"Gimana Le, kamu berhasil meminang gadis yang katamu sangat cantik itu??" tanya Nek Rahayu, nenek dari Abdul, yang telah merawat pemuda itu, semenjak masih bayi, karena kedua orangtuanya yang telah meninggal.
Abdul hanya tertawa kecil, dengan pertanyaan neneknya itu."Kok malah ngguyu!!" sang nenek yang tengah membuat sulaman di tangan nya, tampak kesal."Benar ternyata, apa yang Nenek katakan waktu itu" ucap Abdul, kemudian duduk di sisi sang Nenek."Kecantikan perempuan, ternyata tidak menjamin kecantikan hatinya" ucap Abdul."Yo wes, mungkin dia memang bukan jodohmu Le, masih banyak di luaran sana, gadis yang cantik luar dalamnya" ucap Nek Rahayu mengusap kepala cucu kesayangan dan satu-satunya itu."Oh iya, tadi Tedjo kesini, katanya cabang bakso kamu yang di dekat kecamatan, mau di lebarkan. Soalnya para pembeli kadang sampai tidak kebagian tempat duduk" ucap wanita yang sudah terlihat sangat sepuh itu, menoleh ke atah sang cucu."Ooh, iya nanti biar Abdul kesana saja Nek, sekalian mau cari lokasi, untuk cabang bakso yang ke berapa yaa, kok Abdul jadi lupa" Abdul tampak menggaruk kepalanya, sambil nyengir.."Oalah Le, belum tua kok sudah pelupa. Nenek saja masih ingat, bukannya 2 bulan lalu, kamu baru buka cabang yang ke 10 di kota sebelah?" ucap sang Nenek, mengingatkan."Ooh iya!! Masya Allah, Nenekku ini, walaupun sudah sepuh, tapi daya ingatnya kok masih topcer!" puji Abdul, membuat sang Nenek tergelak. "Kamu pengen tahu rahasianya Le?" tanya sang Nenek , masih tetap sibuk membuat sulaman, untuk taplak meja.Abdul segera mengangguk, meskipun hal itu sudah berulang kali ia dengar."Yang rajin baca Alquran, setiap hari di sempatkan, walaupun cuma selembar dua lembar...Selain gak bikin cepet pikun, yang jelas kita juga mendapatkan ketenangan batin, yang akan membuat kita selalu bersyukur dan bahagia" nasihat sang Nenek."Nggih Nek, pasti Abdul akan selalu lakukan nasihat Nenek" jawabnya tersenyum."Yo wes, kamu makan dulu sana, tadi Mbak Sum, bikinin kamu sayur lodeh gori (nangka muda) plus sambel terasine" perintah Neneknya itu.Mendengar itu, tak terasa liur Abdul serasa terkumpul semua di mulutnya, sehingga membuatnya menelan ludah karenanya."Ya sudah, Abdul makan dulu, Nenek sudah makan? " tanya Abdul."Yo sudah to Le, Nenekmu ini gak kanti di suruh, kalau urusan makan" jawabnya terkekeh, memamerkan gigi gigi nya yang sedikit kemerahan, karena hobi makan daun sirih dan pinang.Abdul sungguh merasa beruntung, karena memiliki Nenek, yang sangat menyayanginya.Neneknya memang orang kaya di desa itu. Dia mempunyai banyak sawah, dan juga kebun, yang di kerjakan oleh warga, dengan sistem bagi hasil..Namun sang Nenek tidak sembarangan, memasrahkan dan mengajak kerja sama orang, mengingat sawahnya yang lebar-lebar, dan luas..Nek Rahayu hanya akan mengajak orang yang benar-benar membutuhkan.Sekalian bantu perekonomian katanya, dan Alhamdulillah, dengan sistemnya itu, Nek Rahayu bisa banyak membantu warga yang membutuhkan.Jika orang yang dia bantu sudah cukup mapan, dan berhasil mempunyai sawah sendiri, maka Nek Rahayu akan mengalihkan sawahnya kepada orang lain lagi, yang tentunya lebih membutuhkan.Seperti itu terus, sehingga warga menjuluki sawah Nek Rahayu, sebagai sawah barokah.Sedangkan Abdul, begitu selesai kuliah di kota, dia sama sekali tidak tertarik untuk bekerja di perkantoran, ataupun bertani.Abdul malah membuka sebuah warung bakso di dekat rumahnya, setelah berhasil meraih gelar sarjana...Awalnya, banyak warga yang merasa heran, dan juga menyayangkan, karena Abdul hanya berjualan bakso, padahal seorang sarjana. Tapi tidak dengan sang Nenek, dia biarkan saja cucunya itu, melakoni karirnya sebagai pedagang bakso. Setelah berjalan beberapa bulan, banyak orang yang ingin bekerjasama, dengan mengambil bakso dari cucunya itu.Baksonya yang terkenal enak, dengan harga yang bersahabat, membuat warga banyak yang berminat, untuk ikut berjualan dengan gerobak, dan menjajakannya.Hingga saat ini, Abdul telah memiliki 20 gerobak, yang setiap hari nya mengambil baksonya, dan menjajakannya secara keliling.Kemudian baru tiga tahun ini, dia merintis warung-warung bakso, hingga memiliki 10 cabang.Tak ada lagi warga yang menyayangkan keputusannya berjualan bakso. Karena ternyata, usaha baksonya, membawa berkah, untuk warga sekitarnya.BersambungHari terus berlalu, karena kesibukannya mengurus usaha baksonya, Abdul sudah lupa tentang rencananya untuk segera mencari istri.Apalagi saat ini dia sedang fokus dengan anak cabang baksonya, yang baru buka.Ditempat lain, Mayang tampak tengah sibuk, mempersiapkan dirinya, yang hendak kuliah, di sebuah Universitas ternama, yang ada di kota."Ingat Nduk, kamu harus bisa menjaga diri kamu, jangan mau dekat-dekat dengan yang namanya laki-laki, apalagi kalau miskin" nasihat bu Retno, mewanti-wanti putrinya.."Kamu tahu ndak, itu si Dini, anaknya juragan beras yang tinggal di dekat kecamatan, dia itu sekarang sudah berhenti kuliah nya" ucap bu Retno. "Lah, kenapa to bu? bukannya si Dini itu belum selesai ya, kuliah nya?" tanya Mayang tampak heran."Ya gimana mau lanjut, wong dia itu sekarang lagi ngidam!" jawab bu Retno tampak semangat menceritakan aib anak saingannya."Masa sih bu?" tanya Mayang, tampak terkejut.. "La yo bener to, berita ini sudah bukan rahasia lagi!! makanya kamu sibuk
Fitri di antar oleh gurunya, untuk melengkapi berkas-berkas pendaftarannya, sekaligus mengantarkannya menuju tempat kost. Karena besok sudah mulai masuk. Bu Irene, guru Fitri yang paling peduli terhadap gadis itu, mengupayakan, agar Fitri bisa mendapatkan beasiswa..Karena dia tahu, Fitri adalah gadis yang cerdas, dan juga rajin."Tidak ada yang tertinggal to Fit, semua persyaratan yang ibu tulis, sudah kamu bawa?" tanya bu Irene, ketika melihat Fitri, pagi-pagi sudah datang ke rumahnya. "Alhamdulillah sudah bu" jawab Fitri tersenyum."Terus perlengkapan kamu gimana?" tanya bu Irene lagi, melihat ke arah tas kain, yang dibawa oleh muridnya itu."Alhamdulillah juga sudah Bu" jawabnya."Ya wes, Ibu siap-siap dulu, kamu sudah sarapan apa belum?" tanya bu Irene. "Sudah bu, tadi bareng sama ibu dirumah" jawab gadis yang mengenakan jilbab dan setelan gamisnya, yang berwarna pastel itu, tersenyum tipis. Fitri sengaja mengenakan gamis terbaik yang ia miliki saat ini.Supaya terlihat panta
"Mas Bos, besok kan pembukaan cabang bakso yang di dekat kampus, apa masih ada lagi yang kurang? biar segera saya kerjakan sekarang" ucap Rudi, salah satu orang kepercayaan Abdul."Hmm, bagaimana kalau nanti kita cek lagi saja kesana?" ujar Abdul, yang memang tengah membuka cabang bakso nya yang entah ke berapa, di dekat kampus tempat Fitri akan berkuliah."Kita juga butuh tambahan pekerja Mas" ucap Rudi lagi."Kamu jangan tambahkan dulu, harus atas seizinku dulu jika ingin merekrut. Biasanya nanti banyak mahasiswa mahasiswi yang ingin kerja part time. Aku ingin memprioritaskan mereka, sambil membantu mereka yang nembutuhkan untuk berkuliah" jelas Abdul, kepada bawahannya itu.Rudi pun mengangguk-angguk mengerti. Rupanya karena alasan itulah, sehingga Abdul membeli warung makan di lokasi itu, dengan harga yang cukup tinggi. "Iya Rud, aku pernah kuliah, jadi tahu, bagaimana para mahasiswa berjuang, kuliah sambil kerja, supaya uang semester tidak terus menunggak.Walaupun mereka bisa k
Malam harinya, Fitri tak dapat tidur, karena teringat dengan sang ibu. Sebelumnya, dia tak pernah berjauhan sama sekali dari ibunya itu.Sehari sebelum berangkat, ibunya sengaja meminta ijin kepada keluarga Pak Suryo, walaupun harus menerima sumpah serapah terlebih dahulu, karena ingin membuatkan masakan spesial untuk putrinya."Kamu pengen ibu masakkan apa Nduk?" tanya Bu Siti, kepada putri satu-satunya itu. "Masakan ibu semuanya enak, Fitri jadi bingung" jawab gadis berlesung pipi itu tersenyum lebar."Yo yang kamu pengenin aja to Nduk" jawab sang ibu, terkekeh. "Emm apa ya Buk, buntil aja deh, kan banyak itu daun talasnya, di kebun belakang, sekalian sama sayur lompongnya ya Bu" ucap Fitri tampak menahan liurnya, membayangkan dua makanan itu.Buntil yang terkenal di daerah sekitar Yogyakarta, Magelang dan Semarang itu, memang merupakan makanan yang selalu bikin kangen, dan di sukai banyak orang.Terbuat dari daun talas, atau bisa juga dengan daun singkong juga daun pepaya, yang
Setelah menjalani OSPEK selama beberapa minggu lamanya, yang benar-benar menguras tenaganya, kini Fitri sudah mulai masuk, menerima materi pembelajaran.Dia sedikit terkejut, dengan metode pembelajaran, yang tak sama, seperti ketika di SMA dulu.Baru masuk satu hari, tapi tugas sudah menumpuk begitu banyak.Membuat makalah, mencari referensi dari berbagai sumber tentang makalah yang dia buat, dan masih banyak lagi..Benar kata bu Iren, ketika menjadi seorang mahasiswi, maka dia akan banyak menghabiskan waktunya di toko buku, perpustakaan, warnet, dan tempat foto kopi, untuk mengerjakan tugas.Dia nyaris tak bisa bersantai-santai, di semester awalnya ini.Apalagi jurusan yang dia ambil adalah bidang ekonomi.Benar-benar menguras pikirannya.Seperti sore itu, Fitri baru saja pulang, setelah menerima jam kuliahnya, yang molor sampai hampir maghrib. Fitri dan kawan-kawannya keluar dari kelas, dengan wajah yang sangat kusut, dan lelah."Lapar nih, tapi di luar kok hujan ya!" ujar Yeni, s
'Sepertinya aku tak asing dengan gadis tadi, tapi di mana ya?' batin Abdul, yang tadi telah memandangi seorang gadis berwajah cantik dan manis, sedang makan bakso di warungnya.Ingin sekali menyapanya, tapi Abdul takut salah orang. Setelah menjalani OSPEK selama beberapa minggu lamanya, yang benar-benar menguras tenaganya, kini Fitri sudah mulai masuk, menerima materi pembelajaran.Dia sedikit terkejut, dengan metode pembelajaran, yang tak sama, seperti ketika di SMA dulu.Baru masuk satu hari, tapi tugas sudah menumpuk begitu banyak.Membuat makalah, mencari referensi dari berbagai sumber tentang makalah yang dia buat, dan masih banyak lagi..Benar kata bu Iren, ketika menjadi seorang mahasiswi, maka dia akan banyak menghabiskan waktunya di toko buku, perpustakaan, warnet, dan tempat foto kopi, untuk mengerjakan tugas.Dia nyaris tak bisa bersantai-santai, di semester awalnya ini.Apalagi jurusan yang dia ambil adalah bidang ekonomi.Benar-benar menguras pikirannya.Seperti sore itu,
"Pakne, ayok anake gek di indangi Pak!!( ayo anaknya di jenguk)" ajak Bu Retno kepada suaminya pagi itu."Alah-alahh Bune, lagi ae rung ndino sing indang, kok wes arep ngindangi maneh ki lo?? (baru juga dua hari yang jenguk, kok sudah mau jenguk lagi)" seru Pak Suryo tampak kesal."Aku wes kangen Pak, pokoke hari ini kita jenguk Mayang!!" ujar Bu Retno, tak mau tahu."Yo wes, aku tak nelpon Pardi disek yo, buat nganterin kita, sekalian sewa mobile" jawab Pak Suryo, kemudian menelepon Pardi, salah satu penyewa mobil di desa itu."Ya, aku tak ngongkon Siti(nyuruh Siti), buat masakin gurami senengane(kesukaan) Mayang" bu Retno segera bergegas ke dapur, memanggil Siti."Ndoro, saya mbok di ajak ke kota, nanti sekalian jenguk Fitri, Ndoro" ucap Bu Siti, dengan wajah memelas. Sudah hampir 5 bulan lamanya, Fitri berkuliah, tapi masih belum bisa pulang, karena tugas yang menumpuk.Lagipula Bu Siti juga tidak mengizinkan putrinya itu, untuk sering-sering pulang. "Eman ongkose Nduk (sayang on
"Enak tenan baksone yo Bune! Aku sampek entek rong mangkok lo (habis 2 mangkuk)" ujar Pak Suryo, sambil mengelap keringatnya yang bercucuran, karena gerah, setelah menghabiskan dua mangkuk bakso. "Iyo Pak, nang omah baksone gak ono sing enak loo, rasane cebleh kabeh! (dirumah baksonya tidak ada yang enak, hambar semua)" jawab Bu Retno, yang juga sedang memulai melahap baksonya yang kedua.Mayang hanya geleng-geleng, melihat kedua orangtuanya, yang tengah menikmati bakso nya itu."Ora nambah meneh Nduk? (gak nambah lagi Nak?)" tanya bu Retno, saat melihat putrinya sudah menghabiskan baksonya. "Ndak ah Buk, wedi lemu aku (takut gemuk)" jawab Mayang, menggeleng.Pak Suryo terkekeh mendengar ucapan putrinya."Bener Nduk, ojo leme-lemu koyok Ibukmu (jangan gemuk-gemuk seperti ibumu)" tanggap pria berkumis lebat itu, melirik ke arah istrinya.Bu Retno tampak kesal dibuatnya."Terus kenapa kalo aku gemuk Pak?? Sampean terus mau kawin lagi, gitu tah??" kesal bu Retno, mendelik ke arah suami