POV LUNA
Pagi ini, saat baru saja terbangun dan menunaikan shalat subuh, aku teringat untuk menelepon Danang. Akhirnya, tepat pukul 05.30 aku pun menghubungi nomor Danang.
"Nov, aku yakin Danang masih tidur, telpon aja kali ya, biar Maya panas," ucapku. Novi yang sedang melipat mukena bekas shalat pun hanya terkikik. Kami meskipun masih bersikap kurang baik, shalat tetap kewajiban yang harus ditunaikan.
"Kamu jail banget, Lun," ucap Novi yang kemudian kembali duduk di atas ranjang tempat tidur.
"Nggak apa-apa. Biar aja. Biar Danang tau rasa. Benci banget aku dia udah nyakitin Indah. Aku nggak rela, sahabatku itu disakiti. Benci aku sama Danang juga perempuan kampungan yang katanya tetangga Ind
"Indah. Yang sabar ya. Kamu kuat, Ndah," ucapku saat Indah sudah berada di depan pintu. Aku pun hendak menyentuh bahunya. Namun, dengan cepat Indah menepis tanganku. Sorot matanya tajam menatapku. Sombong sekali dia."Nggak usah sok peduli kamu!" ketusnya melewatiku. "Sabar, Danang," ucapku membatin. Aku diam saja sambil mengikutinya masuk ke dalam rumah."Mampus!" ucap Luna di samping telingaku. Entah kapan wanita itu tiba. Tapi mulutnya membuatku betul-betul ingin meremasnya."Mama," lirih Tiara anak Adit. Anak itu langsung berlari ke arah Indah dan menggenggam tangannya. Wajahnya mendongak menatap wajah Indah. Adit pun kemudian berdiri. Sementara Haris dan Novi masih terlihat tenang di posisi tempat duduknya.
POV INDAHIni sudah seminggu sejak kepergian kedua orang tuaku. Untuk menghibur hati yang pilu dan agar suasana hati juga tidak merasa sepi, aku menerima tawaran Adit untuk menemani putrinya di rumah. Sebab, Adit ada pekerjaan di luar kota sekitar 10 hari. Sedangkan aku mendapat cuti hanya tujuh hari. Kemungkinan Tiara pun akan kubawa ke kantor. Lagipula dia juga memaksa ikut. Dia berjanji tidak akan rewel. Tidak masalah juga, ada sofa panjang. Bisa dia istirahat selama menungguku selesai bekerja. Padahal ada pengasuhnya, tapi dia tetap memaksa ingin bersamaku."Ma, lihat ini…." Bocah cilik itu berlari menghampiriku sambil membawa bingkai yang pasti berisi foto. Foto wanita cantik berambut panjang, dan berkulit putih wajahnya terlihat begitu cantik dengan polesan make-up tipis. Sedangkan aku rambut selalu di sanggul. Jarang dan bahkan
POV INDAH"Papa, Oma Opa? Yeeee!" Tiara bersorak."Kok bisa Papa udah balik. Kata Papa 10 hari? Ini baru 7 hari," ucap Tiara. Namun, fokusku tertuju pada sosok Reyhan yang tengah bersama seorang wanita cantik dan menggendong anak perempuan kira-kira berusia 2 tahun. Mereka seperti keluarga sempurna yang sangat bahagia. Sepertinya Reyhan tidak melihat ke arahku. Tapi mataku terus terfokus ke arah sana."Siapa perempuan itu?" lirihku."Siapa, Ndah?" tanya Adit menyadarkan lamunanku."Nggak ada, Dit," ucapku."Baik lah
POV INDAHPukul 00.30 menit, Adit mengantarku dengan aman dan selamat hingga sampai di depan rumah. Tampak mobil Mas Danang dan Hendra sudah terparkir di halaman. Sepertinya Mas Danang kembali tidur di tempat Hendra."Dit, makasih ya. Makasih untuk semuanya. Ini terlalu banyak. Hari ini aku benar-benar merepotkan kamu," ungkapku."Tidak ada kata merepotkan Indah Rahmawati pujaan hati Adit Handoko," ucapnya sambil membungkuk dan tertawa. Aku tahu dia sedang bercanda. Tapi itu benar-benar mampu membuatku merasa spesial diperlakukan seperti itu. Adit memang pria yang baik. Tapi hati ini kenapa masih belum ada ketertarikan apapun. Payah!"Sudah, kamu masuk dan beristirahat," ucap Adit. Aku mengangguk.
POV INDAH"Mampus beneran datang," lirih Luna. Aku pasrah sambil memanyunkan bibir."Ya Allah, lirihku." Seketika seluruh tubuhku terasa lemas."Danang!" panggil Pak RT."Saya, Pak," sigap Mas Danang menghampiri kami. Disusul oleh Hendra. Luna mendelik menatap tajam mata Danang."Kok manggil Danang, Pak RT?" tanya Luna."Suruh memanggil Reyhan. Saya dan beberapa warga tunggu di sini," jawab Pak RT. Luna melirik wajahku."Saya, Pak," ucap Mas Danang."Tolong panggilkan Reyhan," pinta Pak RT.
POV DANANG"Aku ini apa bagimu?" tanya Maya."Maaf, May. Aku nggak sengaja menyebut nama Indah," lirihku merasa bersalah. Ini memang menjadi kepuasan tersendiri. Aku merasa bersetubuh dengan Indah. Bahkan, aku mendadak sangat merindukan dan menginginkannya."Demi Tuhan aku mencintaimu, Mas. Dari hati terdalam. Aku mau kamu jadikan istri kedua. Kamu jadikan simpanan selama ini. Tapi kenapa sekarang kamu seperti nggak menghargai aku? Sadar, Mas! Aku ini sekarang istri kamu satu-satunya. Kamu memikirkan mantan istrimu, jelas aku terluka! Aku sakit hati!" keluh Maya dengan tangis."Maaf, May. Maaf." Bagaimana lagi, aku benar-benar tak sengaja. Indah benar-benar menguasai hat
POV INDAH"Jawab Maya. Kenapa diam saja, Sayang? Kamu tadi nantangin aku. Aku bahkan yakin bisa menaklukkan hati Danang. Iya kan, Nang?" Luna beralih pada Mas Danang."Relakah kamu berbagi suami denganku, Maya? Aku tanya sama kamu, jawab! Relakah kamu berbagi Danang denganku? Mungkin bukan dengan aku, tapi dengan pembantumu di rumah?" ucap Luna lagi."Luna cukup! Bercandanya jangan kelewatan!" tekan Mas Danang."Apa sih, Sayang? Kamu itu jangan galak-galak sama aku. Nanti naksir beneran. Lagian aku serius kok, kalau kamu mau. Sumpah aku mau jadi yang kedua," ucap Luna. Maya menggelengkan kepala.
POV REYHAN"Indah, kalau tidak ada paksaan dari warga, maukah kamu menikah dengan Reyhan?" tanya Kak Mala. Mendengar pertanyaan Kak Mala, Indah terdiam. Seperti ada yang disembunyikan oleh wanita itu."Aku nggak mau, Kak," jawab Indah membuat mataku terbelalak. "Bukan tanpa sebab. Aku tidak mungkin menikahi pria yang tidak mampu menerima masa laluku. Itu sama saja menyiksa batinku," lanjutnya. Aku hanya menelan liur sebagai pelumas."Seandainya kamu tahu, aku pun sangat terluka dengan perasaan ini. Aku tidak tahu mengapa. Aku mencintaimu, tapi aku masih sulit menerima masa lalumu, Ndah. Aku tahu betul, ucapanku sangat menyakiti perasaan dan hatimu. Semakin aku berusaha membenci, semakin aku merasakan sakit. Tidak tahu kenapa aku juga bingung, padahal aku sudah berjuang buat menanamkan rasa benci.