu. Hanya beda pose saja.Banyak alasan kenapa Hania mendadak jadi batu begini. Pertama, karena kecupan dadakan di kening itu. Efeknya benar-benar di luar dugaan! Jantung Hania berdegup sangat kencang.Kedua, karena Kenan ternyata tahu Maya sudah menipunya kemarin!“Pak–” Ragu-ragu Hania membuka suara.“Bu Hania, tolong elus rambut Pak Kenan!” Teriakan Raiden menjeda keraguan Hania.Tangan perempuan itu secara perlahan mulai mengelus puncak kepala Kenan, sesuai instruksi Raiden menurut perasaan Hania. Semoga saja fotografer cerewet itu tidak mengomel atau memberikan instruksi lebih dari ini!“Tadi mau ngomong apa?” tanya Kenan tiba-tiba.“Oh? Enggak!” Hania mendadak gagap. “Gak ada apa-apa kok.”“Kalau kamu sudah menemukan cara membalaskan dendam karena penipuan saudara tirimu itu, langsung katakan saja.”“Euh … itu ….”“Minima
“Waaahhh!!! Semua ini beneran punya gueee???”Hania tak bisa menahan rasa takjub melihat rentetan baju, tas, sepatu, sampai perhiasan yang tersusun rapi di salah satu ruangan di dalam kamarnya. Kamarnya dengan Kenan lebih tepatnya.Ada satu ruangan yang kata Kenan adalah tempat semua keperluan Hania. Hania pikir tadinya itu hanyalah tempat yang disediakan Kenan agar dirinya bisa leluasa berdandan tanpa sungkan.Hal yang lebih membuat Hania semakin takjub lagi, ketika ia iseng memakai pakaian di sana, ukurannya begitu pas. Satu hal pasti, semua pakaian di sana cocok untuk dirinya yang berhijab alias tertutup semua!“Pak Kenan beliin ini semua buat gue??? Aaarrrggghhh!!! Baju baru semuaaa!!!”Hania juga tak sungkan mencoba beberapa perhiasan yang ada di sana. Iseng-iseng mencobanya, memadukannya dengan pakaian, tas, dan lainnya. Bak seorang model yang tengah bersiap melakukan pemotretan.Tak lupa, Hania juga mengabadikan dirinya dalam beberapa foto lewat ponsel baru yang ia dapatkan da
“Elo yang egois, Nia!” serbu Ratna. Ia bahkan sampai menggebrak meja hingga kopi di gelas yang ada di meja tumpah beberapa bagian. “Otak lo beneran udah di cuci sama si Alif! Lo masih bucin banget sama dia? Gila! Gue beneran gak habis pikir!”“Apaan sih? Ini gak ada hubungannya. Gue udah lupain dia! Gue benci sama dia! Tapi, gue gak mungkin gak peduli sama anak yang dikandung Maya sekarang. Sebenci-bencinya gue sama orang, gue tahu kalau sampai benci sama anak mereka yang gak berdosa itu salah.”“Itu urusan mereka, Nia! Ngapain lo jadi ikut sibuk mikirin masa depan tuh jabang bayi yang gak tahu bakal beneran lahir ke dunia ini atau enggak?!”“Hush! Hati-hati kalau ngomong! Kok elo gitu sih?”“Aaarrrggghhh!!! Gedeg gue denger omongan sama tindakan lo yang gak sejalan, Nia. Lo tuh munafik! Akui aja deh. Lo masih cinta kan sama si Alif? Ngaku! Lo masih sayang sama dia. Dan lo gak pernah bisa benci ke dia meskipun lo bilang benci.”“Enak aja! Gue benci banget sama si Alif! Dia udah selin