"Saya terima nikah dan kawinnya Danastri Pusvarinda Sumiradjaya binti Raden Haryadi Sumiradjaya dengan mas kawin tersebut, tuunaai!"
"Sah?"
"Saaah ...."
Teriring doa juga selaksa nasihat dari para orang bijak. Dua orang manusia telah resmi menjadi partner dalam segala hal. Bersiap melalui perjalanan panjang dengan bahtera baru yang bernama pernikahan.
Air mata haru mengalir tak tertahan saat lelaki di sampingku dengan lembut mengecup kening. Mulai detik ini telah resmi ia ambil alih semua tanggung jawab atasku dari tangan Ayah.
Masih terekam jelas di dalam benak, rangkaian prosesi ijab kabul kami dahulu.
Mengingatnya selalu berhasil menghadirkan embun bening di sudut mata. Bukan sedih, tapi bahagia.
Ada saat di mana biduk pernikahan sedang diuji. Oleng ke kanan, oleng ke kiri, menabrak tebing, bahkan nyaris karam terhempas badai.
Jika hal itu terjadi, maka kembalilah pada kenangan masa lalu. Untuk sekadar menginDeru mesin mobil terdengar sedang mendekat. Aku mengintip dari celah jendela untuk memastikan ke mana mobil tersebut bergerak. Saat roda itu mengarah memasuki pagar, dapat kupastikan jika itu memang tamu Mas Ichsan."Mas, tuh kayaknya ada tamu. Trus aku gimana?" ujarku kebingungan."Nggak papa, tetep aja di situ," jawab Mas Ichsan santai. Sepertinya dia memang sudah tahu kalau akan kedatangan tamu."Aku pulang aja ya? Nggak enak, masa aku di sini?"Mas Ichsan tak menanggapi. Ia berdiri dan berjalan menuju teras."Assalamualaikum ....""Waalaikum salam ...." jawabku lirih.Dua orang wanita berjilbab memasuki rumah.Aku berdiri, menampilkan senyum sesopan mungkin. Mencium tangan si wanita setengah baya dan berjabat tangan dengan wanita lainnya yang menurutku masih muda.Kata Ibu, etika ketika bersalaman dengan orang yang lebih tua adalah dengan mencium tangannya. Tak peduli siapapun itu, entah kenal atau tidak. Pria maupun w
Sebuah kolam dengan aneka jenis ikan berkejaran di sekitar air mancur menjadi pemandangan yang begitu melegakan setelah kami lalui saat-saat menegangkan. Warna-warni bunga krisan terlihat begitu memesona. Namun sayangnya, masih kalah oleh pesona lelaki di depan ini, yang dengan percaya diri telah berhasil meluluhkan hati Ayah dan Ibu untuk memberikan restu.Dia yang mencintaiku bukan dengan kata-kata, namun berupa langkah nyata. Dia yang tak pernah menawarkan harapan apapun, namun tiba-tiba menaut jari manisku dengan sebuah cincin di depan Ayah. Dia yang tak pernah sekalipun berucap cinta, namun kini kutahu lewat tingkah dan tatapannya itulah wujud cinta yang sebenarnya.Kami duduk pada gazebo di halaman belakang rumah orang tuaku. Minggu depan, lamaran resmi akan digelar sekaligus juga menentukan tanggal pernikahan. Selaksa puji syukur tak henti terucap dari bibir yang penuh dosa. Tuhan masih menyayangiku, bahkan saat gunung-gunung dosa ini tak lagi dapat terhitung ju
Ada yang lebih menarik daripada mengingat kemarau musim lalu ketika hujan mulai menghampiri. Ada yang lebih penting daripada menyesali masa lalu, sementara masa depan menawarkan kehidupan yang lebih baik.Biarkan musim berlalu begitu saja sesuai porsi dan waktunya. Biarkan masa lalu menguap, hilang, terlupakan dan berganti dengan cerita masa depan.________Sebulan setelah acara lamaran resmi, pernikahan kami digelar cukup megah dengan prosesi adat jawa. Terlihat beberapa kali Ayah menempelkan ibu jari dan telunjuk di kedua sudut matanya.Ayah ... maafkan putrimu seandainya nanti membuat layu rangkaian melati di sanggul ini.Konon, jika pengantin wanita sudah kehilangan kesucian, rangkaian melati yang ia pakai pada prosesi pernikan akan menjadi cepat layu dan hilang wanginya.Hidup dalam keluarga yang masih menjunjung tinggi adat istiadat, membuatku sedikit takut. Bagaimana seandainya melati ini benar-benar layu sebelum pesta berakhir. Keluarga
Tiga hari setelah hari pernikahan kami, Mas Ichsan memboyongku ke rumahnya. Sementara acara ater manten dan ngunduh mantu baru akan dilaksanakan bulan depan. Mengingat, banyak saudara Mas Ichsan yang tinggal di luar Jawa sehingga perlu persiapan lebih lama untuk mengadakan sebuah pesta. Dia memang bukan keturunan Jawa asli, ada darah Melayu yang ia warisi dari Mama.Deru mesin kendaraan terhenti setelah memasuki halaman sebuah rumah modern minimalis berpagar putih dengan cat luar berwarna ungu. Dia menoleh ke arahku yang sedang sibuk mengamati bangunan di hadapan."Jangan bengong, Rin, dah sampai. Mau turun atau kita balik lagi ke rumah kamu?" godanya dengan satu elusan di kepala.Aku tak menjawab, namun menuruti perintahnya. Langkahku terhenti saat menyadari keberadaan beberapa pot bunga krisan dan lavender tertata rapi di pojok teras. Cantik sekali.Mas Ichsan merangkul dan membawaku ke depan pintu."Rumah kamu," lirihnya seraya memasukkan anak k
Aku merasa menjadi perempuan paling aneh saat berharap suamiku pernah memiliki anak dengan perempuan lain di masa lalu. Sayangnya, hati ini memang berharap begitu.Seandainya Mas Ichsan pernah memiliki anak, itu artinya azoospermia yang dideritanya benar-benar karena adanya obstruksi atau penyumbatan. Masih ada harapan untuk memiliki buah hati. Meskipun kemungkinan harus menggunakan tekhnik IVF (in vitro fertilization) atau bayi tabung. Akan tetapi, jika azoospermia yang ia derita murni karena masalah kongenital, berarti suamiku termasuk dalam satu persen laki-laki yang tak beruntung di muka bumi ini.Kuketikkan sebuah pesan pada aplikasi WA. Dua centang abu-abu tak kunjung berubah biru.Beberapa menit menunggu, masih tak berubah juga. Lalu menyimpan gawai di saku. Sepertinya masih terlalu pagi untuk berharap seseorang di sana membalas pesan yang kukirim berpuluh menit yang lalu.Minggu pagi yang cerah, cicit burung gereja serasa memanjakan telinga yang s
Kadang kita menganggap bahwa sesuatu yang terjadi adalah kesialan, padahal itu sebenarnya wujud dari keberuntungan. Kadang kita menyangka bahwa apa yang terjadi adalah keburukan, padahal itulah cara Tuhan menyelamatkan._____________Setelah menimbang ulang, berpikir tentang baik buruk, menelaah tentang risiko dan keuntungan, maka segera kuhapus pesan yang gagal terkirim. Lalu mengetik ulang dengan isi yang jauh berbeda."Pingin ketemu, tapi jauh. He he he. Kalau ada waktu, saya ingin ngobrol serius. Mungkin via chat atau video call."Kupinjam handphone Mas Ichsan, lalu mengaktifkan teatering hotspot.Pesan terkirim.Dua centang abu-abu segera berubah biru. Muncul balasan dari seberang."Hehehe iya, jauh. Oke, nanti saya kabari, ya? Ini masih mau antar Zara les."Alhamdulillah ... hampir saja kecerobohanku merusak segalanya.Andai niatku membawa Mas Ichsan untuk bertemu dengan Dayu terlaksana, siapa yang bisa menjami
"Rin.""Ya?""Kamu bahagia?" tanya Afnan tiba-tiba.Hishhh, si duda, ngapain juga tanya-tanya. Tar akunya jadi baper, gimana?"Menurut kamu?" Aku balik bertanya sembari menampilkan senyum dan wajah ceria."Bisa jadi, tapi matamu bicara lain," tebak Afnan.Sotoy!"Enak ya kalau mata bisa bicara?" Aku terkekeh. "Nggak perlu repot ngeluarin suara," candaku, namun wajah Afnan terlihat sedang serius."Kadang, mulut sama mata ataupun mulut sama hati itu nggak sinkron. Tapi, hati dan mata selalu di pihak yang sama," jelas Afnan. Dia tersenyum kecut. Tapi bagiku senyumnya tetap manis.Eaaa eaaa!"Jadi ... inti pembicaraan ini sebenarnya apa?" Aku merubah intonasi menjadi serius juga.Afnan tertawa lirih."Kamu, ya ... dari dulu nggak pernah berubah. To the point!""Naaah itu paham," ketusku, pura-pura. Padahal untuk menyembunyikan dag dig dug di dalam dada. Hi hi hi.Lelaki berwajah memesona it
"Saya mboten usah sayur, trus bawangnya banyakin, Pak," ujarku pada Kang Bakwan yang biasa mangkal di kampus."Beresss. Mau gajih, Mbak?" tanya si Bapak."Nggih, Pak, pokok gratis," kelakarku. Kami pun tertawa. Beliau memang penjual bakwan langganan. Hampir tiap hari bakwan lezatnya menjadi menu makan siangku. Dan hampir setiap hari pula beliau memberi bonus gajih-lemak daging berwarna putih.Setelah membayar, seperti biasa menaruh tas pada bangku kayu di bawah pohon kersen dekat parkiran dan menikmatinya di sana. Sendirian. Suasana kali ini cukup sepi, mungkin karena sebagian mahasiswa sedang mengunjungi bazar kewirausahaan di aula fakultas.Aku tak punya banyak teman dekat. Memang sengaja membatasi diri agar tak terlalu akrab. Kehidupan yang hitam legam membuatku kehilangan kepercayaan terhadap siapapun.Bagiku, hidup hanya tentang butuh dan tak butuh. Datanglah jika butuh padaku, dan pergilah jika tak butuh. Begitupun aku. Tak perlu ada urusan l