Hati gue saat ini benar-benar deg-degan banget melihat mamanya Ryan yang tengah cipika cipiki sama Cantika. Terlebih mereka berdua terlihat begitu akrab.
“Ma,” sapa Ryan yang langsung salaman dan memeluk mamanya. Gue sendiri hanya berdiri di samping Ryan. “Kenalin ini Shakira calon istri Ryan.”
Gue langsung ditatap tajam oleh mamanya Ryan, benar-benar mirip Chaca gitu saat melihat gue pertama kali kayak discaner dari ujung rambut sampai ujung kaki.
“Tante,” sapa gue yang langsung bersalaman sama mamanya Ryan. Dia pun menyambut uluran tangan gue kemudian ditarik dan diajak cipika cipiki seperti yang dilakukan bersama Cantikan barusan.
“Sama mama itu jangan salaman saja toh nduk, harus cipika cipiki ngono,” kata mama Ryan yang bikin kening gue mengerut. “Bisa bahasa Jawa toh?” tanya mama Ryan.
Gue hanya meringis saja. Kalau orang ngomong sedikit paham karena gimanapun gue ada keturunan Jawan
Gue benar-benar kasihan banget lihat Ryan tengah meringis nahan sakit. Pasti racun yang Cantika kasih bikin perut Ryan mulas makanya sampai buka sabuk segala deh.KLIK.“Keluar.”“Hah.”“Keluar sayang, kamu pulang sendiri sana.”“Hah.”Di saat gue masih nggak paham tetapi tangan Ryan kayak ngusir gue dari dalam mobilnya. Kenapa racun yang Cantika kasih jadi buat Ryan benci sama gue sih? Benar-benar kudu diruwat nih si Ryan.“Ryan ... kita ke dok—““Pulang sana cepetan, jangan dekat-dekat aku.”“Ryan.”“Shakira—aouh ... shit!”“Sakit banget ya perut kamu?”Asli Ryan benar-benar kejam banget tetap ngusir gue dari dalam mobilnya. Mana diusir di parkiran hotel pula. Dan, gue tetap nggak mau pergi ninggalin dia gitu aja. Gue takut Ryan mati di dalam mobil. Tadi apakah kissing terakhir ki
Saat ini gue lagi teleponan sama Mbak Sila di kamar. Berbeda dengan Ryan yang tengah mengobrol sama mama papa.“Iya gitu Mbak amsyong banget gue ketahuan si dakjal itu di bandara,” ujar gue dengan suara yang begitu menggebu-gebu.“Hah, terus terus?”“Gue sama dia kayak tom and jery anjir banget lah.”“Hahaha, siap-siap lo kena SP nanti.”“Nah itu yang gue takutin dong. Dia juga udah bilang bakalan hukum gue nanti kalau dia kembali ke kantor dua bulan lagi gitu, dia kira-kira mau ke mana sih ada di bandara gitu.”“Ke Los Angeles mungkin, dia kan dulu tinggal di sana, Ki.”“Ya ampun ... kenapa nggak menetap saja di sana sih, dia ke sini tuh Jakarta jadi sempit. Penuh-penuhin penduduk Ibukota aja.”“Hahaha sial. Btw, gimana nih sama Ryan? Kapan acaranya?”Ditanya seperti itu bikin gue senyam senyum sendiri meski Mbak Sila nggak l
Untung aja mata gue bisa jeli saat melihat hengpong jadul di Joko yang lagi ngerekam adegan debat gue sama si Chyta.“Hapus nggak tuh video,” teriak gue.“Nggak mau, berita hangat dan terupdate masa kini.”“Bocah kampret! Macam-macam gue bakalan aduin lo sama Mbak Sila biar digelitikin lagi sampai ngompol mau?”“Bodo amat.”Kurang ajar. Bocah bau kencur udah mulai berani main-main sama gue. Dengan sedikit ancang-ancang pun gue langsung berlari ngejar si Joko yang larinya gesit banget kayak ikan belut.Kini gue langsung berhenti karena merasa saluran pernapasan hampir putus. Sialan itu si Joko.Tak ingin meladeni Joko, akhirnya gue kembali berjalan ke arah meja yang ternyata si Chyta udah nggak ada. Sukur deh tuh makhluk gaib pergi dari bumi.Ting.Ryan : Aku udah nunggu di depan gedung kantor.Buru-buru gue langsung menyambar tas dan memasukkan ponsel ke dalamnya. Ba
Gue sama Ryan kini udah berada di salah satu warung. Ya, gue sama dia makan di warung bukan restoran. Entahlah, jiwa miskin gue terasa meronta-ronta.“Makannya pelan-pelan dong sayang.”“Abisnya enak.”“Aku suka lihat kamu makan.”“Kok gitu?”“Iya nggak jaim gitu.”Gue langsung tersenyum malu dipuji Ryan seperti itu. Kenapa sih gue gampang banget baper dan geer begitu, padahal kalau dipikir-pikir belum tentu juga Ryan memuji yang benar-benar dari hati dan bisa jadi dia hanya pengin gue senang aja.“Kalau kebanyakan jaim nanti laper,” balas gue.“Hmm, lagian laki-laki lebih suka perempuan apa adanya aja dibanding harus tampil perfeck tapi banyak tipuan.”Gue langsung berhenti menyuapkan makanan dan menatap ke arah Ryan yang sudah habis terlebih dulu seperti biasa.“Aku nggak mau nipu kamu, aku pengin kamu lihat aku begini dan
Asli deh rasanya pengin gue sleding banget saat mendengarkan suara Cantika tengah tertawa begitu puas seakan-akan lagi ngeledekin gue gitu.“Ryan lagi sama gue, kenapa?”“Hahaha, bohong lo.”“Nggak percaya? Ayo video call.”Ingin membuktikan kalau ucapan si Cantika itu bohong pun akhirnya gue setuju untuk melakukan panggilan video. Tapi, pada saat sudah terhubung gue sangat kaget karena Ryan lagi teler. Ya, sepertinya Ryan habis mabok.“Cantika, kenapa lo ada di apartemen Ryan?”“Mau senang-senang lha, Ki, kayak nggak tahu aja.”“Jangan macam-macam lo.”“Tapi gue suka yang macam-macam gimana dong.”“SHIT!”“Hahaha.”Nit.Pikiran gue merasa kacau melihat Ryan yang tengah tertidur teler di sofa. Gue ngeri aja kalau Cantika kasih sesuatu yang bikin khilaf terus Ryan suruh tanggung jawab gitu
Sehabis membayar ojek, kita berdua nggak langsung kembali ke apartemen melainkan duduk-duduk di kafe Hardrock terlebih dulu.“Mau makan apa?”“Udah malam nanti aku gendut gimana?”“Aku nggak peduli sayang yang penting kamu nggak kelaperan.”“Yaudah samain aja sama kamu.”Ryan pun mengangguk dan menyebutkan beberapa menu kepada pelayan.“Teriyaki salmon 1 porsi, chipotle steak 2, long island iced tea 2, potato skins 1.”Selesai Ryan memesan pun dia langsung menatap ke arah gue dengan mata sayunya. Gue sendiri langsung terkikik geli melihat wajah bangun tidur dia.“Kamu cuci muka dulu gih.”“Kelihatan jelek banget, ya?”“Enggak kok, kamu tetap tampan cuma mau makan masa muka bantal gitu.”Ryan tersenyum dan langsung berdiri pamit untuk pergi ke toilet. Gue pun hanya menatap ke arah musik live yang dised
Pondok Labu, Jakarta.Saat ini kediaman rumah gue udah diubah sama Winda menjadi mirip orang hajatan. Tapi, kali ini bukan hajatan pernikahan tapi hanya lamaran biasa aja kok. Dan, kemarin hari jumat sore pun antar para orang tua sudah bertemu terlebih dulu sebelum hari besar ini. Mama papa gue benar-benar klop banget kalau ngobrol sama mamanya Ryan. Dua wanita itu memang senang sekali mengobrol ngalor ngidul sampai keluar tema segala.Persiapan dadakan ini bikin gue sedikit khawatir banget. Terlebih gue sama Ryan nggak pacaran sama sekali. Pacaran nggak sih? enggak deh, cuma sering hampir khilaf aja. Ryan juga bilang nggak mau ngajakin gue pacaran tapi penginnya ngajak nikah aja. Mendengar niat dia begitu kenapa harus gue tolak? Sedangkan gue juga lagi butuh pendamping hidup. Semoga saja memang Ryan adalah pilihan yang tepat buat gue.“Lipstiknya tambah lagi,” kata Winda saat menemani gue di kamar. “Masih keliatan pucat soalnya, Kiki kulitnya
Telapak tangan gue mendadak gemetaran di saat ibu calon mertua akan memakaikan cincin. Gue pun tersenyum menatap cincin yang kini sudah melingkar begitu cantik di jari manis gue. Dan, kini giliran mama untuk memakaikan cincin ke arah jari manis Ryan.Selesai dengan acara tukar cincin, kini pembawa acara melanjutkan acara yaitu ramah tamah dan perkenalan antar anggota keluarga inti dan saudara-saudara agar bisa saling mengenal satu sama lain.Kini giliran gue yang tengah dikenalkan Ryan ke arah anggota keluarganya.“Ini Abang Surya kakak kandungku sama istrinya Cantika dan mereka akan menjadi kakak kamu juga nanti, itu Chaca sepupuku dan disampingnya itu Tante Tiwi mamanya Chaca, masih banyak lagi cuma mereka nggak bisa hadir sama kondisi yang jauh di kampung,” kata Ryan.Gue mengangguk paham. Dan kini giliran gue yang akan memperkenalkan Ryan ke anggota keluarga gue.“Ini Mama Papaku kamu udah kenal, dan yang duduk di sana t
Saat ini yang dilakukan Ryan hanya ingin mengejar istrinya. Memeluknya. Dan menenangkan hatinya yang pasti sangat kacau akibat kejadian tadi.“Sayang … maafin aku,” gumamnya sambil terus menyetir mobil dengan kecepatan penuh. Bahkan bisa sangat tergambar begitu jelas buku-buku jari milik Ryan sampai memutih.Ckiiiitzzz.“Sial! Kucing sialan kalau nyebrang nggak lihat-lihat.” Ryan memaki hewan tak bersalah itu. Ia pun mendesah lega karena tak menabrak kucing. Ryan kembali menarik persneling dan menginjak pedal gasnya untuk melanjutkan perjalanan menuju Jakarta.Hatinya saat ini benar-benar bimbang. Ia benar-benar takut kalau Kiki akan mengadu sama orangtuanya nanti dan masalah akan semaki lebar dan runyam.Masih sambil menyetir pun Ryan mencoba menghubungi nomor istrinya, tapi lagi-lagi zonk yang didapatkan.“Sayang angkat dong,” gumamnya saat sambungan telepon miliknya tersambung. Tapi, tetap saja t
Dengan tekad yang kuat pun akhirnya Doni menuruti perintah Kiki dengan menginjak pedal gas dengan kecepatan penuh dan mobil langsung berjalan secepat kilat.Ckiiitttzzz.BRUG.“Kak, gila apa rem mendadak begini,” dumel Kiki yang merasa dahinya terkena dasbor mobil. Ia tadi lupa memakai sabuk pengaman. “Haduh sakit banget.”Doni tak menghiraukan ocehan Kiki, yang dipikirkan oleh otaknya tuh apakah Ryan masih hidup apa udah … sial!“Ki, coba lihat kebelakang. Apakah suami lo masih hidup atau—“Kiki yang masih merasa kesakitan dahinya pun menatap ke arah spion dan melihat kalau Ryan tengah ditolong berdiri oleh wanita itu.“Masih hidup, udah biarin aja.”Doni langsung bernapas lega, matanya pun langsung melirik ke arah spion untuk memastikan ucapan yang dikatakan oleh Kiki itu benar. Ia langsung mendesah lega kala memang benar si Ryan masih hidup. Sepertinya
Doni pun langsung menancapkan gasnya penuh pas sudah berada di jalan tol. Ia bisa melihat Kiki dari ekor matanya kalau adik ketemu gedenya itu tengah cemas.“Lo mendingan tidur aja.”Kiki menggeleng. “Nggak bisa.”“Entar kalau udah sampai gue bangunin.”Tetap saja Kiki bebal untuk dikasih nasihat oleh Doni. Kiki lebih memilih mengabaikan dan tetap memperhatikan jalanan menuju ke arah Bandung.Beberapa jam kemudian.Kini mobil Doni sudah memasuki kawasan Bandung. Ia mulai mengaktipkan gps mobilnya karena tak hapal dengan jalanan kota kembang itu.Terik matahari yang tadi begitu menyengat pun kini mulai terlihat berjalan ke ufuk barat. Kiki bahkan sampai melupakan jadwal makan siangnya hari ini.“Lo belum makan, kan?”“Nggak laper.”“Tapikan lo butuh tenaga, Ki.”“Iya tapi gue nggak laper, Kak.”“Ini udah jam empa
Doni yang tengah fokus menyetir pun sangat terkejut dengan pertanyaan Kiki yang sangat tiba-tiba sekali. Ia menoleh dan melihat Kiki yang tengah menatapnya lekat. Doni pun berdeham pelan.“Lo nggak lagi kesam—““Hahahaha.”Suara tawa Kiki langsung menghentikan pertanyaan dari Doni. Ia bernapas lega kala mengetahui kalau pertanyaan itu hanya iseng semata.“Sial lo,” maki Doni.“Nggak mungkin lha, Kak, lo bukan tipe gue.”“Anjim! Tipe lo modelan Panji sama Ryan yang suka selingkuh?”“Ck! Nggak usah bahas kelakuan minus mereka.”“Hahahaha, meski wajah gue standar aja tapi gue setia.”“Iyain deh biar cepat.” Kiki pun hanya memutarkan bola matanya malas mendengar pujian Doni yang ditunjukkan untuk dirinya sendiri itu.“Gue pikir tapi serius, gila!”“Kalau itu serius kenapa?”&ldquo
Paham akan kode yang diberikan oleh Doni pun membuat Kiki langsung berjalan lebih mendekat ke arahnya. Doni sendiri berdeham sebelum bertanya kepada wanita separuh baya yang mengenakan baju daster itu.“Permisi Ibu, apa bisa ketemu Rena?”“Rena?”Doni dan Kiki pun mengangguk secara bersamaan. Ia menunggu jawaban dari ibu paruh baya yang tidak Doni kenali. Lagipula wajah mamanya si Rena nggak kayak gitu dulu.“Anak durhaka itu? Udah minggat dia.”Kiki pun makin nggak ngerti dengan jawaban ambigu dari ibu-ibu di depannya itu. “Maksudnya Bu?”“Ya, udah pergi dari sini kurang lebih setahun yang lalu lha.”“Pergi ke mana, ya, Bu?” tanya Kiki yang semakin penasaran.“Kalau nggak salah ke Bandung sama pacarnya.”Mendengar kata ‘Bandung’ membuat Kiki mendadak lemas, tangannya pun langsung meraih telapak tangan Doni. Ia menggenggam kua
Kini Doni dan Kiki sudah berada di jalanan menuju ke arah Radio Dalam. Yang dilakukan Kiki hanya menggigiti bibir bawahnya karena merasa takut jika memang dugaan dan feeling-nya benar.“Kak, gue takut banget.”“Lo tenang aja, kalau dia sakitin lo nanti bakalan gue kasih bogem.”“Kalau itu benar, dia nikahin gue buat apa?”“Nah itu gue nggak tahu juga. Soalnya semenjak lulus SMA tuh gue nggak paham kabar anak-anak. Soalnya gue sibuk kuliah sama urusin bisnis kafe. Teman gue yang awet sampai detik ini juga Naren doang.”“Sama Ryan enggak?”“Sama dia juga baru-baru ini doang, Ki, dulu kan dia tinggal di Singapore gitu kan? Balik ke Jakarta kalau ada proyek doang.”Kiki pun kembali menatap ke arah jalanan yang memang tengah padat-padatnya kendaraan. Ia pun mengecek ponselnya dan sangat terkejut saat melihat puluhan panggilan tak terjawab dari nomor kantor bahkan ada n
Doni benar-benar sangat terkejut mendengarkan penuturan dari Kiki. Ia pun langsung beranjak dari kursi kebesarannya dan mendekat ke arah Kiki.“Bayarin taksi,” cicitnya.“Iya nanti gue bayarin.”“Sekarang Kak.”Doni hanya bisa mengembuskan napas pasrah. “Yaudah lo di sini dulu gue mau keluar buat bayarin ongkos taksi lo.”Kiki sendiri hanya mengangguk lemah. Tak terasa tangan Doni pun mengusap kepala Kiki dengan begitu lembut.“Lo sebaiknya duduk dulu di sana.” Doni menunjuk ke arah sofa yang memang tersedia di dalam ruangan kerja miliknya.Sambil menunggu Doni kembali membuat Kiki berjalan pelan ke arah sofa dan duduk sambil bersandar. Air matanya pun terus menetes tiada henti. Hatinya sakit kalau mengingat Ryan yang bisa tertawa begitu lepas tadi.Kiki menatap ke arah pintu saat mendengar pintu itu terbuka. Ia melihat pelayan kafe Doni yang tengah membawa minum ke ar
Ryan langsung menutup tubuh istrinya yang polos, ia pun duduk di pinggiran ranjang sambil menatap ke arah lantai.“Kamu kenapa?”“Kenapa apanya?”“Kenapa seperti kedebong pisang tadi?”“Emang kenapa?”“Aku nggak suka sayang, aku merasa lagi main sama patung.”“Terus kamu penginnya aku gimana?”“Kamu nggak kayak biasanya Shakira.”“Aku kan udah bilang lagi capek. Tapi, kamu terus minta dan minta. Apa boleh buat kalau aku diam aja kayak kedebong.”“Sudah lah, terserah kamu saja.”Ryan langsung meraih boxernya yang tergeletak di lantai. Ia memakainya dengan gerakan cepat dan memilih keluar kamar karena merasa kesal dengan permainan malam ini. Istrinya benar-benar beda banget malam ini. Dia lebih banyak diam nggak seperti biasanya kalau dipancing langsung membalas dengan liar juga. Ini udah dikasih pemanasan lam
Entah kenapa Melviano mendadak kasihan dengan sekertarisnya itu. Apalagi baru pulang bulan madu sudah diselingkuhi. Mendingan dirinya kemana-mana. Laki-laki setia yang susah dicari, rasanya Melviano ingin kasih tahu istrinya kalau ada laki-laki lebih brengsek darinya.“Tinggal kan saja laki-laki seperti itu.”Kiki menatap ke arah Melviano. “Saya nggak mau jadi janda, Mr.”Melviano berdeham pelan. “Terserah kamu sih, tapi saya nggak mau urusan rumah tangga dibawa ke kantor seperti ini. Kamu harus bisa professional.”“Iya, Mr.”“Nanti kalau si Joko Susanto datang suruh masuk ke ruangan saya langsung.”“Baik, Mr.”Melviano pun langsung berjalan ke arah ruangan kerjanya yang memang didesain begitu luas dibanding ruang kerja milik Haidar.Yang dilakukan Melviano di dalam ruangan saat ini adalah menghubungi nomor ponsel istrinya. Ia akan memberitahukan kalau diri