DIKIRA MISKIN 40Kubaca sekali lagi tulisan yang ada di dalam kertas itu. Isinya tetap sama alias tidak berubah. Aku menghela napas perlahan dan mengembuskannya. Tidak ada pilihan lain, aku harus menanda tanganinya.Dengan tangan genetar tangan ini telah membubuhkan tanda tangan di atas namaku sendiri, pun dengan Mas Ajun. Tidak main-main, Yudi juga sudah melampirkan materai enam ribu di sana. Niat banget dia mengerjaiku. Yjdi tersenyum saat aku berhasil menanda tangani surat itu."Sah ya, Mbak. Jadi, jangan coba-coba untuk lari dari tanggung jawab. Ingat itu!" Yudi menunjukkan tanda tanganku di atas materai."Iya," jawabku menunduk dan tidak berani mengangkat wajahkau yang terasa berat ini."Yud, di sini kok tertulis empat puluh juta? Uang yang kamu kasih itu, kan cuma tiga puluh lima juta?" protes Mas Ajun. Aku tepuk jidat, gara-gara gugup, aku bahkan tidak menyadari kalau uang yang kuterima tidak sesuai dengan yang tertulis dalam perjanjian."Utang Mbak Wiwid sama Antika yang lima
DIKIRA MISKIN 53"Bagaimana, Mas. Saya pingin banget menggarap sawah biar ada kesibukan selain di kantor. Apalagi istri saya juga suka berkebun biar ada kegiatan," kata lelaki yang belakangan kutahu bernama Pian."Kalau hanya ingin berkebun untuk hobi mengisi waktu luang, kan bisa menanam di polybag toh, Mas. Apalagi halaman rumah ibu juga luas," jawab Mas Ajun."Iya, tetapi saya pinginnya bukan hanya sekedar hobi, namun untuk menambah penghasilan," "Silahkan diminum Mas, mumpung masih hangat," tawarku seraya menurunkan dua gelas teh dari nampan."Terima kasih, Mbak," ujarnya tersenyum seraya mengambil gelas dan lekas meminumnya."Kalau Mbak sendiri bagaimana? Boleh enggak kalau sawahnya saya sewa," tanyanya lagi."Em," ucapku serasa memainkan jari tangan. Aduh, kenapa aku malah jadi gugup? kaya seorang gadis yang dilamar pemuda saja."Saya mau menyewa dua juta setiap tahunnya. Bagaimana? Itu uang semua loh dan Mas Ajun tidak perlu memikirkan untuk mengembalikan pada saya seperti sis
DIKIRA MISKIN 42"Wiwid Anggraeni, aku talak engkau, mulai sekarang kita bukan suami istri lagi," ucap Mas Ajun dengan lantang dan tanpa beban.Lututku terasa lemas seakan tidak bertulang. Dada ini terasa sesak mendengar kata-kata yang meluncur dari mulut Mas Ajun. Ya, kata cerai adalah kata yang paling tidak diinginkan oleh pasangan suami istri manapun.Cerai memang tidak haram, tapi siapapun tidak akan pernah ada yang mau. Semua orang ingin menikah sekali seumur hidup, bahagia selamanya."Mas, kamu bercanda, kan?" tanyaku dengan tatapan menyelidik."Tidak, Wid. Sudah saatnya aku mengatakan yang sebenarnya kalau selama ini aku tidak bahagia hidup bersamamu," ucapnya seraya masuk kamar, aku mengikuti langkahnya dari belakang.Hati ini terasa sakit saat mendengar untuk pertama kalinya ia memanggil namaku tanpa embel-embel. Semenjak kami menikah tiga belas tahun yang lalu, ia selalu memanggilku 'Dek' karena itu adalah panggilan sayang, bahkan setelah kami punya anak dan anak itu sudah b
DIKIRA MISKIN 55"Dek, kamu mau, kan memaafkan aku? Aku mohon," ucap Mas Ajun dengn tetap menggenggam erat tanganku."Bu, Bapak kenapa?" tanya Rifki seraya menggoyangkan lenganku."Mas, seandainya kecelakaan ini tidak pernah terjadi, pasti kamu sudah meninggalkan kami berdua sejauh mungkin, kan? Itu artinya kamu memohon hanya saat kau butuh? Aku tidak mau," ucapku dengan sesekali mengusap air mata yang tidak mampu kutahan lagi."Aku hanya main-main, Dek. Dan tidak sungguh-sungguh ingin meninggalkan kamu dan anak kita. Aku hanya ingin memberi kamu pelajaran agar mau membantuku bekerja, tidak hanya ongkang-ongkang kaki saja. Siapa yang tidak stres coba? Tiap pulang kerja melihat istri hanya asyik berjoget ria di depan ponsel. Lihat Antika, dia mau membantu suaminya bekerja sehingga Yudi bisa sukses seperti sekarang," kata Mas Ajun."Loh, kok malah bawa-bawa Antika segala?" tanyaku dengan nada tinggi."Agar kamu bisa bercermin dari dia," kata Mas Ajun."Apa? Bercermin? Yang benar saja, m
DIKIRA MISKIN 44"Wid, tolong Embak." Mbak Ranti makin gemetar ketika Mas Pian sudah dekat dengan kami. Mbak Ranti tidak berlari lagi karena sudah ngos-ngosan dan memilih untuk bersembunyi di belakangku. Pasrah."Ada apa ini, Mbak?" tanyaku beralih pada Mbak Ranti yang meringkuk di belakangku sambil membawa seikat bokcoy yang masih segar."Ini loh, Wid. Aku kan habis metik bokcoy di sawah milikmu, eh, tiba-tiba Mas Pian datang dan neriakin aku maling. Tolong kamu kasih tahu kalau aku memetik milik adik sendiri. Jadi, tidak ada yang namanya maling di sini. Kamu sudah mengikhlaskan kalau hanya bokcoy yang sedikit ini, kan?" ucap Mbak Ranti kini berdiri, tapi masih tetap bersembunyi di belakangku."Oh, Mbak Ranti ini dari sawah dan memetik bokcoy di sawah milikku?" Aku mulai paham dengan apa yang terjadi."Iya, aku panik saat Mas Pian neriakin aku maling bahkan mengejar pakai golok, serem." Mbak Ranti bergidik ngeri."Mas, tolong jangan ikut campur urusan orang ya? Aku mengambil sayura
DIKIRA MISKIN 57"Mana uangnya, katanya kamu mau bayar utang secepatnya. Jangan sampai gara-gara si Ajun kecelakaan menjadikan alasan untuk lari dari dari tanggung jawab," kata pedagang olshop yang menjual produk kecantikan itu."Jeng ini punya otak tidak? Ini rumah sakit, kenapa malah nagih utang?" tanyaku dengan bibir mengerucut, sebal, bukannya dapat amplop malah begini."Enggak, otaknya aku tinggal di rumah," jawabnya santai dengan tangan bersedekap, bahkan ia tidak mendekat ke arah Mas Ajun yang masih terbaring di ranjang."Jeng ke sini mau nagih utang atau mau membesuk suami saya? Amplop mana amplop?" tanyaku dengan tangan menengadah ke arahnya."Amplop apa?" tanyanya dengan nada tinggi dan dahi mengernyit."Ya, amplop berisi uang, situ kan jenguk orang sakit, biasanya orang sakit akan dikasih di bawah bantal, tapi sekarang kasih aja ke aku, tidak usah taruh di bawah bantal," ucapku masih dengan tangan menengadah."Tidak ada amplop di sini. Kamu itu seharusnya ngaca! Seperti apa
DIKIRA MISKIN 58"Apa? Menukar resto dengn sawah? Ya Allah, Mbak kalau punya ide jangan terlalu pintar gitu kenapa?" tanya Yudi."Kamu setuju untuk itu?" tanyaku dengan mata berbinar bahkan sampai keluar bintang-bintang saking senangnya."Wah, kalau begitu juga mau, dong. Sawahku yang sebelah selatan itu juga saat ini sedang terbengkalai gara-gara mengurus si Fia yang enggak bisa jalan, jadi aku harus stand by di rumah terus dan tidak sempat ke sawah selama beberapa hari ini. Aku mau menukar sawahku dengan resto yang sempat aku kunjungi itu. Tempatnya luas dan nyaman, pasti omzet-nya lumayan dari pada sawah yang kupunya sekarang," ucap Mbak Ranti yang entah sejak kapan ia sudah berada di antara kami."Aku mau yang ada di jalan Anggrek itu," ucapku, meski aku sendiri belum pernah masuk ke sana dan hanya pernah lewat depannya saja."Enak saja, yang di jalan Anggrek itu aku. Kamu yang lain saja," ucap Mbak Ranti tidak mau kalah."Aku," "Aku," "Aku," "Kamu, kan Kakak?" ucapku seraya me
DIKIRA MISKIN 59Aku semakin penasaran saat melihat Mas Ajun yang terus tersenyum. Sebenarnya ide apa yang sedang muncul dalam otaknya? Semoga bukan hal konyol."Kalau begitu ayo kita pulang sekarang juga?" ucap Mas Ajun bersemangat."Sekarang?" tanyaku dengan mengernyitkan dahi."Ya, sekarang. Ide cemerlang tidak boleh ditunda, aduh." Mas Ajun meringis kesakitan saat ia bergerak."Kamu, kan baru saja selesai operasi? Pasti belum diijinkan untuk pulang? Aku tanya dokternya dulu, ya?" ucapku seraya memencet bel yang terletak di sebelah kanan tempat tidur Mas Ajun.Tidak berapa lama dokter yang kami tunggu datang setelah bel kami bunyikan. Ternyata ia belum mengizinkan Mas Ajun pulang dan meminta untuk menunggu satu atau dua minggu lagi bahkan bisa lebih tergantung kondisi pasien. Baru bisa pulang."Sebaiknya kamu pulang dulu dan coba cari pembeli," ucap Mas Ajun setelah dokter pergi lagi, ia terlihat kecewa karena tidak diperbolehkan pulang. Namun, apa boleh buat, ini demi kebaikannya
DIKIRA MISKIN 87Kami hanya terdiam mendengar permintaan sang keponakan yang sudah beranjak remaja itu. Rifki masih saja menggoyangkan lengan Mas Yudi dan berharap agar ia mau menuruti permintaannya mengizinkan papanya ikut tinggal dengan kami.Tiba-tiba terdengar suara tepuk tangan yang cukup keras dari arah belakang. Kami menoleh serempak."Hebat, kamu, Mas?" kata Elvira dengan masih bertepuk tangan dan berjalan mengitari Mas Ajun."Pak Atmaja?" Mas Ajun pucat pasi saat melihat kedatangan mantan istri dan mertuanya serta Mas Fikar."Pintar sekali kamu mengarang cerita dan memutar balikkan fakta. Kamu layak untuk menjadi aktor yang pandai berakting dan bersandiwara di depan kamera, ck ck ck," ucap Elvira tersenyum sinis."Ada apa ini? Kenapa kalian datang ke sini beramai-ramai?" tanya Mbak Ranti."Kami mendengar kabar kalau Wiwid meninggal. Ya, meski aku benci dengannya, tapi bagaimanapun juga ia adalah calon dari bagian keluarga kami. Saat Mas Fikar menikah dengan Mbak Ranti, otoma
DIKIRA MISKIN 86Aku terpaku di samping jenazah Mbak Wiwid. Lidahku terasa kelu, tidak mampu berkata lagi.Masih teringat dengan jelas saat Mbak Wiwid bilang kalau saat kami datang menjenguknya, ia sudah tidak bernyawa. Sekarang ucapannya itu menjadi nyata. Apakah ini yang disebut dengan ucapan adalah do'a?Semoga Mbak Wiwid sudah bertaubat saat meninggal. Meski banyak harapan yang belum terwujud.Aku ngeri saat melihat wajah Mbak Wiwid yang sudah pucat karena memang nyawa sudah lepas dari raganya. Itu artinya darahnya sudah berhenti mengalir, jantung sudah tidak berdetak dan organ tubuh sudah tidak berfungsi sebagaimana mestinya."Wiwid. Kenapa kamu pergi secepat ini? Mbak sayang kamu, Wid," seru Mbak Ranti sambil memeluk Mbak Ranti yang matanya sudah tertutup rapat."Sabar, Mbak. Ikhlaskan kepergian Mbak Wiwid." Aku mengusap pundak Mbak Ranti dengan lembut.Kami kembali terdiam, larut dakam pikiran masing-masing. Bagaimana dengan ibu? Ibu pasti shock jika mengetahui kenyataan ini, p
DIKIRA MISKIN 85"Bagaimana, Yud? Apakah kamu berhasil menemui Ajun dan mengancamnya?" tanya Mbak Ranti. Mas Yudi baru saja pulang dari menjalankan misi yang diminta wanita yang akan segera menikah itu."Tidak," jawab Mas Yudi. Tanganya meraih gelas di hadapannya dan segera meminum habis minuman yang tersaji di meja."Maksudmu tidak, apa?" tanya Mbak Ranti dengan dahi mengernyit."Aku tidak berhasil menemui Ajun karena ternyata dia sudah pisah dengan Elvira," kata Mas Yudi."Apa?" "Tadi aku ke rumah Elvira. Awalnya dia marah-marah padaku, dia bilang aku tidak becus menjaga kakak sehingga Mbak Wiwid berbuat nekat. Pusing aku, Mbak Wiwid yang berbuat, aku harus ikut menanggung akibat." Mas Yudi mengusap pelipisnya. Aku segera duduk di sampingnya dan memberikan sentuhan hangat."Terus Ajun sekarang tinggal di mana?" tanya Mbak Ranti. "Mana aku tahu, Mbak. Intinya Mbak tidak perlu khawatir, jika menikah dengan Fikar, Ajun tidak akan ada di sana. Keluarganya tidak akan tahu kalau Mbak Ra
DIKIRA MISKIN 84"Pokoknya aku tidak mau punya kakak ipar dari keluarga Atmaja." Mbak Wiwid masih saja cemberut, sementara Mbak Ranti sudah pergi membawa rasa jengkel."Aku sudah merestui hubungan mereka. Orangtuanya juga sudah datang melamar dan kita tinggal menentukan tanggal untuk melangsungkan acara pernikahan," ucap Ibu."Aku akan menggagalkan pernikahan mereka. Bagaimanapun caranya." Tangan kurus Mbak Wiwid mengepal."Bagaimana caranya, Mbak, kan ada di sini? Sakit lagi," tanya Mas Yudi."Aku akan mati dan arwahku akan gentayangan, kemudian mengganggu Mbak Ranti dan Mas Fikar sehingga mereka tidak akan bisa hidup tenang dan pernikahan pun gagal. Aku yang sudah berada di alam lain akan tertawa saat melihat Mbak Ranti menangis karena gagal nikah dengan lelaki kaya." Mbak Wiwid tersenyum puas. Ia pasti sedang membayangkan kalau menjadi arwah penasaran itu menyenangkan. "Suatu pemikiran yang konyol. Memangnya ada arwah penasaran? Mbak Wiwid ini korban film horror kayaknya. Tidak ad
DIKIRA MISKIN 83Kami saling berpandangan saat Mbak Ranti bilang nama calon suaminya sama dengan yang dibilang Mbak Wiwid. Apa mungkin hanya namanya saja yang sama? Atau memang yang mereka maksud itu orang yang sama? Kenapa bisa kebetulan banget begitu?"Kamu kenal dengan lelaki yang bernama Zulfikar Atmaja?" Bukan hanya aku yang penasaran, Mas Yudi juga."Kalau Zulfikar Atmaja, aku kenal, tapi entah dia yang kumaksud atau orang lain. Mungkin hanya namanya yang sama, kan?" Mbak Wiwid tersenyum."Ya, mungkin hanya namanya yang kebetulan sama. Dia seorang manager di sebuah perusahaan bonafit. Dia sering datang ke resto-ku," jelas Mas Yudi. Pernyataannya menjawab rasa penasaranku."Oh." Mbak Siwid hanya ber 'oh' ria dan tidak bertanya lagi."Kamu yakin tidak mau kusewakan pengacara agar masa tahanan kamu bisa berkurang, Mbak?" tanya Mas Yudi mengalihkan pembicaraan."Iya, aku mau di sini sampai masa tahananku habis sambil memperbaiki diri. Lagi pula aku juga tidak mau utangku semakin me
DIKIRA MISKIN 82Rifki histeris melihat kondisi mamanya, pun dengan kami. Apalagi Ibu, ia bahkan sampai gemetar melihat anak yang selama ini ia manja dan ia rindukan sedang mengalami masa kritis.Ibu terus melantunkan istigfar. Tangannya mengusap lengan Mbak Wiwid."Ya Allah, sembuhkanlah anakku, berilah ia kesempatan untuk memperbaiki diri. Kami sudah memaafkan kesalahannya," ucap Ibu tulus.Mata Mbak Wiwid yang awalnya melotot dan seperti menahan sakit, tiba-tiba terpejam dan tubuhnya mendadak lemas setelah beberapa saat sebelumnya terlihat kaku."Kenapa dengan anak saya, Dok? Dia akan baik-baik saja, kan?" Ibu panik."Tenang, Bu. Pasien hanya pingsan," jawab Dokter Rudy."Dokter tidak bohong, kan? Anak saya tidak mati, kan?" tanya Ibu lagi seraya memeluk Mbak Wiwid yang mata kini sudah terpejam. Aku melihat ada seukir senyum di bibirnya.Mbak Wiwid masih hidup, terlihat dengan jelas dadanya masih naik turun. Saat tanganku mendekat di lubang hidung, masih ada embusan napas di sana.
DIKIRA MISKIN 81"Ada apa, Yud?" Ibu meletakkan sendok dan menatap Mas Yudi dengan nada khawatir."Enggak tahu, Bu. Kita hanya diminta untuk datang menjenguk Mbak Wiwid," jawab Mas Yudi."Ya Allah, apa yang terjadi dengan anakku itu?" "Maafkan aku, Bu. Seharusnya sudah sejak tadi kalian menjenguk Wiwid, tapi gara-gara acara ini, jadi tertiuda hingga harus di telepon lagi," ucap Mbak Ranti seraya menggigit bibir bawah."Ini bukan salah kamu, Nak. Berdo'a saja agar Wiwid tidak apa-apa." Ibu berusaha tersenyum meski aku yakin hatinya perih membayangkan hal buruk yang terjadi dengan anaknya yang ada di dalam penjara. Ya, semarah-marahnya seorang Ibu, ia tidak mungkin menginginkan hal buruk menimpa anaknya."Ibu sudah memaafkan Mbak Wiwid, kan? Ikhlaskan dia Bu, agar Allah mengampuni dosanya," ucapku seraya mengusap pundak Ibu."Innalillah, memangnya Wiwid is dead," ucap Mbak Ranti dengan nada tinggi, matanya melotot kemudian menutup mulutnya dengan kedua tangan."Siapa yang bilang?" tany
DIKIRA MISKIN 80Aku dan Mbak Ranti yang baru saja selesai memasak untuk persiapan nanti malam terkejut dengan kedatangan Mas Yudi dan teriakan ibu."Kita harus menjenguk Wiwid. Pantas saja beberapa hari ini perasaanku tidak enak. Tidur juga sering mimpi buruk. Apa ini ada hubungannya dengannya yang sakit parah itu?" kata ibu.Aku dan Mbak Ranti saling berpandangan. Kulihat aneka makanan yang sudah siap untuk acara istimewa nanti. Jika ibu dan Mas Yudi menjenguk Mbak Wiwid, bagaimana dengan acara ini?"Bu," ucap Mbak Ranti seraya mengusap tangan ibu."Kamu tidak usah khawatir, Ran. Ibu akan menjenguk Wiwid, tetapi tidak sekarang karena ini hari istimewa yang kamu tunggu dan tidak mungkin dibatalkan," ucap ibu tersenyum."Kalau Ibu mau jenguk Wiwid, aku juga tidak akan protes kok, Bu. Aku tahu, dari dulu Wiwid memang selalu yang diutamakan karena ia adalah anak emasnya Ibu dan Bapak," ucap Mbak Ranti menunduk.Ya, meski aku tidak bersama mereka dari kecil, tetapi aku tahu, Mbak Wiwid s
DIKIRA MISKIN 79Ibu berjalan keluar ruangan dan Wiwid berusaha mengejarnya, tetapi seorang petugas menahannya. Ibu sudah tidak menggubris Wiwid lagi. Mungkin ibu sudah terlanjur kecewa."Ibu, maafkan aku!" Mbak Wiwid meronta dalam cekalan tangan seorang petugas, tetapi ibu sudah tidak peduli lagi. Ibu malah semakin mempercepat langkahnya. Ia memilih masuk mobil dan menguncinya rapat-rapat.Aku dan Rifki menyusul ibu ke dalam mobil. Sementara Mas Yudi membuat laporan mengenai Mas Wahyu yang telah menganiaya Rifki. Semoga prosesnya cepat sehingga ia segera mendapatkan balasan yang setimpal atas perbuatannya."Tik," ucap ibu seraya memelukku erat, air matanya terus bercucuran. Bahunya terguncang."Alhamdulilah, laporan kita sudah dalam proses. Polisi akan segera mencari keberadaan Mas Wahyu. Setelah ini ia tidak akan hidup tenang lagi. Ke manapun ia pergi , polisi pasti akan menemukannya. Meski masuk ke lubang semut sekalipun," kata Mas Yudi."Ya, orang jahat memang harus mendapat bal