Cium, cium, cium. Victor dan Heller tampak heboh sendiri, mereka sangat antusias.Julian mengangkat veil, lalu mencium lembut bibir Jemima, membuatnya terkejut dan gugup.“Saya akan menjagamu Jemima. Kini kamu sudah resmi menjadi istriku,” ucap Dante.‘resmi menjadi istri? Apakah aku mendengarnya dengan benar?’ batin Jemima, sedikit terkejut dengan pernyataan itu.Selesai acara, mereka berempat pergi dari gereja tanpa peduli keadaan keluarga Sullivan yang masih bingung, apalagi saat Shania bilang kalau yang menjadi suami Jemima mungkin saja Dante Vascos yang sering menjadi perbincangan di antara mereka. Mark Sullivan merasa menyesal karena sudah kehilangan harta karun seperti Dante Vascos, sedangkan Bela tampak kecewa karena jika benar pria yang suka dihinanya adalah Dante Vascos, maka dia tak memiliki kesempatan untuk menjilat pria itu.Jemima, Dante, Victor dan Miller tiba di depan Hotel Vascos setelah melewati beberapa jam perjalanan dari kota tadi. Selama perjalanan, Jemima tak ba
Karena lawan bicaranya hanya diam tak bersuara, bahkan tak cerewet seperti biasanya, Julian beranjak dari duduknya sambil membuka satu persatu pakaiannya.“Ayo sebaiknya kita mandi dulu, hal lainnya bisa kita bicarakan sambil menjalani pernikahan,” ajak Julian.“Apa? Mandi? Berdua?” tanya Jemima, gagap.Julian mengangguk, “kita suami istri. Apa kamu lupa?”“Iya, tapi… aku belum siap,” jawab Jemima menjawab dengan malu dan hati-hati.“Ya sudah, aku tidak akan memaksa.”Julian pergi dengan wajah datar, sedangkan Jemima masih bingung apa yang harus dilakukannya, menjadi seorang istri secara tiba-tiba membuatnya tak memiliki pengalaman. Selain itu, dia juga masih mempertanyakan status hubungan yang dianggapnya masih main-main itu.Jemima duduk termenung sejenak, merenungkan segala yang terjadi dalam waktu singkat. Dia merasa campur aduk antara kegugupan dan kebingungan. Bagaimana dia bisa begitu cepat berada dalam situasi yang begitu intim dan penuh tekanan? Dia merasa seperti sedang bera
Julian tersenyum tipis, menangkap kebingungan di wajah Egan, Steve, Victor, dan Miller. Dia merasa senang bisa menjaga rahasia identitasnya, namun juga merasa sedikit gelisah melihat reaksi mereka yang semakin curiga.“Nyonya Vascos sedang sibuk di ruangannya. Dia memiliki proyek besar yang sedang dikerjakannya,” jawab Julian dengan tenang, mencoba untuk menutupi kegelisahan dalam hatinya.Steve mengerutkan kening, mencoba untuk memahami situasi yang semakin rumit ini. “Proyek besar? Tapi sejak kapan istri Anda memiliki proyek kerja di sini?”Julian tersenyum misterius, “Oh, kalian akan terkejut dengan kehebatan istri saya. Dia adalah seorang wanita yang penuh dengan kejutan.”“Iya, saya setuju. Tapi, saya harap Anda segera membawanya ke ruangan ini, dan jangan membiarkannya mengerjakan proyek besar itu sendirian,” celetuk Steve.“Aku tahu proyek yang dimaksud, jadi menurutku nyonya Vascos hanya bisa mengerjakannya dibawah,” timpal Miller.Egan berusaha mencegah agar pekerjaan Jemima
Diego mengerti, “katanya tuan William menunggu nona Jemima di keluarga Sullivan, dia harus datang, atau tuan William akan datang kesini.”“APA?!” Julian tersentak hingga Diego ikutan tersentak juga.“Ah, rupanya begitu? Apa Jemima menjawabnya?”Diego mengangguk, “katanya dia akan meminta izin pada seseorang dulu, kalau diizinkan maka dia akan datang.”“Wah!” Dante tak bisa berkata-kata, namun wajahnya tampak kesal.“Kenapa, Tuan. Ada masalah?” tanya Diego. Julian mengangguk.“Sekarang apa kamu mau pergi untuk memberikan jawaban barusan?” balas Dante, bertanya balik.“Betul, apa ada yang bisa saya bantu?” jawab Diego.“Ya, tolong sampaikan pesanku. Jangan ganggu istriku lagi,” tegas Dante.Diego terpaku, tak percaya dengan apa yang didengarnya barusan.“Anda? Dia? Tuan Dante? Nona? Kalian__” Diego menjadi gagap, bingung mau mengatakan apa.Dante mengerti, “masih rahasia. Jemima tak suka memiliki suami seorang Vascos, stt!”Diego tambah bingung, meskipun akhirnya dia mengangguk, intinya
“Ada apa? Kenapa wajahmu merah?” tanya Julian, benar-benar tak peka. Pria itu mendekat, bermaksud untuk mengusap pipi Jemima, namun Jemima segera mundur untuk menghindar.“Dasar tak peka! Ayo pergi makan,” balasnya, sambil bersiap pergi. Namun Julian segera menarik tubuh Jemima dan mendorong tubuhnya sambil menutup pintu.“Julian, apa yang kau lakukan?” tanya Jemima, kedua matanya menatap mata Julian yang biru.Jantung Jemima berdegup kencang, dia tidak siap menghadapi intensitas seperti itu, meskipun seharusnya dia siap karena bagaimanapun juga Julian sudah resmi menjadi suaminya dan sebagai istri sudah menjadi kewajiban untuknya memberi keinginan Julian.“Aku menginginkanmu, Jemima. Sekarang!”Jemima terdiam saat mendengar kalimat itu diucapkan pria di depannya, sementara Julian menunggu jawaban dari wanita itu. Seharusnya dia tidak perlu minta ijin karena kalau saja dia berpikiran sempit, secara kasar wanita itu sudah Julian beli.“Aku__”"Bukanlah suatu kelemahan jika ingin melepa
Jemima membuka kedua matanya, tadinya dia ingin tidur, tapi saat mendengar kata ‘nenek’ wanita itu terkejut. “Nenek?” Julian mengangguk. “Dia pasti akan senang jika istriku adalah seorang wanita yang baik sepertimu,” ujar Julian. “Benarkah? Kamu memiliki nenek? Dimana dia tinggal? Kenapa tidak segera kita temui?” bibir Jemima nyerocos, pertanyaan demi pertanyaan dikeluarkannya secara bersamaan. “Hey, sabar.” Jemima mengusap keningnya yang terasa berkeringat, dia sangat antusias saat mendengar bahwa Julian memiliki keluarga. “Kenapa?” tanya Julian saat melihat wajah Jemima mendadak murung. “Hey, ada apa?” tanya Julian lagi sambil mengusap pipi Jemima karena wanita itu mulai menangis. Karena malu Jemima menutupi wajahnya, Julian khawatir dengan keadaan itu. Dia segera bangun dan menyambar kimononya. “Apa yang terjadi? Apa kamu merasa sakit? Dimana yang sakit?” tanya Julian, dia tampak bersiap jika seandainya harus membawa Jemima ke rumah sakit. Jemima yang sedang menangis memb
“Ayo,” ajak Julian saat dia selesai merapikan diri.“Eh, kita belum makan,” balas Jemima.“Aku kan sudah nyuruh kamu makan duluan, lalu apa yang kamu lakukan dari tadi?” tanya Julian, wajahnya tampak marah.Melihat wajah dingin itu, Jemima jadi kesal, nafsu makannya hilang seketika. Dia meraih tas yang akan dibawanya pergi ke Redapple.“Tidak usah mengantarku, aku pergi sendiri,” kata Jemima sambil membuka pintu dan keluar lebih dulu dalam keadaan kesal.Julian bingung sekaligus kecewa, lagi-lagi perpisahannya dengan Jemima diakhiri dengan situasi yang membingungkan. Saat Julian terduduk diam, tiba-tiba Jemima kembali datang.“Apa sih salahku?” tanyanya sambil melempar tas yang dibawanya ke atas sofa.“Apa maksudmu, Jemima?”“Justru seharusnya aku yang bertanya, kenapa kamu marah padaku?” cecar Jemima.Julian terdiam, dia juga bingung bagaimana menjelaskan tentang perasaannya hingga dia bersikap demikian.“Kenapa diam? Apa yang salah dengan pertanyaanku?” tanya Jemima lagi.“Apa kamu
Jemima dibuat tak berdaya, kali ini Julian melakukannya dengan posisi berbeda dan dia merasakan kepuasan yang tiada tara.“Ayo Jemima jangan takut, bebaskan pikiranmu, jangan meragukan kemampuanku.”“Ah, Julian, aku__”“Menjeritlah, panggil namaku, Jemima.”“Julian, Julian__”Jemima terus mendesah saat Julian menghentakan tubuhnya, hingga tubuh Jemima terjatuh dan kini mereka berada di atas lantai dengan penuh cipratan keringat.“Julian, aku, aku__”Melihat reaksi tubuh Jemima dengan puting yang menegang serta klitorisnya yang terasa menonjol membentur ujung juniornya, Julian segera mempercepat ritme gerakannya, saat tubuh Jemima melengking, saat itu juga Julian mencabut juniornya dan segera menyedot area pribadi Jemima hingga tubuh Jemima melengking hebat dengan napas yang terengah-engah dia merasakan puncak kepuasan yang tiada tara meskipun itu semua belum usai saat Julian membalikkan tubuhnya dan menyodoknya dari belakang, dia kembali mendesah-desah sambil memanggil nama Julian.“R