DIKIRA MISKIN 29"Ayo katakan, Ran, sebenarnya kamu dapat duit sebanyak itu dari mana? Jangan bilang kalau kamu nyolong. Ibu malu punya anak seorang pencuri. Atau jangan-jangan kamu pelihara tuyul, ya di rumah?" cecar Ibu."Dengarkan aku dulu, Mas Gani, kan seorang Pegawai Negeri Sipil yang selalu berpakaian rapi tidak seperti Yudi. Mas Gani punya penghasilan tetap setiap bulan, ada gaji pokok, serta tunjangan yang lumayan. Nah, kalau Yudi, kan gajinya tidak menentu. Kadang banyak, kadang sedikit, namanya juga jualan. Kadang laris kadang sepi. Aku yakin pasti lebih sering sepi dari pada rame. Jadi, pasti lebih sering tidak punya uang, kan? Makanya sekarang betah di rumah Ibu biar bisa makan secara cuma-cuma alias gratis alias tidak perlu pusing memikirkan uang bulanan." Kata Mbak Ranti dengan senyum sinis."Mbak kita ini hanya mau tanya dari mana Mbak mendapatkan uang, lah kok jawabannya malah jadi membanding-bandingkan antara Mas Gani dan Mas Yudi, sih?" Kesal, dada ini terasa berg
DIKIRA MISKIN 30Aku mengangkat telepon yang berdering, kulihat dari notif, Alvin--orang kepercayaan Mas Yudi yang melakukan panggilan. "Halo? Mas Alvin?" Sapaku setelah menempelkan ponsel di pipi."Ini, Mas, Dek. Ponselnya ada di rumah ya? Ini aku pinjam ponselnya Alvin?" tanya Mas Yudi dari seberang sana. "Iya, Mas," "Syukurlah kalau begitu. Mas pikir hilang. Oh, ya, hari ini mungkin nggak bisa pulang karena ada persiapan untuk besok. Sebuah pesta pernikahan memesan makanan di restoran kita dalam jumlah besar." kata Mas Yudi."Iya, Mas, jaga diri baik-baik, ya," jawabku.Ibu, Mbak Ranti dan Mbak Wiwid mengikutiku masuk kamar. Mereka memang suka kepo, apalagi saat melihat ponsel yang berada ditanganku ini. Ponsel milik Mas Yudi yang ketinggalan."Ponsel siapa ini? Bukan milik kamu, kan? Aku melihat ponsel kamu saat ngasih tahu tentang pasal pencemaran nama baik itu, tidak seperti ini ponselnya?" Tanya Mbak Ranti dengan dahi mengernyit dan celingukan ke sana kemari mencari sesuatu.
DIKIRA MISKIN 31"Kalau Mbak berkenan, aku bisa bantu," kataku dengan menyentuh pundak Mbak Wiwid yang masih saja dikuasai amarah karena motornya yang rusak."Ya ampun, ada yang mau jadi pahlawan kesiangan rupanya. Mau bayar pakai daun? Makanya jangan kebanyakan tidur, jadinya mimpi, kan, woy, bangun, bangun!" Mbak Ranti mengibaskan tangannya di depan wajahku.Dadaku bergemuruh, darahku mendidih seperti sudah naik ke ubun-ubun. Tangan ini mengepal dan sudah siap mendarat di pipi Mbak Ranti. "Jangan sampai tangan ini mendarat di pipi Mbak, ya? Mbak nggak tahu kalau aku ini pernah ikut latihan karate?" kataku dengan tatapan tajam. Kalau tangan ini sampai mendarat di pipinya, aku jamin wajahnya akan babak belur."Hii, takut," Mbak Ranti tertawa terbahak-bahak, bahkan air matanya sampai berderai-derai, berulang kali ia mengusap matanya dengan tangan.Aku mencoba bersabar dengan mengusap dada perlahan dan menghela napas kemudian menghembuskannya. Untunglah rasa emosi negative yang sudah m
DIKIRA MISKIN 32Suara gedoran pintu semakin keras. Ish, nggak sabaran amat orang ini. Kukeringkan tangan dengan lap dan gegas melangkah keluar untuk melihat siapa yang datang untuk membuka pintu, agar orang yang di luar tidak berteriak lagi. Bisa pecah gendang telinga ini jika terus-terusan mendengar teriakan itu.Aku mengintip dari dalam dengan menyibak gorden yang menutup jendela untuk melihat siapa yang datang. Aku takut untuk langsung membuka pintu karena suara laki-laki yang kudengar.Benar saja, tampak seorang lelaki yang datang. Lelaki itu memakai jaket berwarna biru dan berkaca mata. Aduh, siapa lelaki itu? Apa mungkin dia temannya Mas Yudi? Sepertinya aku belum pernah melihatnya? Tetapi, kenapa ia tahu namaku? Aku bisa melihat kalau ia tengah menahan amarah meski hanya melihat dari balik kaca jendela. Aku menggigit bibir bawah, seraya berusaha mengingat-ingat siapa dia? Tetapi, aku tetap tidak bisa menemukan jawaban. Selama ini aku atau pun Mas Yudi tidak pernah punya mu
DIKIRA MISKIN 33Iseng-iseng aku membuka aplikasi biru. Eh, kenapa aku jadi kepo sekarang? Nggak, kok, aku hanya ingin tahu saja. Apakah Mbak Wiwid mengunggahnya di facebook juga.Aku memang punya ponsel dan sudah punya akun facebook juga, tetapi jarang membukanya. Saat kubuka aplikasi biru itu, postingan Mbak Wiwid yang pertama kali nongol di beranda. Dua buah foto dengan caption yang sama dengan yang yang ia bagikan di status WhatsApp.Mamae Fitri memberikan komentar pertamanya, Wah, cantik sekali gelangnya, secantik orangnya. Tidak berapa lama komentar itu dibalas oleh Mbak Wiwid, sang pembuat status--iya, dong siapa dulu, Wiwid gitu loh. Komentar kedua datang dari Diana--daripada buat beli gelang, mending buat bayar utang. Setelah ada komentar ini, postingan bergambar Mbak Wiwid yang tengah selfie dan gelang itu langsung di hapus. Eh, tetapi kok Mbak Ranti belum berkomentar ya? Apa dia belum melihat postingan pamer adiknya ini? Ya, Mbak Ranti memang orangnya rajin, rajin ke sawa
DIKIRA MISKIN 34"Ibu mau, kan seandainya kuboyong ke kota untuk tinggal di gubuk kami?" tanyaku sekali lagi.Ibu masih diam saja. Pandangannya kembali menerawang, namun tidak juga melepaskan genggaman tangannya. Sedetik kemudian tangan keriput itu mengusap puncak kepalaku. Duh, Ibu, aku terharu. "Ibu takut kalau tempat tinggal kami tidak layak? Ibu tidak usah khawatir, walaupun seadanya, tapi rumah sendiri dan insyaallah nyaman," ucapku karena Ibu masih belum mengeluarkan sepatah kata pun."Tik, Ibu sudah bilang merasa nyaman tinggal bersama kalian. Sesungguhnya yang membuat kita nyaman atau tidak itu bukan tempat tinggal kita. Tapi, ini, Tik." Ibu kembali mengambil tanganku dan meletakkan di dadanya."Hati dan pikiran waras yang akan membuat hidup kita tentram. Aku melihat hidup kalian begitu bahagia dan tentram meski hidup seadanya, karena apa? Ibu tahu kalian berdua adalah orang yang pandai bersyukur. Ya, bersyukur adalah salah satu kunci yang membuat hidup kita lebih bahagia." I
DIKIRA MISKIN 23"Apa? Kamu mau mengajak Ibu untuk tinggal bersama kalian di kota, percaya diri tingkat tinggi, woi!" tanya Mbak Ranti dengan nada tinggi sembari menutup mulutnya dengan kedua tangan. Matanya melotot seperti hendak keluar dari tempatnya. Sungguh ekspresi wajah yang sangat jelek. Mbak Wiwid pun tidak kalah jelek ekspresinya. Biasa saja kali, Mbak.Baru dengar mau mengajak Ibu saja sudah begitu ekspresinya. Bagaimana kalau mendapat kejutan yang lebih dari ini?"Jadi, kamu mengundang kami untuk membicarakan hal ini? Ya ampun aku pikir mau membicarakan soal warisan!" ucap Mbak Wiwid lantang."Benar, tuh. Padahal aku sudah menghitung berapa warisan yang akan kudapatkan nanti dan sudah ada anggarannya sendiri, mau beli ini mau beli itu. Kalau begitu gagal total rencanaku," timpal Mbak Ranti.Astaghfirullah, kedua anak perempuan kesayangan itu benar-benar keterlaluan. Orangtuanya masih segar bugar bisa-bisanya membahas warisan. Saru banget menurutku. Padahal sebenarnya mereka
DIKIRA MISKIN 24Aku dan Mas Yudi membantu Ibu mengemas pakaian yang akan dibawa. Tidak lupa hadir juga duo sosialita abal-abal. Mereka bertindak sebagai komentator tanpa ada niat sedikitpun untuk membantu kami. Mulut keduanya terus saja mengoceh tiada henti. Sampai berbusa-busa kayaknya meski aku dan Ibu diam saja. Aku memang diam, tapi jangan ditanya kesalnya seperti apa jika terus menerus mendengar ocehan mereka. Untung telinga ini sudah kebal. Anggap saja itu radio."Tik, apalagi yang perlu kita bawa selain pakaian?" tanya Ibu seraya memasukkan pakaian yang sudah dilipat."Pakaian saja, Bu. Itupun nggak usah semuanya, insyaAllah nanti aku belikan yang baru." Mas Yudi yang baru selesai mengelap mobil tiba-tiba masuk dan menjawab pertanyaan Ibu."Yang benar saja, Yud. Masak kamu mau belikan baju buat Ibu. Jangan-jangan kamu beli baju bekas yang ada di pasar loak atau kalau beli baju baru, nanti Ibu disuruh puasa tiga bulan lagi," ucap Mbak Ranti seraya berkacak pinggang."Sudah, Ti
DIKIRA MISKIN 87Kami hanya terdiam mendengar permintaan sang keponakan yang sudah beranjak remaja itu. Rifki masih saja menggoyangkan lengan Mas Yudi dan berharap agar ia mau menuruti permintaannya mengizinkan papanya ikut tinggal dengan kami.Tiba-tiba terdengar suara tepuk tangan yang cukup keras dari arah belakang. Kami menoleh serempak."Hebat, kamu, Mas?" kata Elvira dengan masih bertepuk tangan dan berjalan mengitari Mas Ajun."Pak Atmaja?" Mas Ajun pucat pasi saat melihat kedatangan mantan istri dan mertuanya serta Mas Fikar."Pintar sekali kamu mengarang cerita dan memutar balikkan fakta. Kamu layak untuk menjadi aktor yang pandai berakting dan bersandiwara di depan kamera, ck ck ck," ucap Elvira tersenyum sinis."Ada apa ini? Kenapa kalian datang ke sini beramai-ramai?" tanya Mbak Ranti."Kami mendengar kabar kalau Wiwid meninggal. Ya, meski aku benci dengannya, tapi bagaimanapun juga ia adalah calon dari bagian keluarga kami. Saat Mas Fikar menikah dengan Mbak Ranti, otoma
DIKIRA MISKIN 86Aku terpaku di samping jenazah Mbak Wiwid. Lidahku terasa kelu, tidak mampu berkata lagi.Masih teringat dengan jelas saat Mbak Wiwid bilang kalau saat kami datang menjenguknya, ia sudah tidak bernyawa. Sekarang ucapannya itu menjadi nyata. Apakah ini yang disebut dengan ucapan adalah do'a?Semoga Mbak Wiwid sudah bertaubat saat meninggal. Meski banyak harapan yang belum terwujud.Aku ngeri saat melihat wajah Mbak Wiwid yang sudah pucat karena memang nyawa sudah lepas dari raganya. Itu artinya darahnya sudah berhenti mengalir, jantung sudah tidak berdetak dan organ tubuh sudah tidak berfungsi sebagaimana mestinya."Wiwid. Kenapa kamu pergi secepat ini? Mbak sayang kamu, Wid," seru Mbak Ranti sambil memeluk Mbak Ranti yang matanya sudah tertutup rapat."Sabar, Mbak. Ikhlaskan kepergian Mbak Wiwid." Aku mengusap pundak Mbak Ranti dengan lembut.Kami kembali terdiam, larut dakam pikiran masing-masing. Bagaimana dengan ibu? Ibu pasti shock jika mengetahui kenyataan ini, p
DIKIRA MISKIN 85"Bagaimana, Yud? Apakah kamu berhasil menemui Ajun dan mengancamnya?" tanya Mbak Ranti. Mas Yudi baru saja pulang dari menjalankan misi yang diminta wanita yang akan segera menikah itu."Tidak," jawab Mas Yudi. Tanganya meraih gelas di hadapannya dan segera meminum habis minuman yang tersaji di meja."Maksudmu tidak, apa?" tanya Mbak Ranti dengan dahi mengernyit."Aku tidak berhasil menemui Ajun karena ternyata dia sudah pisah dengan Elvira," kata Mas Yudi."Apa?" "Tadi aku ke rumah Elvira. Awalnya dia marah-marah padaku, dia bilang aku tidak becus menjaga kakak sehingga Mbak Wiwid berbuat nekat. Pusing aku, Mbak Wiwid yang berbuat, aku harus ikut menanggung akibat." Mas Yudi mengusap pelipisnya. Aku segera duduk di sampingnya dan memberikan sentuhan hangat."Terus Ajun sekarang tinggal di mana?" tanya Mbak Ranti. "Mana aku tahu, Mbak. Intinya Mbak tidak perlu khawatir, jika menikah dengan Fikar, Ajun tidak akan ada di sana. Keluarganya tidak akan tahu kalau Mbak Ra
DIKIRA MISKIN 84"Pokoknya aku tidak mau punya kakak ipar dari keluarga Atmaja." Mbak Wiwid masih saja cemberut, sementara Mbak Ranti sudah pergi membawa rasa jengkel."Aku sudah merestui hubungan mereka. Orangtuanya juga sudah datang melamar dan kita tinggal menentukan tanggal untuk melangsungkan acara pernikahan," ucap Ibu."Aku akan menggagalkan pernikahan mereka. Bagaimanapun caranya." Tangan kurus Mbak Wiwid mengepal."Bagaimana caranya, Mbak, kan ada di sini? Sakit lagi," tanya Mas Yudi."Aku akan mati dan arwahku akan gentayangan, kemudian mengganggu Mbak Ranti dan Mas Fikar sehingga mereka tidak akan bisa hidup tenang dan pernikahan pun gagal. Aku yang sudah berada di alam lain akan tertawa saat melihat Mbak Ranti menangis karena gagal nikah dengan lelaki kaya." Mbak Wiwid tersenyum puas. Ia pasti sedang membayangkan kalau menjadi arwah penasaran itu menyenangkan. "Suatu pemikiran yang konyol. Memangnya ada arwah penasaran? Mbak Wiwid ini korban film horror kayaknya. Tidak ad
DIKIRA MISKIN 83Kami saling berpandangan saat Mbak Ranti bilang nama calon suaminya sama dengan yang dibilang Mbak Wiwid. Apa mungkin hanya namanya saja yang sama? Atau memang yang mereka maksud itu orang yang sama? Kenapa bisa kebetulan banget begitu?"Kamu kenal dengan lelaki yang bernama Zulfikar Atmaja?" Bukan hanya aku yang penasaran, Mas Yudi juga."Kalau Zulfikar Atmaja, aku kenal, tapi entah dia yang kumaksud atau orang lain. Mungkin hanya namanya yang sama, kan?" Mbak Wiwid tersenyum."Ya, mungkin hanya namanya yang kebetulan sama. Dia seorang manager di sebuah perusahaan bonafit. Dia sering datang ke resto-ku," jelas Mas Yudi. Pernyataannya menjawab rasa penasaranku."Oh." Mbak Siwid hanya ber 'oh' ria dan tidak bertanya lagi."Kamu yakin tidak mau kusewakan pengacara agar masa tahanan kamu bisa berkurang, Mbak?" tanya Mas Yudi mengalihkan pembicaraan."Iya, aku mau di sini sampai masa tahananku habis sambil memperbaiki diri. Lagi pula aku juga tidak mau utangku semakin me
DIKIRA MISKIN 82Rifki histeris melihat kondisi mamanya, pun dengan kami. Apalagi Ibu, ia bahkan sampai gemetar melihat anak yang selama ini ia manja dan ia rindukan sedang mengalami masa kritis.Ibu terus melantunkan istigfar. Tangannya mengusap lengan Mbak Wiwid."Ya Allah, sembuhkanlah anakku, berilah ia kesempatan untuk memperbaiki diri. Kami sudah memaafkan kesalahannya," ucap Ibu tulus.Mata Mbak Wiwid yang awalnya melotot dan seperti menahan sakit, tiba-tiba terpejam dan tubuhnya mendadak lemas setelah beberapa saat sebelumnya terlihat kaku."Kenapa dengan anak saya, Dok? Dia akan baik-baik saja, kan?" Ibu panik."Tenang, Bu. Pasien hanya pingsan," jawab Dokter Rudy."Dokter tidak bohong, kan? Anak saya tidak mati, kan?" tanya Ibu lagi seraya memeluk Mbak Wiwid yang mata kini sudah terpejam. Aku melihat ada seukir senyum di bibirnya.Mbak Wiwid masih hidup, terlihat dengan jelas dadanya masih naik turun. Saat tanganku mendekat di lubang hidung, masih ada embusan napas di sana.
DIKIRA MISKIN 81"Ada apa, Yud?" Ibu meletakkan sendok dan menatap Mas Yudi dengan nada khawatir."Enggak tahu, Bu. Kita hanya diminta untuk datang menjenguk Mbak Wiwid," jawab Mas Yudi."Ya Allah, apa yang terjadi dengan anakku itu?" "Maafkan aku, Bu. Seharusnya sudah sejak tadi kalian menjenguk Wiwid, tapi gara-gara acara ini, jadi tertiuda hingga harus di telepon lagi," ucap Mbak Ranti seraya menggigit bibir bawah."Ini bukan salah kamu, Nak. Berdo'a saja agar Wiwid tidak apa-apa." Ibu berusaha tersenyum meski aku yakin hatinya perih membayangkan hal buruk yang terjadi dengan anaknya yang ada di dalam penjara. Ya, semarah-marahnya seorang Ibu, ia tidak mungkin menginginkan hal buruk menimpa anaknya."Ibu sudah memaafkan Mbak Wiwid, kan? Ikhlaskan dia Bu, agar Allah mengampuni dosanya," ucapku seraya mengusap pundak Ibu."Innalillah, memangnya Wiwid is dead," ucap Mbak Ranti dengan nada tinggi, matanya melotot kemudian menutup mulutnya dengan kedua tangan."Siapa yang bilang?" tany
DIKIRA MISKIN 80Aku dan Mbak Ranti yang baru saja selesai memasak untuk persiapan nanti malam terkejut dengan kedatangan Mas Yudi dan teriakan ibu."Kita harus menjenguk Wiwid. Pantas saja beberapa hari ini perasaanku tidak enak. Tidur juga sering mimpi buruk. Apa ini ada hubungannya dengannya yang sakit parah itu?" kata ibu.Aku dan Mbak Ranti saling berpandangan. Kulihat aneka makanan yang sudah siap untuk acara istimewa nanti. Jika ibu dan Mas Yudi menjenguk Mbak Wiwid, bagaimana dengan acara ini?"Bu," ucap Mbak Ranti seraya mengusap tangan ibu."Kamu tidak usah khawatir, Ran. Ibu akan menjenguk Wiwid, tetapi tidak sekarang karena ini hari istimewa yang kamu tunggu dan tidak mungkin dibatalkan," ucap ibu tersenyum."Kalau Ibu mau jenguk Wiwid, aku juga tidak akan protes kok, Bu. Aku tahu, dari dulu Wiwid memang selalu yang diutamakan karena ia adalah anak emasnya Ibu dan Bapak," ucap Mbak Ranti menunduk.Ya, meski aku tidak bersama mereka dari kecil, tetapi aku tahu, Mbak Wiwid s
DIKIRA MISKIN 79Ibu berjalan keluar ruangan dan Wiwid berusaha mengejarnya, tetapi seorang petugas menahannya. Ibu sudah tidak menggubris Wiwid lagi. Mungkin ibu sudah terlanjur kecewa."Ibu, maafkan aku!" Mbak Wiwid meronta dalam cekalan tangan seorang petugas, tetapi ibu sudah tidak peduli lagi. Ibu malah semakin mempercepat langkahnya. Ia memilih masuk mobil dan menguncinya rapat-rapat.Aku dan Rifki menyusul ibu ke dalam mobil. Sementara Mas Yudi membuat laporan mengenai Mas Wahyu yang telah menganiaya Rifki. Semoga prosesnya cepat sehingga ia segera mendapatkan balasan yang setimpal atas perbuatannya."Tik," ucap ibu seraya memelukku erat, air matanya terus bercucuran. Bahunya terguncang."Alhamdulilah, laporan kita sudah dalam proses. Polisi akan segera mencari keberadaan Mas Wahyu. Setelah ini ia tidak akan hidup tenang lagi. Ke manapun ia pergi , polisi pasti akan menemukannya. Meski masuk ke lubang semut sekalipun," kata Mas Yudi."Ya, orang jahat memang harus mendapat bal