Asli deh rasanya pengin gue sleding banget saat mendengarkan suara Cantika tengah tertawa begitu puas seakan-akan lagi ngeledekin gue gitu.
“Ryan lagi sama gue, kenapa?”
“Hahaha, bohong lo.”
“Nggak percaya? Ayo video call.”
Ingin membuktikan kalau ucapan si Cantika itu bohong pun akhirnya gue setuju untuk melakukan panggilan video. Tapi, pada saat sudah terhubung gue sangat kaget karena Ryan lagi teler. Ya, sepertinya Ryan habis mabok.
“Cantika, kenapa lo ada di apartemen Ryan?”
“Mau senang-senang lha, Ki, kayak nggak tahu aja.”
“Jangan macam-macam lo.”
“Tapi gue suka yang macam-macam gimana dong.”
“SHIT!”
“Hahaha.”
Nit.
Pikiran gue merasa kacau melihat Ryan yang tengah tertidur teler di sofa. Gue ngeri aja kalau Cantika kasih sesuatu yang bikin khilaf terus Ryan suruh tanggung jawab gitu
Sehabis membayar ojek, kita berdua nggak langsung kembali ke apartemen melainkan duduk-duduk di kafe Hardrock terlebih dulu.“Mau makan apa?”“Udah malam nanti aku gendut gimana?”“Aku nggak peduli sayang yang penting kamu nggak kelaperan.”“Yaudah samain aja sama kamu.”Ryan pun mengangguk dan menyebutkan beberapa menu kepada pelayan.“Teriyaki salmon 1 porsi, chipotle steak 2, long island iced tea 2, potato skins 1.”Selesai Ryan memesan pun dia langsung menatap ke arah gue dengan mata sayunya. Gue sendiri langsung terkikik geli melihat wajah bangun tidur dia.“Kamu cuci muka dulu gih.”“Kelihatan jelek banget, ya?”“Enggak kok, kamu tetap tampan cuma mau makan masa muka bantal gitu.”Ryan tersenyum dan langsung berdiri pamit untuk pergi ke toilet. Gue pun hanya menatap ke arah musik live yang dised
Pondok Labu, Jakarta.Saat ini kediaman rumah gue udah diubah sama Winda menjadi mirip orang hajatan. Tapi, kali ini bukan hajatan pernikahan tapi hanya lamaran biasa aja kok. Dan, kemarin hari jumat sore pun antar para orang tua sudah bertemu terlebih dulu sebelum hari besar ini. Mama papa gue benar-benar klop banget kalau ngobrol sama mamanya Ryan. Dua wanita itu memang senang sekali mengobrol ngalor ngidul sampai keluar tema segala.Persiapan dadakan ini bikin gue sedikit khawatir banget. Terlebih gue sama Ryan nggak pacaran sama sekali. Pacaran nggak sih? enggak deh, cuma sering hampir khilaf aja. Ryan juga bilang nggak mau ngajakin gue pacaran tapi penginnya ngajak nikah aja. Mendengar niat dia begitu kenapa harus gue tolak? Sedangkan gue juga lagi butuh pendamping hidup. Semoga saja memang Ryan adalah pilihan yang tepat buat gue.“Lipstiknya tambah lagi,” kata Winda saat menemani gue di kamar. “Masih keliatan pucat soalnya, Kiki kulitnya
Telapak tangan gue mendadak gemetaran di saat ibu calon mertua akan memakaikan cincin. Gue pun tersenyum menatap cincin yang kini sudah melingkar begitu cantik di jari manis gue. Dan, kini giliran mama untuk memakaikan cincin ke arah jari manis Ryan.Selesai dengan acara tukar cincin, kini pembawa acara melanjutkan acara yaitu ramah tamah dan perkenalan antar anggota keluarga inti dan saudara-saudara agar bisa saling mengenal satu sama lain.Kini giliran gue yang tengah dikenalkan Ryan ke arah anggota keluarganya.“Ini Abang Surya kakak kandungku sama istrinya Cantika dan mereka akan menjadi kakak kamu juga nanti, itu Chaca sepupuku dan disampingnya itu Tante Tiwi mamanya Chaca, masih banyak lagi cuma mereka nggak bisa hadir sama kondisi yang jauh di kampung,” kata Ryan.Gue mengangguk paham. Dan kini giliran gue yang akan memperkenalkan Ryan ke anggota keluarga gue.“Ini Mama Papaku kamu udah kenal, dan yang duduk di sana t
Selesai acara lamaran dengan memberikan balasan seserahan kepada keluarga Ryan berupa makanan, buah-buahan serta kebutuhan calon mempelai laki-laki, Kini gue lagi tiduran sambil cerita-cerita sama Winda yang memang sengaja menemani sambil membahas konsep acara pernikahan yang akan diadakan dua bulanan lagi.“Gue pengin sewa gedung RT aja deh, tapi Ryan pengin di ballroom hotel. Menurut lo gimana, Win?”“Yaudah turutin aja kemauan dia selagi ada modal sih.”“Sayang Win buang-buang duit buat pesta sehari doang. Gue merasa kaum biasa aja jadi agak peritungan nih, kalau sultan mah terserah di mana tempatnya gue jabanin deh.”“Kan yang bayar Ryan, Ki, ngapain sih lo pusing-pusing amat.”“Nah justru itu gue nggak enak lha, masa yang nikah berdua yang biayain dia semua sih. Gue penginnya bareng-bareng gitu, Win.”“Yaudah lo entar ngomong aja sama dia. Mau jalan kan lo nanti? Ja
Makan kali ini benar-benar beda menurut gue. Ryan lebih banyak diam setelah gue tanya tentang cinta pertamanya itu. Ada apa sih emangnya? Gue padahal mau kenal baik-baik tapi Ryan suruh kenalannya habis nikah aja. Bawaan gue penginnya suuzon ke dia tapi nggak ada bukti apa-apa. Tanya Kak Doni pun dia jawab nggak tahu kabarnya setelah lulusan SMA waktu itu. Jadi yang benar-benar tahu kondisi Rena hanya Ryan aja. Kata Kak Doni juga si Rezvan suami Nasya juga nggak tahu kabar Rena. Ih, kok bawaan gue curiga mulu begini sih.“Jangan mikir yang macam-macam,” kata Ryan seolah-olah tahu isi pikiran gue.“Enggak.”Tak mau memperpanjang masalah akhirnya gue mencoba berbaik sangka sama dia. Gue mencoba percaya sama Ryan.Selesai makan, Ryan langsung ngantar gue pulang dan katanya dia mau kumpul sama teman-temannya di kelab malam. Pengin banget ngelarang tapi gue takut nanti Ryan nggak terima atau marah. Mungkin pelan-pelan aja nanti, ngubah
Pondok Labu, Jakarta.Setelah habis dari percetakan undangan tadi, kini giliran gue buat istirahat karena jujur aja tubuh gue merasa capek banget yang benar-benar capek.Bahkan saking capeknya gue sampai meminta tolong mama buat pijetin kaki barusan. Dan sekarang pun sudah pukul dua belas malam tapi mata gue belum mau terpejam juga. Padahal udah capek tapi susah tidur gini gitu, kalian pernah merasakan hal seperti ini nggak sih? Capek tapi nggak bisa tidur.Gue pun mengambil hape yang tergeletak di atas nakas. Gue duduk sambil bengong seperti orang bingung. Dan, akhirnya pun gue hubungi Ryan.Tut. Tut. Tut.Gue pun menunggu panggilan teleponnya diangkat sambil menggigit bibir bawah. Dalam deringan ke tiga panggilan gue pun diangkat dan dijawab dengan suara serak orang khas bangun tidur.“Halo.”“Kamu udah tidur?”“Hmm, capek banget dari kemarin nggak tidur.”“Maaf ganggu tidur ka
Ballroom Hotel Poin Square, Jakarta.Keluarga gue sama keluarga Ryan sepakat buat melakukan acara akad nikah pagi hari dan dilanjut dengan resepsi pukul sebelas siang.Saat ini gue seperti pada pengantin umumnya, gue lagi dimake-up secantik mungkin supaya orang-orang bisa pangling lihat wajah gue nanti.Demi apapun rasanya benar-benar gemeteran apalagi dua jam kedepan acara akad akan segera dimulai. Mana hampir dua bulan gue sama Ryan nggak ketemu sama sekali. Baru akan ketemu entar pas di depan penghulu pula. Kita berdua hanya mengandalkan hape sebagai kekuatan hubungan di saat LDR dan dilarang ketemu seminggu sebelum nikah. Katanya sih pingit gitu. Gue sendiri hanya nurut-nurut aja apa kata orang tua.“Win, keluarga pihak cowok udah turun ke ballroom?”“Udah, mereka lagi dimake-up semua.”Lega rasanya karena pihak keluarga Ryan udah datang dan lagi dimake-up. Gue dan keluarga pun semalam nginap di hotel supaya
Kiki dan Ryan tengah berganti pakaian untuk melakukan serangkaian prosesi adat Jawa setelah ini. Mereka berdua pun masih tampak malu-malu namun itu berlaku bagi Kiki aja. Ryan sendiri selalu menatap Kiki yang saat ini statusnya sah menjadi istrinya.“Hadap sini dulu, Mas,” kata sang tata rias.Kiki yang mendengar Ryan ditegur seperti itu langsung terkekeh geli. Ia pun langsung pura-pura tak melihat saat Ryan memberikan isyarat melalui cermin besar di depannya itu.Melihat tatapan Ryan pun, dalam hati Kiki tahu apa yang tengah dipikirkan oleh laki-lakinya itu. Sudah pasti membahas yang tak jauh-jauh dari adegan dewasa.“Selesai,” kata tata rias yang memegang Ryan.Kiki pun masih dimake-up kembali karena tadi sedikit berantakan akibat adegan nangis yang tak disengaja. Padahal Kiki sudah mewanti-wanti dirinya sendiri untuk menahan air mata tapi tetap saja nggak bisa.“Cantik banget istriku,” puji Ryan.
Keduanya kini merasakan panas di sekujur tubuh. Terlebih Kiki yang memang sedang naik-naiknya rasa hasrat itu di tubuhnya.Disaat tangan Kiki sudah akan membuka ritsleting celana milik Priyo, dengan cepat pula Priyo menahannya. Kewarasan yang hampir saja hilang tiba-tiba kembali menyadarkan dirinya.“Astagfirullahaladzim,” katanya mencoba menyadarkan diri. Dengan cepat pula Priyo langsung menahan tubuh Kiki yang terus menyerang dirinya. “Ki, sadar,” tambahnya sambil menepuk pipi milik Kiki pelan.Priyo benar-benar tak menduga kalau sahabatnya akan seganas ini ternyata. Sekuat tenaga ia menahan Kiki dan terus menolak meski rasa ingin memasuki dan merasakan itu ada.Masih dengan posisi Kiki duduk di pangkuannya, Priyo langsung merogoh saku celananya yang terdapat ponsel dirinya.Dan, untungnya ia pernah menyimpan nomor Ryan sewaktu apartemennya digerebek di saat mereka berdua mendapat masalah. Dengan cepat pula Priyo lan
Tak terasa gibah squad kini sudah duduk hampir empat jam sendiri di La Moda Jakarta. Bahkan mereka semua sudah kenyang makan ditambah ngobrol ngalor ngidul dan lebih parahnya mereka memesan wine. Joko yang anak bawang pun hanya bisa melihat kelakuan orang-orang dewasa di sekitarnya.“Eh, gue kalau belum kawin bakalan pepet para bos dah,” ceplos Sila.“Kayak laku aja lo,” sahut Rinto.“Remehin lo. Gini-gini gue jago goyang di ranjang tahu.”“Hissst … urusan ranjang lo bawa-bawa, Mbak,” cela Kiki.“Iyahlah, para laki-laki itu paling suka perempuan jago ranjang. Iyakan Priyo?” todong Sila ke arah Priyo dengan pertanyaan yang membuatnya menelan ludah susah payah.“Apaan sih, Mbak, gue kan belum pernah rasain,” jawabnya gugup.“Masa?” Sila menatap Priyo sambil tersenyum. Ia pun tertawa dan mengambil gelas yang berisi wine.Kondisi Sila y
Suami mana yang tak takut kalau istrinya bekerja dengan laki-laki single dan berduit. Oke. Kalau saingan hanya si Priyo yang sama-sama pekerja, tapi ini kedudukannya boss besar sekaligus pemilik perusahaan. Perempuan mana yang akan menolak jika harta, tahta sudah bertindak? Bukan berarti Ryan tidak mempercayai istrinya, tapi rasa takut itu benar-benar muncul begitu saja. Tak memungkiri juga jika istrinya itu benar-benar cantik dan lebih sialnya memiliki body yang perfek. Menonjol dibagian yang semestinya. Dobel sial!“Aku percaya sayang, tapi aku takut.”“Kamu takut tandanya nggak percaya dong.”Melihat istrinya yang langsung badmood membuat Ryan pun mengalah. Ia menghela napas kasar sambil berpikir ke depan akan seperti apa.“Ya udah kamu gapapa bekerja di Ansell.”“Lagian kan belum tentu diterima juga. Orang baru ngirim CV. Pasti saingan banyak dan usia jauh lebih muda-muda.”“Ya mudah-
Selesai membahas masalah kerjaan dengan Wawan, kini Kiki tengah bersiap-siap menuju ke salah satu mall. Lebih tepatnya Grand Indonesia karena akan ketemu Ryan untuk makan siang bersama dan sorenya akan ada acara bersama gibah squad yang akan mengadakan pesta pemecatan. Grup sinting memang. Sepertinya kalau nggak sinting bukan gibah squad namanya.Selesai menggunakan make up dan pakaian sedikit rapi, Kiki keluar kamar dan langsung menatap ke arah Wawan yang masih duduk di sofa menunggunya dengan wajah begitu kesal.“Yuk,” ajak Kiki.“Naik ojek aja.”“Nggak. Anterin gue sampai depan pintu mall GI.”“Ya ampun, gue bayarin deh ojeknya.”“No no no. Lo udah makan mi instan sampai dua mangkok juga, gue sampai ngalah buat nggak makan lho.”‘Anjer, mi melar begitu masih aja diungkit sama si Kiki,’ batin Wawan.“Iya oke deh gue anter sampai restoran juga entar.
Merasa terkejut dengan orang yang tak dikenalnya membuat Kiki menampar dengan secepat kilat. Bahkan orang itu mengaduh kesakitan yang membuat Kiki melongo.“Wawan! Ngapain lo pakai rambut palsu gitu.” Kiki mengomel saat melihat orang didepannya tengah melepas rambut palsu gondrong yang dipakainya dan kaca mata hitam yang berhasil menutupi mata yang tampak merah itu.“Gue numpang ngumpet.”“Apaan, enggak!”“Pelit banget lo.”Kiki langsung menghadang Wawan di depan pintu dengan satu tangan yang direntangkan ke arah tembok apartemen.Wawan sendiri hanya berdecak kesal sambil menatap ke bawah dan tersenyum jahil. “Whoa gede banget.”“Apanya yang besar woy!”Wawan pun langsung nyelonong masuk saat melihat Kiki tengah lengah. Kiki melihat itu langsung merasa murka dan berteriak kencang yang mambuat Wawan menutup kedua telinganya dengan telapak tangan.&ldq
Faktanya ingin puasa dua bulan semua itu hanya ucapan belaka untuk Kiki. Justru hari ini bahkan sejak semalam gelora panas yang lebih mendominasi keluar dari seorang Shakira Intan Ayu dibanding Ryan Anggara. Sosok Ryan hanya sebagai pemancing dan pemanas saja untuk diawal dan selanjutnya yang memimpin kegiatan panas itu Kiki sendiri.Merasa pintar memancing istrinya membuat Ryan selalu tersenyum begitu bangga di saat suara lenguhan keduanya keluar hingga keduanya mencapai ketitik pelepasan.Kiki yang awalnya bingung melakukan di dapur justru kini ia langsung bisa mengusai dan beradaptasi dengan cepat.Selesai melakukan kegiatan panas mereka memilih beres-beres rumah bersama dan istirahat sebentar kemudian pergi kembali ke apartemen.“Mas, cariin kerjaan pokoknya.”“Iya besok senin.”“Nggak mau. Pokoknya sekarang biar senin aku kirim email buat ngelamar.”Kiki terus berbicara soal lamaran kerja. Bahk
Kiki langsung membekap mulutnya sendiri kala merasa suaranya memang sudah begitu sangat berisik. Ryan sendiri hanya tersenyum penuh kemenangan karena istrinya sudah pasrah dilucuti pakaian oleh dirinya satu persatu. Pertahanan untuk memberikan Ryan pelajaran gagal sudah karena Kiki sendiri pun tak bisa menahan hawa panas dan rangsangan dari suaminya itu.Tak ingin menyia-nyikan kesempatan pun membuat Ryan langsung mengeksplor area sensitive istrinya dan memberikan tanda serta kenikmatan yang luar biasa.Merasa tak kuasa menahan kenikmatan membuat Kiki terus bergelinjang dan menarik kepala suaminya untuk bisa ia kecup hingga akhirnya pun melakukan kissing yang begitu panas yang membuat Kiki benar-benar terbuai.“Sialan!”Ryan terkekeh saat mendengar istrinya mengumpat untuk pertama kali saat mereka bercinta seperti ini. Terlebih birahi sang istri seperti tengah benar-benar keluar. Bahkan kedua tangan Kiki membantu kepala Ryan agar lebih terbena
Merasa tahu kalau istrinya mulai tak nyaman dan takut saat melihat Abangnya membuat Ryan pun kembali membalas genggaman tangan Kiki dengan begitu erat sebagai tanda kalau dia akan baik-baik aja selama dia berada di sampingnya.Kepala Ryan menoleh dan memberikan senyuman tipis kepada istrinya untuk sedikit santai saat akan memasuki rumah orang tuanya.“Mas.”“Gapapa sayang, kamu bakalan aman ada aku di sini.”Ryan pun merasakan kalau istrinya mulai mempercayakan dengan mulai ikut melangkah masuk untuk bertemu Mama Nina.“Halo sayang,” sapa Nina langsung cipika cipiki kepada putra dan menantunya itu. “Mama kira kalian berdua nggak jadi nginep di sini.”“Jadi dong, Ma, soalnya weekend depan kita berdua mau ke Bandung.”“Ke Bandung?” kening Nina mengerut sebagai tanda kalau ia ingin tahu mereka ke sana untuk apa.“Iya ada urusan.”“Oh &
Setelah dari kantor, yang dilakukan oleh Kiki hanya tiduran sambil menangis saja sampai malam. Bahkan ia lupa makan, dan mandi. Bagi Kiki sendiri ini ujian terberat karena akan menjadi pengangguran yang kerjanya bakalan plonga plongo.Tak lama telinga Kiki menangkap suara pintu yang terbuka. Ia tahu kalau yang masuk ke kamar itu suaminya. Tak usah menoleh juga aroma tubuhnya sudah ketara.“Malam sayang, tumben udah tiduran jam segini.”Kiki diam.Melihat reaksi istrinya yang diam membuat Ryan langsung berjalan mendekat ke ranjang dan memeluk istrinya dengan gemas. Bahkan ia juga langsung mendusel-dusel ke leher jenjang istrinya.“Ih awas ah jangan pegang-pegang.”“Kenapa, hm?”“Nggak usah tanya.”“Jutek banget jawabnya.”“Lagian nyebelin sih.”“Nyebelin gimana sayang?”“Kamu tuh tadi pura-pura sinyal ilang kan? Sejak k