"AKH.."
"Franie, kau baik-baik saja?" teriakan wanita paruh baya dibawah sana tak ayal menghentikan aksi seorang gadis berumur 19 tahun tersebut.Gadis itu, Franie Rosetta. Ia terus mencengkram erat sisi ranjangnya begitu dirasakannya sesuatu tak kasat mata kembali mencekiknya. Ingin sekali Franie membuka matanya, namun sepasang hazel pekat, di alam bawah sadarnya itu seakan terus menariknya, menatapnya nyalang."UHUK-UHUK."BRAK."Kau Baik-baik saja nak?"Nyonya La Netha, wanita itu dengan cepat menghampiri sang putri.Franie menggeleng pelan, nafasnya menderu. Irisnya membesar menampilkan jelas ambernya yang bergetar ketakutan."T-Tidak ibu. I-ia kembali mencekikku." bersamaan dengan itu pula sepekat cairan kental menyembur keluar dari mulutnya.Sang bunda terkejut, ia hampir saja menjerit. Ditariknya Franie, mendekap anak gadisnya itu erat. Membiarkan bajunya ternoda oleh cairan pekat tersebut.Ringisan tangisan yang tertahan mulai terlantun pelan dari bibir Franie, dibalik dekapan sang bunda irisnya perlahan bergulir melirik gorden kamarnya."Apa hari ini bulan purnama?" tanyanya parau.Sang Ibu mengangguk pelan. "Ya. Maaf, ibu lupa." sesal nyonya Netha sembari mengecup pucuk kepala Franie.Franie diam tak bergeming. Pikirannya jauh melambung memikirkan moist dalam alam bawah sadarnya.Sedikit khawatir, nyonya Netha menunduk menatap wajah Franie."Kenapa? Apa cekikannya masih terasa?" tanyanya cemas.Franie mendongak, tersenyum lemah pada sang ibu."Tidak."Singkat. Namun sebagai seorang ibu, nyonya Netha tahu masih ada sesuatu yang menganggu pikiran sang anak.Ditepuknya punggung Franie lembut. "Kembalilah tidur, ibu disampingmu."Tanpa bersuara Franie bergerak, mematuhi perkataan ibundanya, kembali menyandarkan kepalanya pada benda empuk tersebut.Tubuhnya bepaling, memunggungi sang ibu. Ambernya jauh memandang. 'Siapakah geranganmu?' gumamnya pelan....Disisi lain, seseorang dengan manik pekatnya menatap puas jendela yang tertutup tersebut.Disandarkannya tubuhnya pada ujung kuburan pemakaman umum yang ada.Matanya menelisik setiap roh-roh yang berjalan, menyeringai pelan pada kawanannya itu.Sebuah seringai kemenangan terukir dibibir pucatnya."Raja, aku sudah menjalankan tugasku seperti hari-hari sebelumnya."Seketika semiliar angin malam berhembus menjawab gumamannya.Neon Valient, itu namanya.Seorang Dhampir, sebuah mahluk yang terbentuk akibat dari perkawinan Vampir dan Manusia. Pada umumnya Dhampir juga memiliki kekuatan khas Vampir namun tidak dengan kelemahan-kelemahan yang biasanya.Dhampir merujuk kepada seorang anak yang terlahir akibat perkawinan antara orang tua Vampir dan Manusia; mereka adalah mahluk campuran, bukan vampir dan juga bukan manusia.Neon tak akan menyakiti seseorang jika seseorang itu tak memiliki hal sakral.Ya gadis tersebut, Franie ia memiliki sesuatu yang sakral ditubuhnya.Garis bergambar rasi Chepeus terbentuk di garis tangan gadis tersebut. Itu menandakan sebuah kuasa dan kekuatan besar meliputi gadis tersebut dan kelak perempuan itu berusia 20 tahun, Jika ramalan Demriasi benar, maka sebuah kutukan besar akan melimpahi kaumnya oleh karena gadis itu. Terlebih gadis itu merupakan keturunan terakhir dari Blood Rose....Franie terduduk dikamarnya, ia nampak lesu. Ia masih memikirkan kejadian tadi pagi. Ia bahkan masih bisa merasakan sentuhan-sentuhan yang sosok itu berikan padanya. Tapi Franie mencoba menghapusnya, dan melupakan trauma masa lalunya. Ia segera meraih laci nakasnya dan mengambil sebotol obat disana."Makan dulu!" suara itu membuat Franie batal menelan obatnya. Ia memasukkan nya kembali dalam botol."Mau ibu suapi?""Tidak perlu bu. ""Baiklah, kalau begitu ibu akan bersiap dan berangkat ke kantor. Kau bisa sendiri dirumah kan?"Bisa bu, tenang saja." Franie tersenyum lalu meraih nampan yang diberikan ibunya….….….Malam kembali menjemput. Bulan purnama masih nampak penuh, walau malam ini adalah malam kedua bulan purnama namun cahayanya tidak kalah terang untuk menyinari lorong-lorong gelap di sepanjang jalan.Franie segera berlari ke luar kamarnya ketika mendengar suara bantingan benda pecah diatas lantai, ketika kakinya sampai pada anak tangga terakhir, ia terpaku. Disana ada Huga, La Huga Orchidian, adik laki-laki bungsunya yang berdiri dengan tangan terkepal sedangkan ibunya berdiri di balik meja dengan ketakutan.Mata Franie menuju ke arah piring-piring yang berserakan dan Huga yang berdiri dengan nafas terengah-engah."A..ada apa ini?" tanya Franie takut, suaranya bahkan terdengar gemetar diawal, tapi ia berusaha terlihat tangguh di depan adiknya."F-franie..." suara La Netha melemah, ia menatap putrinya seolah meminta pertolongan."Apa yang kau lakukan?" tanya Franie sedikit tegas, sorot matanya menampakkan kebencian, mendadak wajah tegang Huga berubah, ia menatap Franie dengan wajah terkejut dan ketakutan."Aarrgghh.." Huga segera berlari menuju kamarnya. Franie terduduk dilantai ketika entah dengan atau tanpa sengaja Huga berlari ke arah kamar dan menabrak pundaknya. Franie terdiam dan ia menatap ibunya sebentar seolah meminta penjelasan."Ia pulang kerumah sehabis bermain bersama temannya dengan keadaan marah, ibu bertanya tapi ia tidak menjawab, ibu pikir dia tidak dengar, tapi ketika ibu kembali bertanya, dia semakin marah. Dan.. dan kau tahu sendiri apa yang terjadi setelahnya. Piring-piring itu ia jatuhkan dengan kasar ke lantai." ucap Netha dan Franie hanya menghela nafas."Dia semakin besar tapi ia tetap tidak pernah bisa mengendalikan emosinya. Ibu, aku takut.""Tidak sayang. Kau tidak perlu takut. Dia hanya sedang dalam masa pubertasnya, dia akan mengerti kelak." ucap Netha sambil mengelus surai kehitaman milik anaknya."Ini semua salahku ibu.""Tidak sayang. Ini bukan salah siapa-siapa, ini adalah takdir." ucap Netha lagi sambil memeluk tubuh putra sulungnya.Dari atas tangga, Huga berdiri menyaksikan bagaimana kakak sulungnya berpelukan dengan ibunya. Huga menampakan wajah kecewa. Ia menatap tangannya kesal, lalu kembali menutup pintu kamarnya.Namun tanpa Huga sadari sebuah sosok menatapnya dari luar jendela. Sosok bersayap dengan jubah berwarna abu-abu. Sosok itu menatap Huga dalam dari sana, tubuh sosok itu melayang di udara dalam kegelapan dan kemudian mengepakan sayap abunya untuk pergi.Franie masih memeluk Netha. Meskipun statusnya saat ini adalah seorang kakak tetapi mentalnya tidak menunjukkan bahwa ia pantas menyandang status tersebut. Semenjak mimpi-mimpi mengerikan itu merasukinya, ia selalu ketakutan. Ia tidak bisa tidur dengan benar, ia selalu berteriak setiap malam dan menganggu ketenangan di dalam rumah.Franie sadar, Huga emosi dengan kondisinya yang sangat berisik."Semua akan baik-baik saja, tenanglah..." bisik Netha.Franie menyeka air matanya dalam diam, ia juga berharap semua akan baik-baik saja, meskipun kenyataannya mimpi itu tak kunjung melepaskannya dan selalu membelenggunya di setiap malam, mencekik lehernya, dimana.. tanda lahir bergambar bunga mawar terlukis disana. Ya, ia memiliki tanda lahir berbentuk kelopak bunga mawar, berwarna merah kehitaman, yang tercetak di ceruk lehernya. Setiap kali iblis itu datang ke mimpinya, sasaran pertama adalah tanda mawar tersebut."Ibu... iblis itu, bisakah kau singkirkan?"La Netha tak menjawab, bibirnya kelu. Ia menyimpan semua kata-katanya dalam hati."Pasti... Suatu hari nanti kamu akan menyingkirkan iblis itu. Jadi, bertahanlah.. sebisa mungkin."....….....Iris itu terbuka perlahan menampilkan amber beningnya.Franie, gadis itu sedikit menyerngit tak suka mendapati sinar matahari menerobos gordennya.Ia mengerang sesaat sembari merenggangkan otot-otot tubuhnya.Dilihatnya sisi ranjangnya yang kosong. 'Ah ibu sudah pergi.' gumamnya pelan.Ibunya adalah seorang bendahara di salah satu perusahaan swasta di Lyon, sebuah kota di Prancis, jadi wajar ia selalu ditinggalkan di pagi hari.Franie menghela nafasnya pelan, lalu turun beranjak memasuki bilik kamar mandi yang ada guna membersihkan tubuhnya.Tangannya terhenti mengusap tubuhnya, begitu ambernya menangkap corak merah yang mengelilingi lehernya.Seketika sekelabat kejadian semalam menghampirinya. Jemari-jemarinya bergerak pelan menyentuh corak-corak tersebut.Moist pekat malam itu kembali terngiang.'Kau siapa?'Pertanyaan itu kembali terulang di dalam benaknya.Sebuah hembusan nafas kasar menjadi akhir dari ketermenungannya sebelum tungkai ramping itu melangkah keluar dari kamar mandi.
Franie terbangun dari tidur nyenyaknya. Matanya bergulir, memandangi sekitarnya dengan buram. Di pojok ruangan sepasang manik merah pekat menyapa retina Franie. Dengan perlahan sosok itu berjalan mendekat. Sayapnya yang besar dan kokoh menyapu lantai, menyisakan serbuk-serbuk hitam di setiap jejaknya.“Ka-kau siapa?” tanya Franie tercekat, nyaris berbisik.Sosok itu berjongkok di depan Franie, tangannya yang besar mengelus pipi wanita tersebut.“Menurutmu?”Seringai sosok itu membuat Franie bergidik ngeri, sepasang taring tajam mencuat dari sela-sela bibirnya. Sebercak darah segar nampak jelas di sudut bibir tersebut.Franie meneguk ludahnya kasar, perlahan ia meringkuk ketakutan. Sosok itu hanya menatap Franie datar lalu tak lama kemudian pergi meninggalkanku bersamaan dengan sebuah bisikan lembut.“Kau milikku, tak akan ku lepaskan. Sampai bertemu.”Slash........"AKH!”Franie terlonjak bangun dari tidurnya, terduduk di atas ranjang dengan penampilan acak. Tanpa sadar jemarinya teran
Flashback Di sebuah pegunungan yang jauh tersembunyi dari keramaian, di atas awan, memisahkan langit dan bumi, terdapat sebuah kerajaan yang tak terlihat selaput retina manusia. Disana... hiduplah sekelompok makhluk mitologi.Klan tertinggi dari mahkluk tersebut yakni Vampir, diikuti, Centaurus, Griffin, Medusa, Hydra, para Peri dan yang terakhir makhluk setengah manusia yang menjijikkan yakni Dhampyr. Meskipun mereka masih memiliki darah vampir yang mengalir pada tubuh mereka, tetap saja bagi negeri "Valient", Dhampyr merupakan kasta yang tidak bisa mereka tolerir. Bersetubuh dengan manusia adalah hal paling hina bagi kaum mereka.Raja Vampir kala itu yakni Demusta Valient III, dalam sayembaranya ke dunia manusia, tanpa sengaja jatuh cinta dengan anak dara setempat. Dikarenakan ulahnya tersebut, maka wanita yang diketahui bernama Jenice Halfone itu mengandung seorang anak lelaki setengah vampir. Tentu ini adalah aib besar bagi pihak kerajaan.Demi menutupi ulah busuknya, ia berniat
Neon menggunakan speed power (kecepatan berlari) dan menyembunyikan dirinya pada hutan belantara di belakang kampus. Taring yang ia sembunyikan kini mencuat keluar dan merobek sudut bibirnya."ARGGGHHHHH!" erangan kuat penuh akan kesakitan menggelegar nyaring.Tubuh Neon diangkat dan dibanting pada pohon maple yang berada dibelakangnya.Iblis itu memberontak dan mencabik-cabik tubuh Neon. Mata Neon menggelap, bola mata yang awalnya bewarna moist pekat kini berubah menjadi merah darah.Tubuh ringkih Neon terus menghantam tanah dan pohon yang ada. Iblis ini terlalu kuat. Neon bisa mengerti, semua terjadi karena darah rose blood memicu insting iblis dan dirinya sebagai Dhampyr. Gabungan iblis dan dirinya membuat Neon tidak bisa mengendalikan apapun. Ia juga menginginkan darah Franie, hanya ini bukan saatnya. Dia harus menjalankan misi sesuai ramalan Demriasi."ARGHHHH! HENTIKAN!" Jerit Neon dengan suara serak. Neon sadar, ia tidak bisa mengendalikan iblis ini seorang diri. Segera ia men
Franie mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Namun, tidak ada yang mencurigakan. Suara ini... berulang kali menyapa dirinya. Suara tersebut terus menggema didalam kepala, menganggu pikiran Franie. Satu lagi... Rose blood? Apa maksudnya?Franie tidak mengerti. Apakah ini bagian dari khayalan atau halusinasi? Mimpi itu tidak datang lagi malam kemarin. Namun digantikan dengan suara-suara yang berkumandang memanggil dirinya dengan sebutan rose blood.Ingin rasanya Franie teriak. Ia stress dengan kondisi mentalnya yang semakin kacau. Dari kecil setiap purnama, ia selalu dihampiri iblis dalam mimpinya. Tidak ada tahun yang benar-benar memberikan ketenangan pada Franie. Semuanya semakin memburuk belakangan ini. Suara-suara itu..."ARGHHH! KUMOHON HENTIKAN!""Nona Rosetta, ada apa?" seru Miss. Weronika selaku dosen hukum pidana.Franie menjambak rambutnya, seolah-olah mengusir suara yang terus mengusik. Neon yang berada di belakang, seketika menghentikan telepati yang ia kirim. Neon ha
"TAHAN NAFSUMU!""Argghtt! Hhhh! AAAAARRRRRHHHH!".Neon terpental, terhempas dan membentur apapun yang berada di sekelilingnya, bahkan ketika tenaganya telah terkuras habis, tubuh tingginya masih mengglepar di atas lantai. Selalu seperti ini, tubuhnya akan sekarat saat melawan iblis yang bersemayam dalam dirinya. kekuatannya tak cukup mampu melenyapkan energi hitam pekat yang perlahan-lahan tumbuh dan kapanpun dapat mengambil alih tubuhnya."NEON!". Jerit seorang wanita dari seberang paviliun, ia melesat cepat menghampiri putranya."Argghhtt! Uhhukk". Kembali...tubuh tinggi itu terhempas di atas lantai, menimbulkan suara debam yang cukup keras. tak tanggung-tanggung darah segar mengalir dari sela-sela bibirnya. Wanita cantik itu pun makin menjerit histeris."Neon! Putraku!... DEMUSTA LAKUKAN SESUATU KUMOHON!".Tubuh Neon dibanting dengan keras pada tembok kerajaan. Sayapnya perlahan mengepak, giginya yang rapi mencuat dan ia jatuh terkapar.Matanya menampilkan warna merah pekat.. Raj
Malam itu Franie terjaga.. ia tidak dapat mengatupkan matanya. Amber hijaunya bergerak resah, was-was, menelisik setiap sudut kamarnya. Ia bahkan takut menatap cermin. Bayangan diri Neon, matanya.. taringnya.. cengkeramannya... masih segar dalam ingatan Franie.La Netha berulang kali masuk dan mengecek Franie yang tak kunjung tertidur. Ada hal yang ingin sampaikan pada Franie, tetapi ia tahan. Penjelasan terlarang...yang sulit ia deskripsikan.Huga yang mendengar bunyi derit pintu terus menerus, menghempaskan kasar selimutnya. Ia tidak dapat tidur dengan nyenyak. Franie, kakaknya itu tidak bisakah sehari saja berperilaku normal? Malam ini Franie tidak menjerit seperti biasanya, tetapi derit pintu yang menggema dalam kesunyian malam menjadi saksi bahwa Franie tengah terjaga. Dan seperti biasa, ibu mereka pasti akan terus mengunjungi kamar Franie, menenangkan kakaknya tersebut."Kau belum bisa tidur? Bagaimana wujudnya? Apakah menyeramkan?"Franie mengangguk lemah. Neon... seratus kali