POV DANANG
Sebelumnya….
Kring ...kring ….kring ….
Hendra langsung mengangkat telepon kantor.
"Apa?!" ucap Hendra membuatku semakin deg-degan.
"Ada apa, Hend?" Namun Hendra mengabaikan ucapanku. Dia terus berbicara di telepon. Wajahnya terlihat shock.
Selesai berbicara, Hendra langsung menutup panggilan telepon.
"Ada apa?" tanyaku.
POV DANANG"Mas ada apa?" Indah terus bertanya Raut wajah cantiknya terlihat sangat panik. Wajar, karena dia melihat Ibunya pingsan. Sengaja aku ulur untuk menjawab pertanyaannya, supaya terkesan drama. Ya, namanya juga sedang mengambil hati mantan istri. Kupandangi wajah itu. Tapi bukan memandangi karena iba atau apa. Tapi baru beberapa Minggu tak melihatnya, wajahnya tampak semakin cantik. Apa lagi menggunakan pakaian kantor seperti ini. Indah sangat kelihatan cantik dan berkelas."Ndah," lirihku. Aku coba kembali menyentuh bahunya. Lagi dan lagi Reyhan yang berada di sampingnya menepis tanganku. Sial memang."Kamu sabar, ya. Bapak sudah pergi menemui Sang pencipta," ucapku. Kalau aku memang mengharapkan semua ini."Inalillahi wainailaihi roj
POV DANANG….Pukul 20.30 acara tahlilan selesai… kami kembali duduk santai di teras. Novi dan Luna akan menginap. Begitupun Haris dan Adit yang juga akan menginap di rumah baru Reyhan. Sedangkan aku memang memutuskan untuk tidak pulang dan tidur di rumah Hendra."Kalian nggak istirahat?" tanya Indah yang tiba-tiba datang menghampiri kami dan langsung duduk di samping Luna."Masih mau ngobrol. Kamu istirahat aja, Ndah. Sama Ibu. Oh iya, bagaimana keadaan Ibu?" tanya Luna."Ibu lagi pengen sendirian. Tadi aku disuruh keluar. Mungkin mau menenangkan diri," ucap Indah."Kamu yang sabar ya, Ndah. Kuat aku yakin," ucap Luna lagi.&nbs
POV DANANG"Luna siapa, Mas? Kamu jangan macam-macam! Kamu dimana sekarang?" tanya Maya."Luna teman aku waktu kuliah dulu. Aku hanya bercanda tadi. Nggak ada perempuan lain hanya kamu seorang. Masih ada perempuan lain ya Indah. Aku nyesel udah nyakitin Indah. Demi nikah sama kamu malah aku sial!" ucapku."Mas! Kamu apa-apaan sih. Nggak punya otak ya ngomong begitu? Kamu nggak bisa jaga perasaan aku banget sih! Sekarang kamu ngomong begitu! Kemaren-kemaren kamu ngomong cinta sama aku! Bulshit ya ternyata kamu!" balas Maya."Ya wajar aku bilang nyesel sama nyakitin Indah. Orang Indah istri yang baik. Lagi pula sepuluh tahun aku jadi suami dia. Meskipun aku sempat khilaf, tetap saja aku cinta sama dia. Aku masih mencintai dia. Jadi kamu har
POV LUNAPagi ini, saat baru saja terbangun dan menunaikan shalat subuh, aku teringat untuk menelepon Danang. Akhirnya, tepat pukul 05.30 aku pun menghubungi nomor Danang."Nov, aku yakin Danang masih tidur, telpon aja kali ya, biar Maya panas," ucapku. Novi yang sedang melipat mukena bekas shalat pun hanya terkikik. Kami meskipun masih bersikap kurang baik, shalat tetap kewajiban yang harus ditunaikan."Kamu jail banget, Lun," ucap Novi yang kemudian kembali duduk di atas ranjang tempat tidur."Nggak apa-apa. Biar aja. Biar Danang tau rasa. Benci banget aku dia udah nyakitin Indah. Aku nggak rela, sahabatku itu disakiti. Benci aku sama Danang juga perempuan kampungan yang katanya tetangga Ind
"Indah. Yang sabar ya. Kamu kuat, Ndah," ucapku saat Indah sudah berada di depan pintu. Aku pun hendak menyentuh bahunya. Namun, dengan cepat Indah menepis tanganku. Sorot matanya tajam menatapku. Sombong sekali dia."Nggak usah sok peduli kamu!" ketusnya melewatiku. "Sabar, Danang," ucapku membatin. Aku diam saja sambil mengikutinya masuk ke dalam rumah."Mampus!" ucap Luna di samping telingaku. Entah kapan wanita itu tiba. Tapi mulutnya membuatku betul-betul ingin meremasnya."Mama," lirih Tiara anak Adit. Anak itu langsung berlari ke arah Indah dan menggenggam tangannya. Wajahnya mendongak menatap wajah Indah. Adit pun kemudian berdiri. Sementara Haris dan Novi masih terlihat tenang di posisi tempat duduknya.
POV INDAHIni sudah seminggu sejak kepergian kedua orang tuaku. Untuk menghibur hati yang pilu dan agar suasana hati juga tidak merasa sepi, aku menerima tawaran Adit untuk menemani putrinya di rumah. Sebab, Adit ada pekerjaan di luar kota sekitar 10 hari. Sedangkan aku mendapat cuti hanya tujuh hari. Kemungkinan Tiara pun akan kubawa ke kantor. Lagipula dia juga memaksa ikut. Dia berjanji tidak akan rewel. Tidak masalah juga, ada sofa panjang. Bisa dia istirahat selama menungguku selesai bekerja. Padahal ada pengasuhnya, tapi dia tetap memaksa ingin bersamaku."Ma, lihat ini…." Bocah cilik itu berlari menghampiriku sambil membawa bingkai yang pasti berisi foto. Foto wanita cantik berambut panjang, dan berkulit putih wajahnya terlihat begitu cantik dengan polesan make-up tipis. Sedangkan aku rambut selalu di sanggul. Jarang dan bahkan
POV INDAH"Papa, Oma Opa? Yeeee!" Tiara bersorak."Kok bisa Papa udah balik. Kata Papa 10 hari? Ini baru 7 hari," ucap Tiara. Namun, fokusku tertuju pada sosok Reyhan yang tengah bersama seorang wanita cantik dan menggendong anak perempuan kira-kira berusia 2 tahun. Mereka seperti keluarga sempurna yang sangat bahagia. Sepertinya Reyhan tidak melihat ke arahku. Tapi mataku terus terfokus ke arah sana."Siapa perempuan itu?" lirihku."Siapa, Ndah?" tanya Adit menyadarkan lamunanku."Nggak ada, Dit," ucapku."Baik lah
POV INDAHPukul 00.30 menit, Adit mengantarku dengan aman dan selamat hingga sampai di depan rumah. Tampak mobil Mas Danang dan Hendra sudah terparkir di halaman. Sepertinya Mas Danang kembali tidur di tempat Hendra."Dit, makasih ya. Makasih untuk semuanya. Ini terlalu banyak. Hari ini aku benar-benar merepotkan kamu," ungkapku."Tidak ada kata merepotkan Indah Rahmawati pujaan hati Adit Handoko," ucapnya sambil membungkuk dan tertawa. Aku tahu dia sedang bercanda. Tapi itu benar-benar mampu membuatku merasa spesial diperlakukan seperti itu. Adit memang pria yang baik. Tapi hati ini kenapa masih belum ada ketertarikan apapun. Payah!"Sudah, kamu masuk dan beristirahat," ucap Adit. Aku mengangguk.
Hari yang ditunggu telah tiba, Nadira sudah berdandan cantik, dirias oleh MUA profesional. Tak lama lagi pihak keluarga Melvin akan datang untuk melamarnya secara resmi. Jantung Nadira amaih terus berdebar-debar karena hari ini adalah momentum penentuan tanggal pernikahan mereka juga.Gebby masuk ke kamar Nadira setelah mendapat izin. Ia juga sudah berdandan cantik untuk menyambut kedatangan pihak keluarga Melvin. Semua keluarga Nadira sudah berkumpul di rumah itu."Kamu cantik banget, Nad! Pasti lagi deg-degan banget, ya?""Makasih, Geb. Iya, aku beneran deg-degan banget.""Udah, bawa rileks aja. Aku ikut bahagia, aku udah bawakan kado untuk kamu. Ini," ucao Gebby seraya menyerahkan sebuah goodie bag pada Nadira."Ya ampun, Gebby ... kamu kenapa repot-repot, sih?""Enggak, lah, Nad. Kamu kan saudaraku, kalau kamu bahagia, aku juga ikut bahagia.""Makasih, ya ... sampai kapanpun kita memang saudara, Geb. Semoga kamu juga bisa segera mendapatkan lelaki baik hati yang akan jadi suami ka
Malam itu, Gebby tidur di pangkuan Ana. Ia merasa tubuhnya begitu lelah dan lemas. Ana mengusap rambut Gebby sambil bercerita dan memberikan nasihat."Nenek senang kamu sudah mau minta maaf pada mereka, Geb. Itu artinya kamu sudah berdamai dengan masa lalu. Nenek juga yakin mamamu di alam sana tak menginginkan jika kamu terus-terusan dikuasai dendam.""Iya, Nek. Sekarang aku merasa sudah jauh lebih tenang. Lelah juga ternyata selama ini berkejaran dengan nafsuku sendiri. Hati selalu panas dikuasai kebencian," jawab Gebby."Badanmu hangat, Geb! Hari ini kamu nggak lupa untuk minum obat, kan?""Aku nggak pernah lupa untuk minum obat setiap hari, karena dulu aku selalu bertekad untuk hidup lebih lama demi bisa membalaskan dendam mengenal pada keluarga Mama Indah. Tapi rasanya semakin keras aku berjuang, semakin aku merasa tak pernah tenang. Aku lelah, Nek.""Sayang ... Dulu juga nenek pernah berada di posisi seperti kamu yang selalu merasa bahwa diri nenek adalah orang yang paling benar
Gebby merenung dalam pelukan Indah, bahkan setelah ia bertindak sejahat itu pada mereka, Indah masih saja menyebutnya sebagai anak yang baik? Ya, Gebby memang baik pada mamanya, tapi tidak pada yang lain.Rumah sudah semakin ramai dengan orang-orang yang diundang di acara takziah itu. Nadira, Rashi, mereka sibuk menata makanan di atas meja yang nantinya akan disuguhkan. Sementara itu, Indah dan Maya sibuk menata bingkisan sedekah."Lihat, Geb, mereka begitu sibuk membantu kita meskipun kita tak pernah memintanya," bisik Ana pada Gebby. Gebby mengusap matanya lagi ia mengangguk dan mengakui semua itu.Acara pun dimulai. Semua orang melantunkan ayat suci Al-Qur'an lalu berdoa dengan khusyuk. Harusnya Gebby bersyukur karena masih ada orang yang bersedia mendoakan mamanya itu. Gebby juga melihat Reyhan sesekali mengusap matanya yang basah.Setelah acara selesai dan sedekah dibagikan, Indah beserta yang lain langsung berpamitan pada Ana dan Gebby."Sudah, jangan sedih terus, kasihan nanti
Gebby berjalan gontai meninggalkan area rumah sakit. Kata-kata mamanya maafin barusan benar-benar membuat hatinya hancur. Meskipun terasa begitu menyakitkan tapi Gebby tak menyangkal semua yang dikatakan oleh mamanya Melvin itu.Selama ini dirinya memang terlalu terobsesi untuk menjadi orang yang paling mendapatkan perhatian. Gebby selalu akan melakukan segala cara untuk bisa mencapai kemauannya. Bahkan seringkali ia tak memikirkan dampak buruk yang akan terjadi akibat dari perbuatannya itu. Kata-kata sang nenek kembali terngiang di telinganya. Apa mungkin hidupnya sampai se menderita ini karena memang dirinya terlalu sulit untuk melupakan dendam itu?Gebby sampai ke rumahnya dan langsung memeluk sang nenek. Ia menangis sejadi-jadinya karena hatinya benar-benar sangat terluka kali ini. Cinta yang ingin ia raih harus kandas seketika itu juga. Melvin menolaknya, dan kini mamanya juga."Geb ... kamu tenangkan diri kamu, baru nanti cerita sama Nenek, ya!" ucap Ana sambil mengusap kepala c
Gebby, tunggu! Kamu mau kemana? Jangan nekat, Geb! Panggil Melvin untuk kesekian kalinya. Ana juga jadi kalut dan ikut mengejar cucunya itu,.ia takut Gebby akan melakukan hal nekat seperti yang dilakukan oleh Luna."Gebby!" Ana memanggil Gebby meski napasnya mulai terengah. Ia sudah tua, tenanganya sudah tak sekuat dulu, berlari sebentar saja ia sudah ngos-ngosan.Gebby sudah keluar dari gerbang portal kompleks dan terus berjalan di trotoar pinggir jalan raya. Melvin masih tak putus asa, ia mencoba terus mengejar. Genby sesekali menoleh ke belakang sambil terisak. Ia pun turun dari trotoar itu dan terlihat pasrah sembari merentangkan kedua tangannya dan berjalan perlahan ke arah tengah jalanan."Gebby! Jangan nekat kamu?" seru Melvin yang melihat Gebby senekat itu, ingin mencelakai dirinya sendiri dengan berdiri di tengah jalanan.Klakson kendaraan bermotor bersahutan dan sebagian ada yang marah karena ulah Gebby itu."Mau mati, Lu?" maki pengendara yang lewat."Gila, lu, woy?""Hey!
Gebby melamun di teras belakang rumah itu. Sudah dua hari Luna pergi mengahadap Yang Maha Kuasa. Rumah sudah mulai sepi, hanya ada Ana dan Reyhan serta mamanya Melvin di rumah itu yang masih berbincang dan ada juga beberapa anggota kepolisian di bagian depan bersama papanya Melvin.Tak ada indikasi kekerasan dalam kematian Luna, semua orang meyakini itu merupakan murni sebagai kasus bunuh diri. Ditemukan foto Indah yang tertancap pena di dalam kamar. Polisi dan dokter menduga halusinasi Luna sempat kambuh ketika malam kejadian itu.Luna selalu bersikap impulsif dan tak peduli pada keadaan sekitar, jika sosok dalam halusinasinya muncul, ia bahkan tak tahu jika posisinya sedang di atas jurang sekalipun."Geb, kamu makan dulu, Sayang," bujuk Ana pada Gebby. Sejak kemarin tampaknya Gebby sama sekali belum makan. Ana khawatir karena Gebby tak boleh sampai melewatkan jadwal minum obatnya."Nanti saja, Nek. Belum ada selera.""Jangan begitu, dong, Geb. Kamu boleh bersedih tapi kamu juga haru
Suasana kompleks pagi itu dibuat heboh atas penemuan tubuh Luna yang menyedihkan itu. Warga langsung mencari bantuan untuk segera membawa Luna pergi ke rumah sakit karena setelah diperiksa ternyata denyut nadinya masih ada.Gebby dan Ana hanya bisa pasrah, serasa tubuh mereka lemas tak berdaya menghadapi kenyataan itu. Luna kehilangan banyak darah akibat luka di bagian kepalanya. Bahkan mereka berdua tidak tahu kapan kejadian itu terjadi karena malam itu mereka tidur sangat nyenyak. Sebenarnya Gebby sempat terbangun beberapa kali untuk mengecek keadaan mamanya itu namun tidak terjadi apa-apa. Akhirnya setelah larut malam kantuk pengendara dan ia tertidur dengan sangat pulas. Gebby pin menyesal karena membiarkan mamanya itu tidur di lantai dua. Bukan tanpa sebab, mamanya dulu pernah menempati kamar itu, Gebby berharap ingatannya bisa kembali secara perlahan dengan merasakan suasana kamar itu setiap hari.Luna akhirnya tiba di rumah sakit dan langsung ditangani oleh tim medis. Gebby da
"Pa, mana uangnya yang aku minta? Transfer sekarang juga, lusa aku akan terbang bawa Mama," ucap Gebby pada Reyhan hari itu."Papa cuma bisa kasih kamu lima ratus juta dulu, Geb. Nanti kurangnya beberapa hari lagi, ya!""Log, kok gitu, sih, Pa?" seru Gebby tak senang."Bukannya kamu ya yang maksa untuk segera mencairkan dana investasi ke perusahaan Melvin? Kamu pikir uang di perusahaan kita bisa kamu atur seenaknya?""Ya ampun, Pa, aku tih cuma minta sedikit, apa susahnya sih tinggal transfer?""Semua uang pribadi papa sudah papa masukkan ke deposit berjangka. Hanya bisa diambil pada waktu yang tepat.""Papa sengaja, ya, biar aku gak bisa mintabuang sama Papa? Papa bener-bener tega, ya? Aku itu sedang berusaha supaya mama sembuh, tapi papa malah menghalang-halangi!""Kamu salah, uang papa sudah papa depositokan jauh sebelum kamu berencana mengambil mama kamu dari yayasan itu.""Papa sepertimya emang gak pernah sayang sama aku! Papa selalu aja bikin aku kecewa!""Geb, papa gak ada bila
"Hai, Vin!" sapa Gebby pada Melvin. Melvin agak terkejut saat ia melihat Gebby ada di lobby kantornya terlihat sedang menunggu."Oh, hai, Geb!""Aku dari tadi nunggu kamu, loh.""Oh, ya? Bukannya kita belum ada janji untuk bertemu sebelumnya?""Sorry, emang belum. Tapi boleh, dong, kalau aku sesekali datang ke sini untuk sekedar melihat progres kerjasama kita? Lagian aku belum pernah ke sini, aku juga ingin tahu bagaimana sistem kerja di sini.""Ooh ... Oke, boleh aja, kok. Ayo, aku ajak berkeliling," sahut Melvin."Oke," ucap Gebby senang. Ia dan Melvin pun akhirnya mengitari sekitaran kantor dan Melvin menunjukkan bagian demi bagian di kantornya itu. Padahal Gebby tidak terlalu ingin tahu tentang itu tujuan utamanya datang ke kantor Melvin adalah supaya ia dan Melvin bisa punya pertemuan yang intens sehingga Gebby punya peluang untuk bisa semakin dekat dengannya."Padahal kamu ini bisa dikatakan pemula, tapi keren, loh. Kantor kamu bagus, sistem kerja juga bagus. Aku saranin kamu bu