POV INDAH
Ini sudah seminggu sejak kepergian kedua orang tuaku. Untuk menghibur hati yang pilu dan agar suasana hati juga tidak merasa sepi, aku menerima tawaran Adit untuk menemani putrinya di rumah. Sebab, Adit ada pekerjaan di luar kota sekitar 10 hari. Sedangkan aku mendapat cuti hanya tujuh hari. Kemungkinan Tiara pun akan kubawa ke kantor. Lagipula dia juga memaksa ikut. Dia berjanji tidak akan rewel. Tidak masalah juga, ada sofa panjang. Bisa dia istirahat selama menungguku selesai bekerja. Padahal ada pengasuhnya, tapi dia tetap memaksa ingin bersamaku.
"Ma, lihat ini…." Bocah cilik itu berlari menghampiriku sambil membawa bingkai yang pasti berisi foto. Foto wanita cantik berambut panjang, dan berkulit putih wajahnya terlihat begitu cantik dengan polesan make-up tipis. Sedangkan aku rambut selalu di sanggul. Jarang dan bahkan
POV INDAH"Papa, Oma Opa? Yeeee!" Tiara bersorak."Kok bisa Papa udah balik. Kata Papa 10 hari? Ini baru 7 hari," ucap Tiara. Namun, fokusku tertuju pada sosok Reyhan yang tengah bersama seorang wanita cantik dan menggendong anak perempuan kira-kira berusia 2 tahun. Mereka seperti keluarga sempurna yang sangat bahagia. Sepertinya Reyhan tidak melihat ke arahku. Tapi mataku terus terfokus ke arah sana."Siapa perempuan itu?" lirihku."Siapa, Ndah?" tanya Adit menyadarkan lamunanku."Nggak ada, Dit," ucapku."Baik lah
POV INDAHPukul 00.30 menit, Adit mengantarku dengan aman dan selamat hingga sampai di depan rumah. Tampak mobil Mas Danang dan Hendra sudah terparkir di halaman. Sepertinya Mas Danang kembali tidur di tempat Hendra."Dit, makasih ya. Makasih untuk semuanya. Ini terlalu banyak. Hari ini aku benar-benar merepotkan kamu," ungkapku."Tidak ada kata merepotkan Indah Rahmawati pujaan hati Adit Handoko," ucapnya sambil membungkuk dan tertawa. Aku tahu dia sedang bercanda. Tapi itu benar-benar mampu membuatku merasa spesial diperlakukan seperti itu. Adit memang pria yang baik. Tapi hati ini kenapa masih belum ada ketertarikan apapun. Payah!"Sudah, kamu masuk dan beristirahat," ucap Adit. Aku mengangguk.
POV INDAH"Mampus beneran datang," lirih Luna. Aku pasrah sambil memanyunkan bibir."Ya Allah, lirihku." Seketika seluruh tubuhku terasa lemas."Danang!" panggil Pak RT."Saya, Pak," sigap Mas Danang menghampiri kami. Disusul oleh Hendra. Luna mendelik menatap tajam mata Danang."Kok manggil Danang, Pak RT?" tanya Luna."Suruh memanggil Reyhan. Saya dan beberapa warga tunggu di sini," jawab Pak RT. Luna melirik wajahku."Saya, Pak," ucap Mas Danang."Tolong panggilkan Reyhan," pinta Pak RT.
POV DANANG"Aku ini apa bagimu?" tanya Maya."Maaf, May. Aku nggak sengaja menyebut nama Indah," lirihku merasa bersalah. Ini memang menjadi kepuasan tersendiri. Aku merasa bersetubuh dengan Indah. Bahkan, aku mendadak sangat merindukan dan menginginkannya."Demi Tuhan aku mencintaimu, Mas. Dari hati terdalam. Aku mau kamu jadikan istri kedua. Kamu jadikan simpanan selama ini. Tapi kenapa sekarang kamu seperti nggak menghargai aku? Sadar, Mas! Aku ini sekarang istri kamu satu-satunya. Kamu memikirkan mantan istrimu, jelas aku terluka! Aku sakit hati!" keluh Maya dengan tangis."Maaf, May. Maaf." Bagaimana lagi, aku benar-benar tak sengaja. Indah benar-benar menguasai hat
POV INDAH"Jawab Maya. Kenapa diam saja, Sayang? Kamu tadi nantangin aku. Aku bahkan yakin bisa menaklukkan hati Danang. Iya kan, Nang?" Luna beralih pada Mas Danang."Relakah kamu berbagi suami denganku, Maya? Aku tanya sama kamu, jawab! Relakah kamu berbagi Danang denganku? Mungkin bukan dengan aku, tapi dengan pembantumu di rumah?" ucap Luna lagi."Luna cukup! Bercandanya jangan kelewatan!" tekan Mas Danang."Apa sih, Sayang? Kamu itu jangan galak-galak sama aku. Nanti naksir beneran. Lagian aku serius kok, kalau kamu mau. Sumpah aku mau jadi yang kedua," ucap Luna. Maya menggelengkan kepala.
POV REYHAN"Indah, kalau tidak ada paksaan dari warga, maukah kamu menikah dengan Reyhan?" tanya Kak Mala. Mendengar pertanyaan Kak Mala, Indah terdiam. Seperti ada yang disembunyikan oleh wanita itu."Aku nggak mau, Kak," jawab Indah membuat mataku terbelalak. "Bukan tanpa sebab. Aku tidak mungkin menikahi pria yang tidak mampu menerima masa laluku. Itu sama saja menyiksa batinku," lanjutnya. Aku hanya menelan liur sebagai pelumas."Seandainya kamu tahu, aku pun sangat terluka dengan perasaan ini. Aku tidak tahu mengapa. Aku mencintaimu, tapi aku masih sulit menerima masa lalumu, Ndah. Aku tahu betul, ucapanku sangat menyakiti perasaan dan hatimu. Semakin aku berusaha membenci, semakin aku merasakan sakit. Tidak tahu kenapa aku juga bingung, padahal aku sudah berjuang buat menanamkan rasa benci.
POV REYHANDengan kecepatan lumayan tinggi, aku pun sampai di rumah sakit lebih cepat. Aku juga telah menghubungi Novi di mana ruang rawat inap Luna. Wanita itu pun telah memberitahuku.Sampai di ruangan Luna, semua kosong. Tidak ada pasien atau bahkan yang menunggu pun sama tidak ada."Novi ini gimana sih, katanya di sini kamarnya," gumamku lirih. Cepat aku pun kembali mengeluarkan ponsel dan menghubungi nomor Novi.Tutt ....!Tak lama kemudian panggilan terhubung."Halo, Pak Reyhan," jawab suara di seberang telepon."Ini gimana ceritanya sih? Kok
POVREYHANTepat pukul 18.30, Luna kembali dipindahkan ke ruang inap. Dia sudah mulai membuka mata meski mulutnya masih terdiam.Luna dipindahkan ke ruangan VIP, ini supaya dia bisa beristirahat dengan tenang. Masalah biaya aku yang menghandle."Lun, hey! Udah sadar? Gue di sini," ucapku sambil memegang tangannya. Sementara Om Agung dan Tante Ana sedang mencari makan di kantin rumah sakit.Mata Luna dalam menatapku. Ada bulir bening menetes dari netranya. Cepat, aku pun mengusap air mata itu."Jangan takut, ada gue di sini. Ayo sembuh, gue kangen bercandaan elo," ucapku lagi. Luna hanya terdiam sembari mengedipkan mata. Kemudian, matanya melirik pada Indah yang berdiri di