Bagian 134Kecurigaan Maira keluar dari kamar mandi. Ia mengeringkan rambutnya yang kini dipotong pendek hanya sampai sebahu saja. Katanya supaya lebih mudah beraktifitas. Hari ini pendidikannya telah selesai, dan siang nanti adalah upacara kelulusannya. Dari 200 polisi laki-laki yang mendaftar, 10 di antaranya mundur karena alasan yang tidak disebutkan. Dari 20 polisi wanita yang ada semuanya lulus. Kemampuan yang tidak terlalu berbeda jauh, hanya beban kerja saja yang akan berbeda diberikan nanti. Baik Maira atau 19 polisi wanita lainnya nanti diperbolehkan mengambil keputusan masing-masing selama menyangkut keselamatan kaum muslimin. Yang tidak diperbolehkan sebagai wanita hanya menjadi khalifah saja atau pemimpin yang paling utama. Selain daripada itu boleh asal bisa mengabaikan perasaan dan mengikuti syariat. Maira menjadi sorotan di antara 19 polisi wanita lainnya. Bukan karena dia anak seorang kapten, yang lebih tinggi pangkatnya dari Ali juga banyak. Melainkan karena dahulu
Bagian 135 Salah Sendiri Naima meminta Sultan untuk mengantarkannya ke satu tempat. Awalnya ia menyebutkan memang ke rumah sakit. Namun, ada kebohongan. Wanita itu mengatakan akan mengunjungi temannya yang sedang sakit. Pada akhirnya ia menuju dokter kandungan setelah membuat janji temu bersama Dokter Caniya—sahabat bibinya. Kalau tidak berbohong, Sultan tak akan mau untuk pergi ke sana. Sementara pemeriksaan harus dilakukan agar ada kejelasan, siapa di antara keduanya yang bermasalah, dan bisa segera dicari solusinya. “Jangan coba-coba pergi dari sini. Kalau tidak aku menjerit seperti orang gila. Malulah kau tujuh hari tujuh malam tak berani bekerja karena perangaiku,” ucap Naima ketika Sultan mencoba untuk kabur. Heran wanita tersebut, seharusnya dialah yang paling takut periksa bukan suaminya, sebab jelas sekali lelaki itu mampu memberikan Halimah tiga orang anak. “Seharusnya kau mengatakan ini dan meminta izin padaku dulu,” jawab Sultan tak bisa bergerak sebab ancaman istrinya
Bagian 136 Yang Dinanti Usia kehamilan Naima sudah memasuki bulan ketujuh. Rasa waswas di hati Sultan semakin menjadi. Teringat ia dengan Halimah—saat di usia yang sama tewas meninggalkan dirinya sendirian. Salah satu penyebabnya karena pengakuan mengejutkan dari Naima, dan kini wanita itu menjadi istrinya. Sungguh pola yang sangat rumit yang ia pelajari. Lelaki itu berdiri cepat ketika melihat istrinya memegang pisau. Ia jadi seperti memiliki phobia terbaru, mulai dari usia awal kehamilan sampai sekarang, dan entah kapan akan berakhir. Padahal kondisi tubuh Naima baik-baik saja, hanya mual dan muntah, selebihnya wanita berambut kemerahan itu masih kuat dibandingkan Halimah dulu. “Biar aku saja yang memotong dagingnya.” Sultan meraih pisau di tangan istrinya. “Eh, aku ini hamil bukan mau mati. Tak boleh pegang ini itu. Bosan aku lama-lama dilarang.” “Sudah, duduk saja. Jangan membantah. Semua demi kebaikanmu.” Penjinak bom itu mulai merajang semua yang sudah disusun Naima di ata
Bagian 137 Dua NyonyaMaira membawa paket makanan di mobil polisi yang ia kendarai. Paket tersebut berasal dari Naima dan Sultan yang mengaqiqahkan putra mereka yang diberi nama M. Rizki Solahudin. Tidak ada acara di rumah sepasang suami istri itu. Memang demikian tradisi di Syam, lebih baik dibagikan langsung untuk orang yang membutuhkan. Paket makanan akan diantarkan ke rumah orang yang agak kurang mampu. Wilayah tempat Maira dan Naima tinggal gubernurnya berlaku adil dan berusaha sebisa mungkin menekan angka kemiskinan. Namun, baru setengah paket itu dibagikan Maira dan Ola sudah kehabisan daftar orang yang harus diberikan. Sementara untuk ia dan teman-temannya juga sudah makan duluan. “Kasih paket ini ke mana lagi, ya?” Maira menyeka keringatnya yang mengalir. Musim panas matahari serasa sejengkal di atas kepala. Orang-orang lebih banyak minum daripada makan. “Kita bagi-bagi saja dengan orang yang lewat. Sayang daripada mubazir,” jawab Ola, gadis dengan hidung mancung dan wajah
Bagian 138 Tugas SendirianPagi hari sekali, Maira telah berada di rumah gubernur wilayahnya. Ada sedikit urusan yang harus dibahas. Seharusnya, ia mengadu pada atasannya. Namun, ia benar-benar buntu sebab instansi tempatnya bekerja seperti memiliki akar yang menjerat mereka. Sudah ia cari tetapi belum berjumpa. Mungkin saja karena yang menyembunyikan masalah merupakan orang yang lebih pintar daripada Maira. Tentu saja gadis bermata biru itu juga tak semua masalah bisa ia genggam. “Asslammualaikum, Nyonya Faizah. Bolehkan aku bertemu dengan Gubernur (untuk selanjutnya akan disebut Amir). Ada urusan yang harus aku selesaikan.” Maira menyapa wanita yang membuka pagar dengan tangannya sendiri. Betapa hidup pemimpin di kota tempat gadis itu tinggal sangat sederhana. Berbanding jauh dengan amir wilayah tetangga. “Wa’alaikumussalam. Engkau Maira, kan, ya?” Faizah mengenali gadis itu dari warna matanya. Ditambah name tag yang dipasang pada jilbab. “Benar, Nyonya. Apa aku mengganggu datan
Bagian 139 Bermain Hati“Humaira. Seharusnya nama itu mencerminkan nama perempuan yang kulitnya putih dan pipinya bersemu kemerahan, atau pemalu dan tak suka ikut campur urusan laki-laki. Tapi Humaira yang satu ini berbeda.” Asad—selaku Amir di kota tetangga memejamkan mata ketika tahu ada seorang gadis kecil yang mulai mencoba mengintervensi kotanya. “Panggilannya Maira. Dia gadis yang cukup keras kepala, kepala batu, atau sejenisnya. Aku sendiri yang mengajukan pertanyaan untuknya. Aku pernah menangani kasus pembunuhan pertamanya. Dia tangguh, sayangnya dia hanya sendirian, terutama lagi dia perempuan, ruang geraknya sangat terbatas.” Harun menyayangkan ternyata Maira yang dimintakan bantuan untuk memamerkan kebaikan berkedok paket makanan beberepa waktu lalu. Satu saja ditemukan keanehan, gadis itu tak ragu untuk maju. Beruntungnya, Maira tak punya banyak teman.“Ada saran untuk menaklukkannya?” tanya Asad kakak kandung Harun. Usianya sudah memasuki angka 60 tahun. Lebih tua dar
Bagian 140 Sihir Pemikat Hati Azimah, gadis pendendam adik Reihan, tak pernah senang melihat kebahagiaan Naima dan Sultan yang baru saja dikaruniai seorang putra. Bagaimana dengan nasib kakaknya yang terkubur kedinginan? Sedangkan mereka berdekap hangat selalu setiap malam. Gadis yang merasa kehilangan kasih sayang kakaknya tersebut begitu mudah dibisiki oleh iblis. Hingga pada suatu malam ia memutuskan untuk melakukan sesuatu pada sepasang suami istri itu. Azimah mendatangi ahli nujum, letaknya sangat jauh berjam-jam lamanya dari dari tempat tinggal gadis tersebut. Namun, tak mengapa asal orang yang ia benci tercerai berai bahkan saling membenci sampai mati. “Pisahkan mereka!” Tak ada salam terucap di rumah dukun itu. Ya, lelaki yang gigi depannya telah hancur tersebut tinggal menyendiri di antara rumah kumuh lainnya. Sengaja ia di sana agar petugas kesulitan mengenalinya. Bukankah orang miskin enggan didekati. Padahal emasnya sangatlah banyak. Tentu saja hasil menjual jasa dari o
Bagian 141 Salah Paham Maira mengganti baju berwarna biru tuanya dengan abaya dan jibab biasa di dalam kamar mandi masjid. Semua perlengkapan masih ia bawa ke dalam tas. Pistol laras pendek yang selalu ada di dalam saku, tali, borgol dan benda-benda penting lainnya. Berjalan cepat gadis bermata biru itu agar bisa menyamakan langkah mengikuti Azimah. Gerak-gerik adik Reihan terlihat mencurigakan. Maira jadi bersembunyi setiap sebentar agar tak ketahuan. Perjalanan Azimah sangat jauh berjam-jam lamanya menggunakan kereta cepat. Maira mengirim pesan pada orang di rumahnya, ia sedang ada lembur dan terlambat pulang. Empat jam kemudian baru Azimah turun di pemberhentian terakhir. Wilayah di mana perbatasan negeri Syam yang banyak sekali orang miskinnya. Belum sempat tersentuh bantuan karena sebagian tentara juga dikirim perang ke Balrus yang belum juga ada penyelesaikan sampai sekarang. Penampilan Maira dengan abaya licin itu terlihat berbeda. Sedangkan Azimah menggunakan gamis lusuh a