Karena lawan bicaranya hanya diam tak bersuara, bahkan tak cerewet seperti biasanya, Julian beranjak dari duduknya sambil membuka satu persatu pakaiannya.“Ayo sebaiknya kita mandi dulu, hal lainnya bisa kita bicarakan sambil menjalani pernikahan,” ajak Julian.“Apa? Mandi? Berdua?” tanya Jemima, gagap.Julian mengangguk, “kita suami istri. Apa kamu lupa?”“Iya, tapi… aku belum siap,” jawab Jemima menjawab dengan malu dan hati-hati.“Ya sudah, aku tidak akan memaksa.”Julian pergi dengan wajah datar, sedangkan Jemima masih bingung apa yang harus dilakukannya, menjadi seorang istri secara tiba-tiba membuatnya tak memiliki pengalaman. Selain itu, dia juga masih mempertanyakan status hubungan yang dianggapnya masih main-main itu.Jemima duduk termenung sejenak, merenungkan segala yang terjadi dalam waktu singkat. Dia merasa campur aduk antara kegugupan dan kebingungan. Bagaimana dia bisa begitu cepat berada dalam situasi yang begitu intim dan penuh tekanan? Dia merasa seperti sedang bera
Julian tersenyum tipis, menangkap kebingungan di wajah Egan, Steve, Victor, dan Miller. Dia merasa senang bisa menjaga rahasia identitasnya, namun juga merasa sedikit gelisah melihat reaksi mereka yang semakin curiga.“Nyonya Vascos sedang sibuk di ruangannya. Dia memiliki proyek besar yang sedang dikerjakannya,” jawab Julian dengan tenang, mencoba untuk menutupi kegelisahan dalam hatinya.Steve mengerutkan kening, mencoba untuk memahami situasi yang semakin rumit ini. “Proyek besar? Tapi sejak kapan istri Anda memiliki proyek kerja di sini?”Julian tersenyum misterius, “Oh, kalian akan terkejut dengan kehebatan istri saya. Dia adalah seorang wanita yang penuh dengan kejutan.”“Iya, saya setuju. Tapi, saya harap Anda segera membawanya ke ruangan ini, dan jangan membiarkannya mengerjakan proyek besar itu sendirian,” celetuk Steve.“Aku tahu proyek yang dimaksud, jadi menurutku nyonya Vascos hanya bisa mengerjakannya dibawah,” timpal Miller.Egan berusaha mencegah agar pekerjaan Jemima
Diego mengerti, “katanya tuan William menunggu nona Jemima di keluarga Sullivan, dia harus datang, atau tuan William akan datang kesini.”“APA?!” Julian tersentak hingga Diego ikutan tersentak juga.“Ah, rupanya begitu? Apa Jemima menjawabnya?”Diego mengangguk, “katanya dia akan meminta izin pada seseorang dulu, kalau diizinkan maka dia akan datang.”“Wah!” Dante tak bisa berkata-kata, namun wajahnya tampak kesal.“Kenapa, Tuan. Ada masalah?” tanya Diego. Julian mengangguk.“Sekarang apa kamu mau pergi untuk memberikan jawaban barusan?” balas Dante, bertanya balik.“Betul, apa ada yang bisa saya bantu?” jawab Diego.“Ya, tolong sampaikan pesanku. Jangan ganggu istriku lagi,” tegas Dante.Diego terpaku, tak percaya dengan apa yang didengarnya barusan.“Anda? Dia? Tuan Dante? Nona? Kalian__” Diego menjadi gagap, bingung mau mengatakan apa.Dante mengerti, “masih rahasia. Jemima tak suka memiliki suami seorang Vascos, stt!”Diego tambah bingung, meskipun akhirnya dia mengangguk, intinya
“Ada apa? Kenapa wajahmu merah?” tanya Julian, benar-benar tak peka. Pria itu mendekat, bermaksud untuk mengusap pipi Jemima, namun Jemima segera mundur untuk menghindar.“Dasar tak peka! Ayo pergi makan,” balasnya, sambil bersiap pergi. Namun Julian segera menarik tubuh Jemima dan mendorong tubuhnya sambil menutup pintu.“Julian, apa yang kau lakukan?” tanya Jemima, kedua matanya menatap mata Julian yang biru.Jantung Jemima berdegup kencang, dia tidak siap menghadapi intensitas seperti itu, meskipun seharusnya dia siap karena bagaimanapun juga Julian sudah resmi menjadi suaminya dan sebagai istri sudah menjadi kewajiban untuknya memberi keinginan Julian.“Aku menginginkanmu, Jemima. Sekarang!”Jemima terdiam saat mendengar kalimat itu diucapkan pria di depannya, sementara Julian menunggu jawaban dari wanita itu. Seharusnya dia tidak perlu minta ijin karena kalau saja dia berpikiran sempit, secara kasar wanita itu sudah Julian beli.“Aku__”"Bukanlah suatu kelemahan jika ingin melepa
Jemima membuka kedua matanya, tadinya dia ingin tidur, tapi saat mendengar kata ‘nenek’ wanita itu terkejut. “Nenek?” Julian mengangguk. “Dia pasti akan senang jika istriku adalah seorang wanita yang baik sepertimu,” ujar Julian. “Benarkah? Kamu memiliki nenek? Dimana dia tinggal? Kenapa tidak segera kita temui?” bibir Jemima nyerocos, pertanyaan demi pertanyaan dikeluarkannya secara bersamaan. “Hey, sabar.” Jemima mengusap keningnya yang terasa berkeringat, dia sangat antusias saat mendengar bahwa Julian memiliki keluarga. “Kenapa?” tanya Julian saat melihat wajah Jemima mendadak murung. “Hey, ada apa?” tanya Julian lagi sambil mengusap pipi Jemima karena wanita itu mulai menangis. Karena malu Jemima menutupi wajahnya, Julian khawatir dengan keadaan itu. Dia segera bangun dan menyambar kimononya. “Apa yang terjadi? Apa kamu merasa sakit? Dimana yang sakit?” tanya Julian, dia tampak bersiap jika seandainya harus membawa Jemima ke rumah sakit. Jemima yang sedang menangis memb
“Ayo,” ajak Julian saat dia selesai merapikan diri.“Eh, kita belum makan,” balas Jemima.“Aku kan sudah nyuruh kamu makan duluan, lalu apa yang kamu lakukan dari tadi?” tanya Julian, wajahnya tampak marah.Melihat wajah dingin itu, Jemima jadi kesal, nafsu makannya hilang seketika. Dia meraih tas yang akan dibawanya pergi ke Redapple.“Tidak usah mengantarku, aku pergi sendiri,” kata Jemima sambil membuka pintu dan keluar lebih dulu dalam keadaan kesal.Julian bingung sekaligus kecewa, lagi-lagi perpisahannya dengan Jemima diakhiri dengan situasi yang membingungkan. Saat Julian terduduk diam, tiba-tiba Jemima kembali datang.“Apa sih salahku?” tanyanya sambil melempar tas yang dibawanya ke atas sofa.“Apa maksudmu, Jemima?”“Justru seharusnya aku yang bertanya, kenapa kamu marah padaku?” cecar Jemima.Julian terdiam, dia juga bingung bagaimana menjelaskan tentang perasaannya hingga dia bersikap demikian.“Kenapa diam? Apa yang salah dengan pertanyaanku?” tanya Jemima lagi.“Apa kamu
Jemima dibuat tak berdaya, kali ini Julian melakukannya dengan posisi berbeda dan dia merasakan kepuasan yang tiada tara.“Ayo Jemima jangan takut, bebaskan pikiranmu, jangan meragukan kemampuanku.”“Ah, Julian, aku__”“Menjeritlah, panggil namaku, Jemima.”“Julian, Julian__”Jemima terus mendesah saat Julian menghentakan tubuhnya, hingga tubuh Jemima terjatuh dan kini mereka berada di atas lantai dengan penuh cipratan keringat.“Julian, aku, aku__”Melihat reaksi tubuh Jemima dengan puting yang menegang serta klitorisnya yang terasa menonjol membentur ujung juniornya, Julian segera mempercepat ritme gerakannya, saat tubuh Jemima melengking, saat itu juga Julian mencabut juniornya dan segera menyedot area pribadi Jemima hingga tubuh Jemima melengking hebat dengan napas yang terengah-engah dia merasakan puncak kepuasan yang tiada tara meskipun itu semua belum usai saat Julian membalikkan tubuhnya dan menyodoknya dari belakang, dia kembali mendesah-desah sambil memanggil nama Julian.“R
Kedua orang yang disapa sekaligus orang yang tadinya akan diserang oleh Victor karena telah menyerobot masuk serta menyinggungnya dengan menabrak pundaknya secara sengaja itu menoleh ke arahnya. Si perempuan langsung tersenyum senang, sementara si pria tampak terganggu sambil tersenyum sinis. Dan Julian ada dalam posisi yang merasa sial, seharusnya Victor tak menyapa kedua orang itu, Julian memilih menyelinap dan lebih dulu masuk.“Victor? Senang bertemu denganmu__”“Ow maaf, aku tak merasakan hal yang sama denganmu. Sarah Anthony,” potong Victor sambil menjauh dan menolak pelukan dari Sarah.“Piuh! Sombong kau Victor,” balas Sarah Sinis. Meskipun sebenarnya wanita itu malu karena sikapnya yang ramah dibalas perlakuan tak mengenakkan dari Victor.“Lalu kenapa kau memanggil kami?” tanya Hector menyahuti.Victor membalas Sarah dengan kedikkan pundak, lalu menatap sinis ke arah Hector; “Ow, tadinya aku akan memberitahu kalian kalau kalian tidak bisa seenaknya menerobos dan menabrak punda
Untung saja ada William yang tiba-tiba saja mau bersekutu dengannya, dia yakin kalau Dante dan Jemima akan segera berpisah. Lalu, apakah rencana keduanya akan berhasil? Beberapa minggu berlalu, pasangan Julian dan Jemima tampak semakin romantis. Keduanya sedang dimabuk cinta, dan Julian berpikir jika saatnya dia akan berencana jujur tentang identitasnya pada Jemima. Malam itu Julian berencana makan malam bersama di restoran hotel tempat mereka tinggal selama ini, dia akan membuat Jemima tak bisa melupakan makan malam romantis tersebut. Julian juga berharap kali ini istrinya itu mau mendengarkan penjelasannya tanpa berpikir salah paham, apalagi masih menertawakannya. Siang harinya sebelum rencana makan malam bersama, dia pergi ke butik bersama Victor. Sahabatnya itu sengaja dipaksa agar mau pergi dengannya, meskipun dia tahu sedang rapat penting. “Dante, mereka datang jauh dari luar negeri. Rasanya…”
William mengangguk tegas, “Tentu saja, apa kau mau membantuku?” tantang William. Sepertinya kesempatan ini tak mau dia abaikan begitu saja, balas dendam pada Dante adalah tujuan hidupnya saat ini. Tapi, apakah Sarah mau membantunya?William masih menunggu jawaban dari wanita yang kini duduk di depannya itu, dan baru saja berkenalan secara akrab di hari itu juga.“Tunggu, sebelum aku menjawabnya… lalu status mereka berdua apa sekarang?” tanya Sarah, penasaran.“Suami istri, tapi sepertinya pernikahan mereka hanya pura-pura dan bisa jadi hanya pernikahan kontrak.”“Apa?! Pernikahan kontrak?” tanya Sarah, hampir saja kedua matanya keluar dari rongganya.William mencoba menahan tawa saat melihat ekspresi kaget yang diperlihatkan Sarah padanya, dia menjaga imej agar tetap terlihat tenang, berwibawa dan dewasa.“Kamu yakin mau merebutnya kembali?” tanya Sarah, dan William menjawab dengan anggukan.
Pria itu menyelesaikan dulu transaksinya, sementara Sarah yang tak terima menahan malu segera pergi dari butik itu sampai-sampai pria yang menolongnya harus mengejarnya.“Sarah Anthony?!”“Tunggu!”Sarah menghentikan langkah kakinya, pria yang membayar belanjaannya tadi ternyata mengenal hingga tahu namanya.“I-i-ini barangmu,” kata pria itu dengan nafas sedikit ngos-ngosan.Sarah tampak tak bergeming, dia masih menatap bingung ke arah pria itu.“Ah, ya. Kenalin namaku William Maxim,” sambungnya sambil mengulurkan tangan dengan terlebih dahulu menyimpan barang-barang milik Sarah.Sarah, yang awalnya bingung dan tak mengenali William, terkejut ketika mengetahui identitas pria itu. William, putra keluarga Maxim, adalah sosok yang berpengaruh dan memiliki koneksi luas. Sarah, yang haus balas dendam, melihat peluang dalam pertemuan ini.“Ah, putra keluarga Maxim? Senang bertem
Mobil yang Egan kendarai akhirnya tiba di sebuah klinik praktek dokter pribadi.“Bukannya kita mau ke rumah sakit?” tanya Julian.Egan terbatuk-batuk, dia ingin bicara tapi tidak berani.“Kenapa? Kau sakit juga?” tanya Julian lagi.Egan memandang ke arah Julian, tatapannya seakan menghakimi.“Apa?” tanya Julian malah menantang.“Aduh__” dia mengaduh karena pinggangnya disikut Jemima.“Sakit tau!”Jemima membalas dengan kedua mata yang melebar, nyalinya mendadak ciut sampai-sampai Egan harus menahan tawa karena melihat ekspresi Julian yang lucu. Dia seperti kebanyakan pria lainnya jika sudah ada pawangnya, tak terlintas jika dia adalah seorang Dante Vascos yang terkenal seperti Singa.“Tuan Julian, ayo turun,” ajak Egan dengan gigi gemerutuk menahan kesal. Kesal karena Julian lupa dirinya siapa.“Ayo nona Jemima, kita periksa di dokter Cross.” Jemima mengangguk, lalu turun dan menuruti apa kata Egan. Lagipula dia merasa tidak enak kalau harus merepotkan dan mengambil banyak waktu Egan
“Aw, kenapa?!” seru Julian karena tiba-tiba saja pinggangnya terasa sakit karena dicubit.“Jangan tidak sopan begitu,” jawab Jemima. "Tuan Victor, nona Sarah. Panggil mereka dengan sopan," sambung Jemima.“Owh,” balas Julian sambil mengangguk-angguk.“Eh tunggu,” sambungnya sambil menatap aneh ke arah Jemima.Jemima membalas dengan isyarat kedua mata.“Ya, maksudku wanita itu sudah mempermalukanmu. Untuk apa kita bersikap sopan, apa kau sudah tidak punya harga diri?” tanya Julian, membuat kedua mata Jemima melebar.Jemima menghela napas. “Julian, ini bukan tentang harga diri. Ini tentang sopan santun. Kita tidak bisa bersikap kasar kepada orang lain, bahkan jika mereka bersikap buruk kepada kita.”“Tapi dia sudah bersikap kasar!” protes Julian. “Dia bahkan mengejekmu!”“Aku tahu,” jawab Jemima dengan tenang.“Dia juga menjambak dan membenturkan kepalamu,” tambah Julian lagi.“Ya, aku tahu. Tapi itu bukan alasan untuk membalasnya dengan kasar. Kita harus menunjukkan bahwa kita lebih b
Jemima terus berusaha melepaskan diri, tapi cengkeraman Sarah kuat. Dia merasakan darah mengalir di pelipisnya. "Kau ingin melihatku menghancurkan gadis ini?!" Sarah menatap orang-orang di sekitarnya dengan mata menyala. "Sarah, hentikan!" Beberapa orang mulai kembali berteriak, "Kau harus berhenti!" "Tidak, aku tidak akan berhenti sampai dia meminta maaf!" Jemima terus berjuang. "Lepaskan!" Jemima memohon, "Lepaskan rambutku!" "Kau harus diajari!" Sarah berteriak, matanya menatap tajam ke arah Jemima. Tiba-tiba, seorang pria berbadan tegap dengan muncul dan menarik Sarah dari Jemima. Sarah berusaha melawan, namun pria itu terlalu kuat. "Kau tidak boleh melakukan ini," kata pria itu, suaranya tegas. "Pergi, dan urusan kita belum selesa. Ingat itu!”
Jemima semakin bingung. "Saya tidak pernah merusak gaun Anda! Saya bahkan tidak tahu apa yang Anda bicarakan!" “Kejadian semalam adalah murni kecelakaan,” ungkap Jemima. Berusaha membela diri. Sarah mencibir, "Jangan berpura-pura! Aku tahu kau yang melakukannya! Dan aku tidak akan berhenti sebelum kau mengganti gaunku!" Jemima terdiam, jantungnya berdebar kencang. Dia bingung, tidak tahu harus berbuat apa. Kejadian semalam seharusnya sudah selesai, hanya antara Sarah, keluarga tunangannya, dan Victor. Tapi Sarah bersikeras bahwa Jemima bersalah. Apa yang harus dilakukan Jemima? Saat Jemima larut dalam lamunan, Sarah tiba-tiba merebut tas miliknya dan menghamburkan isinya ke lantai. Jemima berteriak marah, kesabarannya sudah habis. "Apa anda gila?!" teriaknya. "Kembalikan tasku!" Sarah tertawa sinis sambil merebut kembali tas itu. Suasana semakin ramai, orang-orang mengerumuni mereka, dan seseor
Setiap sudut ruangan kamar hotel itu menjadi saksi bisu betapa menggeloranya hasrat sepasang suami istri itu. Bahkan ketika mereka berdua keluar dari kamar mandi, keduanya masih bertingkah manis dengan saling mengeringkan tubuh, mengeringkan rambut, hingga memakaikan pakaian untuk mereka kenakan hari itu. Kedua sejoli itu berdiri berhadap-hadapan. “Sayang, aku akan ke atas untuk menemui Victor,” kata Julian sambil merapikan poni Jemima. Wajah Jemima tampak cemas. Julian bisa menebak isi kepalanya, wanita itu pasti mencemaskan kejadian semalam. Julian meraih tubuh Jemima, lalu memeluknya penuh kasih sambil mengelus-elus rambutnya. "Kau yakin tidak apa-apa, Julian? Aku khawatir Victor akan..." Jemima terdiam, kalimatnya terhenti sebelum selesai. "Khawatir apa, sayang?" tanya Julian, matanya menatap dalam ke mata Jemima. Jemima menggeleng, "Tidak, tidak apa-apa. Cepatlah, aku akan menunggumu di sini." Julian tersenyum, mencium kening Jemima, lalu beranjak pergi. Jemima menatap pu
Jemima terdiam, matanya masih berkaca-kaca. Lagipula apa kata Julian memanglah benar, dalam kesusahan mereka, sempat-sempatnya dia memikirkan seorang anak?Jemima mengusap air matanya, "Aku bahagia, Julian."Keduanya terdiam sejenak, menikmati kehangatan tubuh dan jiwa mereka yang saling bersatu. Malam itu, di tengah keheningan kamar yang kedap suara, cinta mereka bersemi dengan indah, tetapi di balik keindahan itu, tersembunyi sebuah rahasia yang mungkin akan mengubah hidup mereka selamanya. ***Keesokan harinya Julian mendapati Jemima sudah tidak ada di sampingnya, dia melihat sekeliling kamar itu, sayup-sayup terdengar percikan air di kamar mandi. Aroma sabun dan tubuh Jemima tercium samar, mengundang hasratnya.Julian segera bangun, dan berjalan menuju kamar mandi. Saat pintu dibuka, terlihat Jemima sedang mandi di dalam sana, dari luar kaca terlihat samar-samar tubuh polos yang sedang berdiri sambil bermain dengan shower air di atasnya. Rambutnya yang basah menempel di pipi