DIKIRA MISKIN 22"Bu," kataku seraya memegang lengan Ibu. Aku merasa tidak enak dengan sikap Mbak Wiwid hari ini. Aku bukannya mengalah, tapi, aku hanya ingin hidup tenang. Uang bisa di cari, tapi, ketenangan harus diciptakan."Biarkan saja, kalau nggak sekali-kali dikasih pelajaran bisa tuman, berlaku seenaknya pada kamu." Ibu mengusap pundakku dengan lembut. Alhamdulillah, Ibu sekarang benar-benar berubah, akhirnya kesabaranku berbuah manis."Apa yang kamu lakukan pada Ibu sehingga ia berubah, pakai pelet? Kamu bisa mempengaruhi Ibu, tetapi, aku tidak, dengar itu!" Kata Mbak Wiwid dengan tatapan tajam kearahku. Tangannya kini menunjuk mukaku."Sudah biarkan saja dia pergi!" kata Ibu kembali mengusap lenganku dengan lembut."Ish." Melihat Ibu yang terus membelaku, tentu saja membuat Mbak Wiwid kalap, dia keluar dengan membawa amarah sehingga pintu yang tidak bersalah pun terkena sasaran, brakk.Sampai di luar, mulut Mbak Wiwid tiada henti mengomel."Itulah akibatnya kalau kita terlal
DIKIRA MISKIN 23Usai bilang kalau Mas Yudi adalah seorang anak yang tidak pernah diinginkan, tatapan Ibu menerawang seperti adegan dalam sebuah sinetron. Terlihat ia menghela napas perlahan dan menghembuskannya. Aku melihat ada gurat penyesalan di sana.Aku dan Mas Yudi terdiam menunggu kata-kata Ibu yang akan meluncur dari mulutnya dengan sabar. Aku benar-benar menyesal telah lancang menanyakan hal yang seharusnya menjadi rahasia Ibu di masa lalunya. Maafkan aku, Bu, akibat jiwa kekepoanku, harus membuka kembali luka lama yang mungkin sudah terpendam selama berpuluh-puluh tahun."Bu," ucapku dengan meraih pergelangan tangannya. Aku tidak mampu melanjutkan kata-kata lagi, lidahku kelu dan bingung mau bicara apa. Aku benar-benar merasa bersalah sekarang."Ibu menyesal, Nak?" Hanya kalimat itu yang meluncur dari mulut Ibu, bibirnya tampak bergetar saat mengucapkannya."Tidak seharusnya Ibu membedakan kasih sayang antara anak satu dengan yang lain. Laki-laki atau perempuan sama saja, k
DIKIRA MISKIN 24"Oh, iya, aku sedang bikin kue." Tepuk jidat dan langsung berlari ke dapur untuk melihat kue yang tadi kubuat. Mematikan kompor dan membuka oven, kue yang sedang kupanggang sudah hitam karena gosong."Kenapa, Tik?" Ibu dan Mas Yudi menyusulku ke dapur."I--ini, Bu," kataku terbata dengan tangan memegang kue yang sudah tidak layak makan. Ya Allah, baru saja aku merasa bahagia karena Ibu sudah mulai sayang, sekarang aku malah ceroboh membuat kue gosong. Apa memang aku dan Ibu tidak ditakdirkan untuk akur dan saling menyayangi?"Ha ha ha ha," Ibu tertawa lebar melihat kue di tanganku."Ibu nggak marah?" Tanyaku heran melihat Ibu malah tertawa, padahal dalam bayanganku Ibu akan marah dan memakiku karena sudah membuat oven miliknya gosong dan aku sudah berencana bilang akan menggantinya."Jangan marah sama Antika ya, Bu, masalah oven, nanti Yudi yang akan belikan," kata Mas Yudi. Lagi, pikiran kami sama."Siapa yang marah? Kalau hanya oven Ibu bisa beli lagi, Ibu juga puny
DIKIRA MISKIN 25"Antika?" Mbak Ranti kaget melihat kedatanganku.Tangan Mbak Ranti dengan cepat memungut benda yang ia jatuhkan tadi, sebuah lipstick."Kok kamu sudah pulang? Bukankah tadi kamu ke sawah? Ngapain kamu kemari?" Pertanyaan konyol terlontar dari mulut Mbak Ranti. Begitulah tingkah orang yang sudah ketangkap basah, aneh."Hellow, Mbak, ini kamarku dan Mas Yudi? Apa nggak kebalik Mbak bertanya seperti itu?" Jangan bilang kalau ini rumah ini milik Ibu jadi, Mbak Ranti bebas keluar masuk tanpa izin, aku bosan mendengar alasan itu, Mbak.""Ya, aku, kangen aja dengan kamar ini, ini, kan dulu memang kamarku? Lihat, wallpaper-nya saja berwarna pink. Aku ingin bernostalgia dengan kamar ini," jawab Mbak Ranti meringis."Terus lipstick itu milikku, kan?" Tanyaku lagi dengan menunjuk lipstick berwarna merah yang berada di tangan Mbak Ranti."Oh, ini, aku diajak oleh Mas Gani kondangan ke acara nikahan temannya sesama pegawai negeri, apalagi ia juga kepala sekolah. Beliau mengundang
DIKIRA MISKIN 26Mata Mbak Ranti berkedip-kedip dan mengangguk kearah Ibu. Aku dan Ibu hanya saling berpandangan, meski tahu kalau Mbak Ranti sedang mencari pembelaan dari Ibunya."Kamu kenapa, Tik? Kedip-kedip gitu? Mata kamu kelilipan atau kesurupan?" Tanya Ibu. syukurin kamu, Mbak. Aku ingin tertawa melihat Mbak Ranti yang salah tingkah, matanya memerah dan tangannya menggaruk kepalanya yang mungkin memang gatal karena ia baru pulang dari sawah dan belum mandi.Mbak Ranti tidak menjawab, ia masih saja mengedipkan mata seperti tadi pada Ibu."Em em em em," kata Mbak Ranti."Apa, sih em em em em?" Tanya Ibu dengan tatapan tajam melihat kelakuan putrinya yang mulai aneh akhir-akhir ini. Apa yang terjadi denganmu Mbak?"Aku salah masuk kamar tadi." Kini Mbak Mawar nyengir dan mengangkat dua jari tangannya, kemudian ngeloyor keluar."Tadi bilang ingin bernostalgia dengan kamar ini dan sudah minta izin ibu, sekarang bilang salah kamar, Mbak masih waras, kan?" Tanyaku.Mbak Ranti berhenti
DIKIRA MISKIN 27"Plis, Bu, apa susahnya bilang jujur kalau Ibu sudah ngasih uang pada Antika biar aku nggak mengejar terus," kata Mbak Ranti."Sudahlah lah, Bu, iyakan saja, biar Mbak Ranti senang," kataku"Nah, tu, kan, Antika saja mau ngaku. Sudahlah aku mau pulang sekarang." Kata Mbak Ranti dengan bersungut-sungut."Lipsticknya Mbak?" Tanganku terulur untuk meminta lipstick yang masih berada dalam genggaman tangannya."Aku mau pinjam, sekalian baju yang kemarin kamu jemur, mana!" Kata Mbak Ranti ketus."Yakin mau pinjam bajuku? Kalau nanti gatel gimana?" "Kalau takut gatel, nanti aku bisa mencucinya lagi, kalau perlu bilas sampai tujuh kali dan salah satunya pakai tanah," jawab Mbak Ranti."Astaghfirullah, emangnya bajuku itu terkena najis berat, sampai harus di cuci kayak gitu?" Kataku seraya mengurut dada."Habis kamu banyak tanya mulu, pinjamin aja kenapa, sih?" Kaya Mbak Ranti mengerucutkan bibir."Ran, yang namanya orang mau pinjam itu harus baik, pintar mengambil hatinya, b
DIKIRA MISKIN 16Kutarik tangan Mbak Wiwid. Ia yang tengah memegang tangan Ibu yang terus meronta meminta agar dilepaskan. Semakin Ibu meronta, semakin kuat juga mereka memegangnya. Mbak Ranti memegang kepala Ibu. Ya Allah, setan apa yang sudah merasuki dua anak kesayangan itu.Dua lawan satu, tentu saja aku kalah. Saat aku hendak menolong Ibu, Mbak Ranti mendorongku hingga jatuh terjengkang. Ibu terus menggelengkan kepalanya pertanda ia tidak mau minum air yang yang diberikan paksa oleh Mbak Ranti dan Mbak Wiwid.Ibu kalah tenaga dengan keduanya, hingga akhirnya cairan dalam botol itu berhasil masuk ke dalam mulut Ibu. Mbak Ranti dan Mbak Wiwid tertawa puas melihatnya."Sebenarnya kalian memberi ibu minuman apa? Kok rasanya aneh?" Tanya Ibu masih dengan napas tersengal. Ibu berusaha memuntahkan kembali air yang tadi sudah terlanjur masuk ke dalam mulutnya. "Jangan bilang kalau itu racun ya, Mbak? Tega ya, sama Ibu sendiri?" Kataku seraya bangkit dari tempatku terjatuh sambil meringi
DIKIRA MISKIN 29"Ayo katakan, Ran, sebenarnya kamu dapat duit sebanyak itu dari mana? Jangan bilang kalau kamu nyolong. Ibu malu punya anak seorang pencuri. Atau jangan-jangan kamu pelihara tuyul, ya di rumah?" cecar Ibu."Dengarkan aku dulu, Mas Gani, kan seorang Pegawai Negeri Sipil yang selalu berpakaian rapi tidak seperti Yudi. Mas Gani punya penghasilan tetap setiap bulan, ada gaji pokok, serta tunjangan yang lumayan. Nah, kalau Yudi, kan gajinya tidak menentu. Kadang banyak, kadang sedikit, namanya juga jualan. Kadang laris kadang sepi. Aku yakin pasti lebih sering sepi dari pada rame. Jadi, pasti lebih sering tidak punya uang, kan? Makanya sekarang betah di rumah Ibu biar bisa makan secara cuma-cuma alias gratis alias tidak perlu pusing memikirkan uang bulanan." Kata Mbak Ranti dengan senyum sinis."Mbak kita ini hanya mau tanya dari mana Mbak mendapatkan uang, lah kok jawabannya malah jadi membanding-bandingkan antara Mas Gani dan Mas Yudi, sih?" Kesal, dada ini terasa berg